Bara merasa hidupnya terlalu special jika harus dihabiskan dengan masalah romansa dan segala tetek-bengeknya.
Selama ini dia merasa cukup hanya dengan teman-temannya, De Dickens.
Tapi hidup selalu punya twist-twist kecil disetiap denting waktu yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SMA Nusantara, Jakarta. Tuesday, 29 November 2016. 06.44 AM ----------------------------------------------
"Selamat Pagi, Bu Princess..." sapa Bara seraya melongokan kepala dari dalam mobil dan tersenyum lebar, seperti biasa.
Bu Tut mengernyit, berjalan mendekat ke arah Darell dengan tatapan bingung. Beliau sampai menurunkan kacamata untuk memastikan jika ia tidak salah lihat.
"Afa?" tanyanya, lebih tepatnya memastikan bahwa yang tengah ia lihat duduk di sebelah Bara itu memang benar keponakannya, Afrasya Nazafarin.
Rasya tersenyum kikuk, kemudian mengangguk ragu. "Pagi, Bu."
Habis sudah jika sampai guru itu tau Rasya berpacaran dengan Bara, walaupun hanya pura-pura.
Mata guru bertubuh tambun itu memincing curiga, membenarkan posisi kacamatanya lagi. "Kok kalian bisa bareng?"
Berbanding terbalik dengan Rasya yang ketar-ketir takut, senyuman Bara tak memudar sedikitpun.
"Kenalin, Bu, ini pacar saya. Cantik kan?"
Bagus. Sekarang laki-laki itu malah mengatakannya secara terang-terangan. Dan kenapa pula pipinya terasa panas hanya karena mendengar Bara menyebutnya cantik?
Padahal laki-laki itu hanya menipu semua orang.
Tanpa ia duga, makalah tebal yang sedari tadi dipegang Bu Tut melayang ke wajah Bara.
"Jangan ngomong sembarangan kamu! Mana mungkin ponakan saya mau sama kamu!"
Rasya ikut meringis saat laki-laki itu mengusap wajahnya, makalah setebal itu, ia bahkan tak bisa membayangkan seperti apa rasanya.
Seolah tak membiarkan Rasya untuk bernafas dengan lega, Bara mengambil tangannya, menggenggamnya erat sembari tersenyum. "Babe, Bu Princess nggak percaya kalau kita pacaran. Coba kamu yang ngomong, siapa tau dia jadi percaya."
Demi apapun, Rasya sesak nafas!
Apa-apaan laki-laki ini, hubungan mereka hanya pura-pura, untuk apa memberi tahu semua orang?!
Plak!!
"Bab, beb, bab, beb! Lihat, ponakan saya saja takut sama kamu!" omel Bu Tut, kembali melayangkan makalah itu ke kepala Bara, membuatnya meringis sekali lagi.
Rasya jadi tak tega, tapi ia juga menikmati siksaan yang diterima Bara. Lagipula siapa yang menyuruhnya mengganggu Bu Tut?
Bara melepaskan tangan Rasya, kembali melongokan kepala keluar. "Istighfar, Bu, yang ibu lakukan ini termasuk kekerasan fisik. Pacar saya jadi takut mau ngaku kalau kami pacaran gara-gara ibu."
Dia memang sengaja memancing keributan sepertinya. Tapi tidak apa-apa, Rasya menikmatinya.