Bara merasa hidupnya terlalu special jika harus dihabiskan dengan masalah romansa dan segala tetek-bengeknya.
Selama ini dia merasa cukup hanya dengan teman-temannya, De Dickens.
Tapi hidup selalu punya twist-twist kecil disetiap denting waktu yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SMA Nusantara, Jakarta. Tuesday, 08 November 2016. 06.38 AM. ------------------------------------------------
Rasya hanya bisa menatap bingung saat seluruh pasang mata disana mengarah ke padanya.
Seolah hanya dirinya yang hidup disini, ia melangkah membelah koridor yang ramai ini. Semua orang berhenti dari aktivitas mereka, hanya untuk menatapnya.
Rasya menelan ludah, langkahnya yang biasanya terasa ringan kini terasa sangat berat, ia melangkah perlahan takut terlihat aneh. Salah tingkah.
"F..Fik! Fikri!!" Dia berteriak memanggil laki-laki yang berjalan tak jauh dari dirinya.
Fikri memang menoleh ke arahnya, tapi aneh, sangat aneh karena laki-laki itu mengabaikannya setelahnya, kembali berjalan tanpa menunggu Rasya.
Ada apa sebenarnya?
Rasya berlari mengejarnya, berusaha mengimbangi langkah panjang Fikri.
"Gue ada salah?" tanyanya.
Fikri melirik sekilas, kembali menatap ke depan. "Menurut lo?"
Tak mengerti. Rasya bahkan tak merasa melakukan sesuatu yang salah. "Gue nggak tau makanya gue nanya."
"Coba lo tanya sama nenek moyang lo."
Rasya berhenti mensejajari langkah Fikri, menatapnya dengan dahi mengernyit. "Dih, padahal gue nanya baik-baik, pms kali tuh orang," gerutunya.
Ia menyusul masuk ke kelas setelahnya. Hal yang sama ia dapati, semua orang disana menjadikannya pusat perhatian, sunyi, senyap, bahkan suara nyamuk yang melintas di depan Rasya pun terdengar.
Hanya dua orang yang sama sekali tak menatapnya, Fikri dan Nadira, keduanya sibuk dengan dunia mereka.
Rasya mendengus, pilih mengabaikan semuanya dan duduk di tempatnya.
"Nad, orang-orang pada kenapa sih?"
Nadira balas menatapnya, senyuman yang berbeda dari biasanya terlukis di wajah gadis itu, membuat Rasya menatapnya heran. Merasa asing.
"Ternyata lo selalu minta gue dengerin penjelasan Darell itu karena dia cowok lo?"
"Ha?" Keterkejutan tak dapat Rasya sembunyikan. Ia tertawa geli. "Apaan sih? Jangan ngelawak deh, Nad."
"Iya juga nggak apa-apa kok, mungkin emang lo pantes dapetin dia, bukannya selera lo emang yang kayak dia?"
Kalimat Nadira semakin membuat Rasya bingung, selain karena senyum sinis juga nada suaranya yang berubah, Rasya masih mencari-cari apa yang membuatnya merasa asing dengan Nadira.
"Sumpah gue nggak paham lo ngomong apaan."
Walau fokusnya pada Nadira, Rasya masih bisa mendengar bisik-bisik disekitarnya, mereka semua berbicara rendah seolah takut mengganggu percakapannya dengan Nadira, membuatnya semakin risih.