14

701 88 7
                                    

Tepat jam 1.45 dini hari aku terbangun. Selain karena haus, aku terbangun karena mendengar suara orang yang lagi berbicara di ruang tamu.

Aku menghela saat melihat ke arah kiriku. Seharusnya Om Rama sedang tidur di sebelahku. Tapi dia tidak ada, dan meninggalkanku begitu saja setelah dia puas menyetubuhiku tiga jam lamanya.

"Om Rama ---" aku memanggilnya. Suaraku serak sekali. Mataku juga rasanya lengket sekali.

Om Rama yang sedang di ruang tengah menoleh sambil tersenyum. Kulihat ada sebotol wine dan gelas di sebelah laptopnya yang sedang dalam kondisi menyala itu.

"Om belum tidur?"

"Keingetan pekerjaan."

Aku duduk di atas pangkuannya dengan posisi memunggungi. Dia lingkarkan kedua tangannya di perutku. Kubiarkan dia menjilati leher dan telingaku.

"Itu apa om?"

Om Rama tiba-tiba menutup layar laptopnya. "Anak kecil gak usah ikut campur. Ini urusan orang dewasa."

"Aku kan sudah kuliah, Om Rama. Dan lagi, aku juga sudah sering ngentot sama om.."

Om Rama tak menggubrisku. Kini tangannya menyelinap masuk ke dalam kaosku. Aku cuma bisa menggigit bibir saat dia memilin-milin putingku.

"Om Rama sudah tahu belum?"

Dia masih aja asyik menjilati leherku.

"Kakek sudah mencabut semua aset dan harta milik Om Gerald."

Seketika Om Rama menghentikan jilatannya. "Benar dia melakukannya?"

Aku pun berlari masuk kembali ke dalam kamar untuk mengambil iPad milikku. Kuperlihatkan surat pemindah kekuasaan dari sebelumnya milik Om Gerald, yang kini berganti menjadi namaku.

"Coba om lihat ---" Om Rama mengambil alih iPadku.

"Aku mau tidur dulu ya, om. Soalnya besok aku ada ujian."

Om Rama tak menjawabku. Matanya tajam menatap layar iPadku.

Setelah aku mengambil segelas air dan kubawa kembali ke dalam kamar, sekilas kulihat wajah Om Rama yang tegang dan serius sekali.

Aku minta maaf, Om Rama. Karena setelah ini, aku sendiri yang akan mengambil alih Lee Company.





Om Rama masih tertidur pulas di kasurnya. Setelah kejadian semalam, dia sama sekali tak menyentuh tubuhku lagi. Padahal aku sudah bersiap-siap setelah mengambil segelas air minum.

Aku duduk di kursi makan, sambil membuka halaman tokopedia karena memang aku ingin membeli sebuah barang. Begitu aku mendapatkan apa yang kucari, aku pun melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu kredit dari Om Rama.

Tapi ---

"Om Rama!! Bangun, om...!!" Aku tindih tubuhnya itu. Tapi dia malah memelukku. "Om Rama, ihhhh...!!"

"Hmmm ---" sebelah matanya membuka.

"Kok kartu kredit Om Rama gak bisa dipakai?"

"Masa?" dia coba untuk mencium bibirku. Tapi aku menghindarinya. "Itu black card, Cloudy. Jadi gak ada batasan limitnya."

"Ya masa aku bohong. Orang aku cuma mau beli action figure aja kok. Soalnya kan Gilbert mau pulang habis syuting dari Raja Ampat."

"Sini saya coba ---"

Om Rama pun coba memasukkan nomer kartu kreditnya. Tapi, semua kartu kreditnya itu ditolak mentah-mentah. Dia pun sampai menelepon pihak penerbit kartu sambil marah-marah detik itu juga.

"Over limit bagaimana?! Saya ini sudah jadi anggota selama lima belas tahun! Kalian jangan macam-macam dengan saya!"

Aku ambil hape Om Rama yang satunya. Dengan wajah polos, aku mendekatinya.

"Om Rama ini apa...?" tanyaku sambil memperlihatkan layar hapenya itu. "Om Rama punya hutang banyak ya? Ini pasti gara-gara aku masuk rumah sakit kemarin.."

"Bukan, Cloudy. Kamu jangan berfikiran seperti itu."

Air mataku menitik. "Aku tidak mau menyusahkan Om Rama lagi ---"

"Cloudy ---" Om Rama memelukku. Dia mengusap-usap punggungku. "Kalau kamu sedih, saya juga ikutan sedih."

"Om Rama kerja siang malam membanting tulang. Tapi, uang Om Rama habis untuk membiayai kuliah dan kehidupanku."

"Jangan nangis lagi, Ody. Saya mohon ---"

Kuhapus air mataku. "Aku akan bilang sama kakek, supaya Om Rama saja yang mengurus GE Company."

"Kakek pasti akan marah, kalau kamu mengatakannya."

"Tapi kakek itu sangat baik kepadaku, Om Rama. Kakek tidak mungkin marah."

"Ini masalah saya, Ody! Pokoknya jangan sampai kakek tahu! Kamu paham?!"

Aku mengangguk paham. "Baiklah."

Aku bersiap untuk ke kampus. Sementara itu Om Rama sedang membuatkanku sarapan berupa roti lapis daging di dapur. Padahal sebelumnya dia tidak pernah mau melakukan pekerjaan kotor seperti ini.

"Pulang kuliah sepertinya aku harus menemui kakek di GE Company, Om Rama."

"Hmmm, bagaimana kalau nanti saya jemput terus saya antar?" kata Om Rama sambil mencium bibirku. "Kebetulan hari ini saya lagi agak longgar."

"Kakek sudah menyiapkan mobil dan supir untukku. Aku tidak mau menyusahkan Om Rama lagi."

"Supir pribadi atau temanmu si Felix itu?"

"Felix tampan, kaya, dan pintar. Tidak mungkin dia mau jadi supirku, Om Rama."

Selama sarapan, Om Rama tak bisa lepas dari hapenya. Entah apa yang sedang dia lakukan. Mungkin saat ini kepalanya sedang pusing tujuh keliling.

Selesai sarapan, Om Rama pun mandi di kamar mandi pribadi di dalam kamar tidurnya. Ada dua hape miliknya yang tergeletak di meja lampu. Tapi, selain iPhone dan samsung foldnya itu, ada satu hape lain yang ia gunakan tanpa sepengetahuanku. Dan --- aku berhasil menemukannya.

"Ody? Saya kira kamu --- sudah berangkat."

Aku kaget setengah mati waktu Om Rama tahu-tahu muncul di belakangku.

"Kamu --- apa itu?"

"Bukan apa-apa kok, om."

"Kamu jangan bohong. Coba saya lihat --" Om Rama mulai memaksa.

"Ini ---"

Om Rama terdiam. Begitu juga diriku. Lalu mata kami saling bertemu. Kemudian dia mengambil barang yang tadinya ingin kuletakkan di bawah bantalnya itu.

"Kamu ---"

"Selama aku tinggal sama Om Rama, aku kan belum pernah kasih hadiah."

"Cloudy ---" Om Rama tersenyum padaku. "Saya tidak pernah mengharapkan apapun dari kamu."

"Aku sudah pernah jalan-jalan sama Om Gerald. Aku juga sudah pernah memberikan hadiah celana dalam, kemeja, dan jam tangan. Tapi, kalau Om Rama aku belum pernah memberikan apa-apa. Padahal Om Rama itu lebih baik dan perhatian daripada Om Gerald."

"Jam ini kan mahal sekali, Cloudy --"

"Hhihii --" aku tertawa rikuh. "Tidak apa-apa, Om Rama. Kan sekarang aku memegang perusaahn GE Company. Jadi, jam tangan itu tidak ada apa-apanya bagiku."

"Cloudy --" Om Rama memelukku. Hampir aja kami berdua melakukannya lagi. "Terima kasih ya --"

"Aku sayang sama Om Rama ---"

"Saya juga sayang sama kamu, Cloudy ---"

Aku menghela dalam dekapannya. Mataku menerawang jauh kemana-mana.

Kalau Om Rama memang sayang kepadaku, kenapa om diam saja waktu perempuan itu mendorongku dari lantai dua...?

• • •


CLOUDY 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang