Tidak ada yang berubah dari rumah peninggalan kedua orang tuaku. Semua kusen jendela, warna cat dinding, perabotan, semuanya masih tetap sama. Hanya saja, sekarang tv di ruang tamu ukurannya sangat besar sekali. Tidak seperti dulu, saat aku keluar dari rumah ini.
"Kamu yakin berani tinggal di rumah sebesar ini?"
"Om Panda jangan menghina ya. Jelek-jelek begini kan, rumah ini peninggalan orang tuaku."
"Siapa yang mengejek, Ody? Om memang bilang apa adanya."
Aku memeriksa satu persatu kamar yang ada di rumahku. Rupanya, barang-barang milik wanita dan kedua anaknya itu sudah tidak ada lagi. Begitu juga dengan barang-barang milik ayah dan ibuku. Pasti, mereka sudah membuangnya entah kemana.
Atau, mungkin juga sudah mereka bakar, lalu abunya mereka taburkan di laut Ancol.
"Cloudy, saya menyimpan lukisan keluargamu dulu di gudang." Pak Hendratmo memberitahu. "Untung saja, mereka belum benar-benar membuangnya."
Aku jadi sedih waktu melihat lukisan itu. Betapa sakitnya aku waktu jatuh menggelinding di tangga, karena waktu itu aku harus buru-buru menghadiri acara sunatannya Gilbert.
Aku cemas sekali memikirkannya. Sebab, pasti Gilbert akan menjerit-jerit waktu 'itunya' akan dipotong.
Tapi ternyata, malah aku yang menangis semalaman karena kakiku yang keseleo, akibat kecerobohanku sendiri.
"Maaf, anda ---"
"Saya Pandawa."
"Om Panda ini cucunya Kakek Rudolf. Itu loh, kakek-kakek tua pemilik Lee Company dan GE Company."
"Maaf, saya tidak tahu kalau anda merupakan cucu dari Pak Rudolf."
"Kalau Pak Hendratmo punya anak perempuan, bisa dijodohkan dengan Om Panda. Meskipun bertato, tapi Om Panda ini sangat gentle dan sedang mencari wanita yang montok, untuk dijadikan isteri."
Om Panda membekap mulutku. "Sebaiknya, ucapan anak ini tidak usah di dengar."
Menjelang sore, Pak Hendratmo pun pulang. Aku bisa merasakan apa yang sedang dirasakannya. Cuaca sore yang dingin, pasti akan membuat sakit pinggangnya kambuh.
"Hmmm, mau masak tapi gak ada bahannya."
"Kalau Om Panda akan segera menikah, sebaiknya jangan sia-siakan waktu sekarang! Kita harus memesan makanan spesial, karena ini adalah malam pesta kemenangan bagi para jomblo keren!" tiba-tiba aku jadi antusias sekali.
Om Panda tiba-tiba mendorong dan menindihku di sofa. Aku lebih suka bau parfum Om Gerald, ketimbang bau parfum Om Panda yang seperti cokelat itu.
"Mandi yuk --"
"Gak ada handuknya. Nanti aja di rumah kakek."
"Emang, kamu gak ngerasa lengket?"
Aku menggeleng. Kumajukan hidungku, mengendus leher Om Panda. Aku bergidik mencium aromanya.
Om Panda melepas sweaterku. Lalu dia mengangkat kedua tanganku, dan menguncinya.
Rasanya aku mau pingsan, mencium aroma tubuhku sendiri yang seperti bau mentega di martabak!
Sambil senyum-senyum gak jelas, Om Panda membenamkan wajahnya di ketiakku yang sebelah kanan. Rasanya geli-geli aneh. Apalagi waktu lidah Om Panda, menjilat-jilat ketiakku.
"Om sudah lama sekali menahannya, Ody."
"Menurut Om Panda, di rumah ini ada hantunya gak?"
Om Panda mencium bibirku. Tubuhku bergetar dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLOUDY 2
Teen FictionOm Gerald sama Om Rama sekarang musuhan. Jika Om Rama memiliki Lee Company, maka Om Gerald pun memiliki GE Company sebagai tandingannya. Lama kelamaan, tingkah mereka semakin kayak anak kecil dan membuat kepalaku hampir pecah. Bagaimana kalau misaln...