15

734 85 5
                                    

"Selamat siang. Cloudy Stevano?"

Aku memperhatikan pria paruh baya berpenampilan formal di hadapanku. Kalau pria itu dosen di kampusku, berarti dia adalah dosen baru. Sebab, aku belum pernah melihat wajahnya sebelumnya. Tapi, kalau pria itu adalah polisi, pria itu terlalu kurus dan lemah kelihatannya. Apalagi rambutnya juga tipis dan sudah beruban.

"Saya Hendratmo. Orang yang diberi tugas oleh mendiang orang tua anda."

"Tugas apa?"

"Bagaimana kalau membicarakan hal ini di luar?"

"Tapi di luar lagi panas terik, Pak Hendratmo."

"Maksud saya di kantor, restoran  atau dimana saja yang membuatmu nyaman."

"Ahhh ---" aku manggut-manggut. "Di kantin aja. Sekalian aku mau beli es teler."

"Baiklah kalau begitu."

Aku membeli dua mangkok es teler. Soalnya tadi Felix menelepon, katanya dia akan menyusulku ke kantin. Sementara itu Pak Hendratmo tidak mau es teler. Mungkin, karena dia sudah agak tua jadi takut giginya pada ngilu.

"Seharusnya saya menyampaikan hal ini bertahun-tahun lalu. Tapi, saya sama sekali tidak bisa menemukan keberadaan anda."

"Pak Hendratmo ingin menyampaikan apa?"

"Sesuai dengan apa yang dituliskan oleh orang tua anda dalam surat wasiatnya. Bahwa rumah, dua mobil, tabungan, dan juga deposito yang ditinggalkan, sepenuhnya diwariskan kepada anak tunggalnya yang bernama Cloudy Stevano."

"Ohhh ---"

"Kenapa? Sepertinya anda tidak terlalu suka."

"Bukan begitu, Pak Hendratmo. Tapi, bagaimana dengan wanita dan kedua anaknya itu?"

"Saya sudah mengetahui dan mendengarnya dari tetangga sekitar. Bukan anda yang seharusnya keluar dari rumah itu. Melainkan mereka. Karena mereka tidak ada hak atas rumah itu."

"Hmmm ---" aku menggumam. Mataku memicing melihat satu sosok yang sedang duduk sambil mengawasiku dari kejauhan. Sekarang aku tidak mungkin salah. Sosok itu adalah benar, salah satu anak dari wanita yang dinikahi oleh ayahku.

Setelah menjelaskan semua, Pak Hendratmo pun berpamitan. Dia memberikan kartu namanya, dan sebelum pergi dia menyuruhku untuk membubuhkan tanda tanganku pada surat elektronik di iPadnya.

"Apa orang tadi polisi, Dy?" Felix mengejutkanku.

"Bukan, Felix. Dia itu orang dari kantor surat wasiat."

Felix tersenyum sambil mengacak rambutku. "Yahh, kayaknya udah keburu cair nih es-nya."

"Matahari memang lagi marah, Felix. Beberapa hari ini aja hujan enggak turun-turun."

"Aku punya sesuatumu untukmu." Felix mengeluarkan sebuah boneka pinguin dan dua batang cokelat silverqueen yang diikat dengan sebuah pita biru. "Aku ngeliat boneka ini jadi inget sama kamu. Mangkanya aku beliin buat kamu."

"Ohhh --- terima kasih, Felix. Jalanku memang aneh seperti pinguin ya?"

"Aku mau makan nasi soto ayam. Kamu mau apa, Ody?"

"Hmmm --- iga bakar aja, Felix."

"Oke."

Sambil menunggu, aku melihat-lihat mahasiswa lain yang lagi asyik bercengkerama sambil menikmati makanan dan minuman mereka.

"Hai, Dy!"

"Ehh Lisa. Kamu lapar juga ya?"

Lisa memutar bola matanya. "Sendirian aja?"

CLOUDY 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang