City Park, Jakarta.
Friday, 25 November 2016.
07.49 PM.
------------------------------------------------Bukan Nadira.
Rasya membeku di tempatnya karena begitu terkejut mendapati pemandangan di depannya. Kakinya bahkan bergetar ketakutan karena bunyi memekakan dari senjata-senjata api yang saling menyerang itu.
DORR!! DORR!! DORR!
Nafasnya memburu bersamaan dengan retinanya yang mengedar. Disana, meja yang harusnya terlihat indah karena terdapat bunga juga lilin diatasnya menjadi berantakan.
Dua kursi yang ada pun sudah tak berada di tempatnya. Ia dapati laki-laki itu, yang mengakui dirinya sebagai kriminal dan buronan polisi, berjalan sembari menunduk ke arah meja yang telah terbaik, bersembunyi disana kemudian mulai membidik sasarannya menggunakan senjata api yang ia genggam.
DORR!! DORR!!
Peluru melesat ke arah semak-semak. Rasya tak sempat mencerna apapun yang tengah terjadi, ia bahkan tak sadar jika sekarang ia sedang berada di tempat berbahaya.
"AFA!!"
Seseorang berteriak memanggil namanya bersamaan dengan tubuhnya yang dipeluk dengan possessive oleh sosok itu, duduk berjongkok, Rasya bahkan sama sekali tak bisa bergerak.
"Kenapa lo balik kesini tanpa bilang dulu ke gue?!"
Dengan posisi masih mendekapnya erat sembari berjongkok, orang itu berbisik tajam di samping telinganya, menyentak semua kesadaran yang ia miliki karena merasa tak asing dengan suara itu.
Sahabatnya, yang ia tinggalkan di tempat penjual jagung bakar, Fikri Ramadhan, masih tetap memeluk erat tubuhnya, menjadi perisai yang melindunginya dari perang senjata yang entah bagaimana bisa terjadi.
"F-Fik..Fikri?" Lidahnya sampai terasa kelu, sama sekali tak bisa mengatakan kalimat apapun tanpa tergagap.
"Lo aman. Gue nggak bakal biarin mereka nyakitin lo." Laki-laki itu masih berbisik tepat di samping telinganya.
Tapi anehnya bukan rasa aman yang Rasya dapati, dia malah merasa... Takut?
"F-Fik.. kenapa.. ke-kenapa mereka.." Rasya masih berusaha menguasai dirinya, mengatur nafas dan mulai berpikir dengan jernih. Ia teringat sesuatu, mengangkat wajahnya yang semula bersembunyi di dada Fikri. "DIMANA NADIRA?!"
Nadira... Nadira... Sahabatnya itu pasti tau sesuatu mengenai masalah ini, itulah mengapa sejak tadi, dia merasa gelisah.. apakah semua ini?
Rasya mendorong tubuh Fikri menjauh, mengabaikan bunyi-bunyi perang senjata yang masih belum mereda, rasanya ia lebih takut pada laki-laki di depannya ini daripada senjata-senjata itu. Rasya pun tak mengerti kenapa.
"SEMUA INI APA, FIK?!" Ia berdiri, menatap Fikri nyalang.
Fikri ikut berdiri, tak ada lagi binar hangat dan tawa menyebalkan di wajahnya. Ekspresinya kaku, matanya menyorot tajam, membuat Rasya merinding seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARAJA [NEW VERSION]
Teen FictionBara merasa hidupnya terlalu special jika harus dihabiskan dengan masalah romansa dan segala tetek-bengeknya. Selama ini dia merasa cukup hanya dengan teman-temannya, De Dickens. Tapi hidup selalu punya twist-twist kecil disetiap denting waktu yang...