"Sayang, kamu kenapa daritadi ngelamun aja, hmmm...?"
Aku mendesah pelan sambil memijat lutut. "Aku gak tahu harus bagaimana, Felix."
"Ody, kan aku udah bilang. Kalau kamu ---"
"Bunda, Felix."
"Bunda?"
"Aku tidak mau kalau bunda sampai berfikiran yang macam-macam."
"Dia bilang apa sama kamu?!"
Hmmm, nada suara dan ekspresi wajahnya Felix mulai berubah.
"Aku ini cuma anak yatim piatu, Felix. Sedangkan kamu baik padaku."
"Ody, aku itu tulus cinta sama kamu! Apapun aku rela berikan padamu!"
"Jam tangan ini ---"
Ddrrtttt...!
Hapeku bergetar. Panggilan masuk dari Pak Hendratmo.
"Iya, Pak Hendratmo. Aku lagi santai di kantin. Ada perlu denganku atau Felix?"
'Cloudy, ternyata rumahmu dijadikan agunan oleh ibu tirimu! Dan sekarang, pihak bank akan menyitanya!'
"Rumahnya disita, pak ---"
Mataku berkaca-kaca. Aku gak bisa membayangkan, selanjutnya aku akan tidur dimana kalau rumah itu sampai disita oleh bank.
"Nanti, aku tinggal dimana pak?"
'Masalah itu ---'
Tubuhku rasanya lemas sekali. Untuk berjalan pun rasanya aku sudah tidak sanggup lagi.
'Yang saya dengar, hutang ibu tirimu itu mencapai tiga ratus juta!'
Hape yang sedang kupegang, sampai terlepas begitu saja dari tanganku. Aku berusaha bangkit meski dengan kepayahan.
"Ody ---"
"Felix, aku mau pulang."
"Kamu ---"
"Aku akan minta tolong sama kakek, Felix. Cuma kakek yang bisa --"
"Aku antar ya, sayang --"
Selama di perjalanan, aku tak henti-hentinya menangis. Semoga saja, air mata ini tidak mengering sampai aku tiba di rumah kakek nanti.
"Sayang ---" Felix memegang tanganku.
"Aku lahir dan dibesarkan di rumah itu, Felix. Aku --- hikksss..."
"Pasti ada jalan keluarnya. Percaya sama aku ya ---"
Begitu sampai di rumah Kakek Rudolf, aku cepat-cepat turun meski kepalaku rasanya berat dan pusing sekali.
"Sayang, kamu pucet banget."
"Aku gak papa, Felix. Terima kasih sudah mengantarku."
Sebelum turun, Felix dan aku berciuman cukup lama. Aku harus bisa tahan dengan semua pesona dan godaannya.
"Bye, Felix."
"Bye, sayang..."
Aku berjalan seperti sesosok zombie yang sedang patah hati. Semoga saja, semua rencanaku ini berjalan dengan lancar.
Om Gerald, Om Panda, dan Om Robin sudah menunggu di teras depan. Begitu pintu pagar tertutup rapat, aku segera berlari menghampiri mereka.
"Kamu nangis beneran?" Tanya Om Panda.
"Om Panda jangan buat aku sensi ya!?"
"Kamu yakin kalau dia akan balik lagi?" tanya Om Robin.
Aku mengangguk. "Ayo Om Gerald, siap-siap."
KAMU SEDANG MEMBACA
CLOUDY 2
Novela JuvenilOm Gerald sama Om Rama sekarang musuhan. Jika Om Rama memiliki Lee Company, maka Om Gerald pun memiliki GE Company sebagai tandingannya. Lama kelamaan, tingkah mereka semakin kayak anak kecil dan membuat kepalaku hampir pecah. Bagaimana kalau misaln...