"Haloo Ody, kamu kenapa sih...?"
Aku menggeleng dengan perasaan berdebar. Beberapa lama tidak bertemu dengan Felix, kenapa sekarang dia makin ganteng dan keren aja ya...?
"Makanannya gak enak ya, Dy? Kita pindah kafe aja gimana...?"
"Enak kok, Felix." Bertepatan dengan saat aku menjawab kalimat Felix, Gilbert meneleponku.
Dia memberitahu, kalau sekarang dia sudah sampai kampus. Kuberitahu saja dia, kalau aku lagi makan siang di kafe sama Felix.
"Aku senang sekali, bisa ngeliat wajahmu lagi."
"Terima kasih, Felix."
"Habis ini, kita mau ke kampus lagi?"
"Uhmmm ---" aku pikir-pikir dulu. Sebetulnya aku mau membicarakan hal penting dengan Gilbert. Tapi, setelah kupikir lagi, kayaknya Gilbert akan sibuk berfoto-foto dengan teman-temannya. Soalnya kan Gilbert sudah mempunyai dua juta follower di akun instagramnya.
"Tadinya aku mau ngajak kamu ke mall."
"Kakek melarangku, Felix."
"Gak lama kok, Dy. Cuma pengen nonton aja berdua sama kamu."
"Tapi, jangan nonton yang seram ya, Felix. Soalnya kakek sama Om Gerald lagi pergi berbisnis. Aku takut sendirian di rumah."
Felix meraih tanganku. "Kan ada aku, Ody."
Selesai makan di kafe, Felix pun mengajakku ke mall. Om Robin bukan tidak kuberitahu. Dia kuberitahu, bahwa aku akan pergi sama Felix. Tapi, dia kusuruh untuk mengikuti diam-diam.
Meskipun Felix lebih tinggi dari Gilbert, tapi aku nyaman sekali saat jalan berdua dengannya.
Aku gak canggung, waktu Felix jalan sambil menggenggam tanganku. Sementara, waktu aku sama Gilbert jalan sambil pegangan tangan, malah aku merasa kalau kami berdua seperti dua anak yang dibuang oleh orang tuan dan lagi kebingungan entah harus pergi kemana.
Habis membeli tiket, popcorn, dan pepsi, aku sama Felix duduk-duduk sebentar, sambil menunggu pintu studio 2 terbuka.
"Felix, kapan aku mau dikenalin sama bunda dan nenek kamu?"
"Hmmm ---" Felix menopang dagu sambil menatapku intens. Tangannya menjulur, kemudian dia mengusap bibirku. "Gimana kalau habis ini?"
"Kan nanti malam Gilbert mau menginap di rumah kakek."
"Ohh iya, aku lupa."
Setelah menunggu selama hampir sepuluh menit, pintu studio 2 akhirnya terbuka juga. Felix jalan duluan, sementara aku mengekor di belakangnya.
Suasananya sangat gelap, dingin, dan sedikit menakutkan. Aku sempat berfikir dalam hati, kira-kira Kakek Rudolf bisa membuat bioskop pribadi sendiri gak ya...?
"Kita duduknya di pojok?" tanyaku.
"Iya."
Jantungku berdebar-debar rasanya. Duduk di bangku paling atas dan pojok sekali. Seperti aku akan melihat sebuah pertandingan besar aja.
"Ody, aku ---"
"Felix, aku mau ke toilet dulu ya!?" rupanya keinginanku untuk buang air kecil, sudah tidak bisa ditahan lagi.
"Mau aku anter, Dy?"
"Jangan, Felix. Nanti makanan sama minuman kita ada yang ngambil."
"Ody ---" Felix meraih tanganku. Mata kami bertemu. "Love you."
Aku cuma bisa membalasnya dengan seulas senyuman. Aku yakin, kalau Felix adalah orang yang sangat baik. Dia punya bunda dan nenek yang sangat disayanginya. Dia juga punya mobil yang bagus. Selain itu, uang sama kartu kreditnya juga banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLOUDY 2
Teen FictionOm Gerald sama Om Rama sekarang musuhan. Jika Om Rama memiliki Lee Company, maka Om Gerald pun memiliki GE Company sebagai tandingannya. Lama kelamaan, tingkah mereka semakin kayak anak kecil dan membuat kepalaku hampir pecah. Bagaimana kalau misaln...