30

436 62 2
                                    

Ting-Tong.

"Ya...?"

"Saya mau mengantarkan makanan, pak."

"Makanan? Saya tidak memesannya."

"Tapi, disini benar tertulis alamatnya. Atas nama Pak Robin."

"Iya. Tapi ---"

"Halo, Om Robin yang diam-diam ternyata punya perut sixpack!"

"Den Cloudy!!"

Bagitu melihat celah, aku langsung merunduk dan menerobos masuk ke dalam ruangan rahasia yang selama ini dihuni oleh Om Robin dan partnernya itu.

"Benar kan!!!" Mataku membulat melihat pria berkacamata bulat yang lagi asyik menikmati burger dan kentang McD di sofa depan televisi.

"Den Cloudy kok bisa tahu kalau saya tinggal disini?"

"Waktu di kantin kampus. Terus di perpustakaan, toilet, di bioskop --- Ahhh, emangnya aku lupa sama wajah om kacamata yang manis tapi menggiurkan itu. Hmmm..."

"Den Cloudy ---"

"Cincin yang waktu itu dibuang sama Felix mana, om?"

"Cincin? Cincin apa ya, den?"

"Cincinnya Felix, om polisi ---"

"Po --- lisi..!?"

"Hehe. Aku ini sudah kuliah Om Robin. Jadi, aku gak mudah kena bujuk rayu."

"Mungkin, Pak Rudolf yang memberitahunya.."

"Bukan om kacamata. Orang aku tahu sendiri." potongku.

Kalau dilihat-lihat, om-om polisi yang berkacamata itu wajahnya masih seperti anak kuliahan. Pantas aja, dia bisa mengecoh dengan berpura-pura mondar-mandir di kampusku.

Om Robin megambil sesuatu dari kamarnya. Aku jadi penasaran, ada apa di dalam kamar tidurnya itu?

Mungkin saja, Om Robin menyimpan isteri cantik disana.

"Cincin ini akan dijadikan barang bukti nantinya." kata Om Robin sekeluarnya dari kamar.

"Enak aja!" Aku langsung mengambil cincin mahal itu, dan menyatukannya dengan cincin milikku yang waktu itu aku bilang ke Felix, kalau cincinku kejebur ke dalam toilet. "Om tahu kan berapa harga sepasang cincin ini?"

Om-om berkacamata itu menjulurkan tangannya. "Saya Daviz. Interpol."

Aku sambut uluran tangannya yang hangat itu. "Cloudy Stevano. Anak yatim piatu yang hidupnya selalu dalam kerumitan tapi membahagiakan."

"Hmmm, sepertinya kita tertinggal beberapa langkah di belakangnya." Om Daviz senyum ke Om Robin.

"Aku sudah menceritakan semuanya sama kakek. Sampai aku berhasil mendapatkan semua hartanya Felix, aku tidak bisa meninggalkannya."

"Kamu ingin mendapatkan semua hartanya?" Om Robin makin penasaran. "Tapi untuk apa, Cloudy?"

Aku memegang krongkonganku yang terasa kering sekali. "Om, aku bagi minuman yang menyegarkan dong. Tapi --- jangan susu kental panas ya. Hhiihii..."

"Maaf, kami terpaksa melakukannya." kata Om Daviz.

Mataku memicing menatap kaos putih yang dikenakan Om Daviz. Apakah di balik kaosnya itu, tersimpan sebuah harta karun berupa roti sobek yang sangat legit dan gurih ya...?

"Kami ingin selalu meminta keterangan darimu. Tapi --- Pak Rama dan Pak Gerald, selalu berusaha menghalangi kami."

"Itu karena, kalian tidak punya dada yang montok dan pantat yang seksi. Hhiihii.."

CLOUDY 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang