12

660 79 7
                                    

Rio, Bagas, Ita, dan Felix datang menjengukku. Om Rama mengizinkan mereka, dengan syarat tidak boleh terlalu lama menganggu waktu istirahatku.

Ita bercerita panjang lebar tentang kegiatan perkuliahan di kampus. Sementara aku cuma bisa mendengarkan saja. Lidahku rasanya berat dan pahit sekali.

"Maaf ya, tapi Ody harus istirahat sekarang."

"Yahh --" Ita kecewa sekali. "Cepet sembuh ya, Dy. Biar kita bisa piknik lagi.."

"Bye, Ody --"

Aku cuma bisa melambaikan tangan sesaat kepada teman-temanku itu. Mataku rasanya sudah berat sekali.

Om Rama memberikanku beberapa butir obat yang harus kuminum. Dia membuka kaosku dan mengelap tubuhku dengan waslap dan air hangat.

Tubuhku terlalu lemah untuk menolaknya, ketika lidah Om Rama menjilati ketiak dan putingku. Tapi anehnya, selama apapun dia merangsangku, penisku sama sekali tak bereaksi.

Apa ada yang salah dengan tubuh dan syarafku?

Mengapa aku tidak bisa menikmati setiap rangsangan yang diberikan oleh Om Rama...?

Bahkan ketika Om Rama dengan gagahnya menyetubuhiku, dan menyemburkan spermanya di dalam anusku, aku sama sekali tidak bisa merasakan apa-apa.

"Ody baru saja tidur. Baiklah. Setengah jam lagi saya sampai."

Aku intip Om Rama cepat-cepat memakai bajunya dan merapihkan penampilannya. Dia mencium bibirku, dan meninggalkanku dengan kondisi tubuh telanjang bulat.

Mataku membuka. Kamar Om Rama terasa dingin sekali. Kucolok kerongkonganku, dan kumuntahkan kembali obat yang telah kutelan tadi.

Kreeettt ---

Pintu kamarku terbuka perlahan. Aku sudah takut sekali kalau orang yang mendorong pintu itu adalah Om Rama. Tapi ternyata bukan. Orang itu adalah Felix.

Wajahnya kelihatan cemas dan panik melihat kondisiku. Tanpa mengatakan apa-apa, dia menghampiriku dan mengelap bibirku yang basah oleh liurku sendiri.

Dia membasuh wajah dan tubuhku, lalu memakaikanku baju kembali.

"Aku sembunyi di balkon."

"Kenapa kamu gak pulang?"

"Kamu diam aja ketika om kamu melakukannya?"

"Felix ---"

"Dia gak lebih buruk dari Om Gerald."

"Aku bisa kuliah dan hidup karena kebaikkan Om Rama."

"Baik, katamu!?" Felix menghela. "Dia memakai tubuhmu, Ody!"

"Memang --"

Kutarik jaket Felix dan kucium bibirnya yang merah dan lembut itu.

"Apa yang bisa kulakukan untukmu, Ody?"

"Tidak ada."

Felix mengusap pipiku. "Aku tidak suka dengannya, Ody. Apalagi ketika tadi dia melakukannya."

"Felix ---"

"Hmmm...?"

Kuambil micro sd yang kuselipkan di dalam case iWatch-ku.

"Tolong simpan ini baik-baik. Jangan sampai hilang."

"Baiklah."

"Felix --"

"Ya...?"

"Om Rama menghapus semua foto-foto kita waktu di Dufan."

Felix tersenyum santai. "Tidak masalah. Itukan cuma foto. Yang terpenting, aku masih bisa melihat wajah asli orang yang sangat kusayangi.."

CLOUDY 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang