Disha melamun di bawah langit yang gelap. Setelah bicara dengan Ibunya, Disha merasa sedikit lega. Seorang Ibu memang punya ikatan batin yang kuat pada anaknya, sekalipun bukan seorang Ibu kandung, jika dia tulus menyayangi anaknya, maka dia bisa tahu isi hati anaknya.
Disha kembali mengingat masalah-masalah yang terjadi padanya beberapa hari yang lalu. Disha mengingat semua perubahan yang terjadi pada sahabatnya. Ia tidak peduli tentang Arkan, Erik, Aldo, Erland, bahkan Kayra yang menjauhi dirinya. Disha hanya memikirkan masalah dirinya dengan Varnaz di mana Disha sangat tidak bisa jika harus bermusuhan dengan Varnaz. Bagaimanapun, Varnaz satu-satunya sahabat dia.
Disha membuang napasnya untuk kesekian kalinya. Ia lalu berdecak dan berdiri.
"Oke Disha, sekarang lo cukup pikirin masalah sepele kayak gini. Sekarang lo harus balik jadi diri lo sendiri yang gak pernah peduli terhadap suatu hal. Lupakan orang lain, dan jalani hidup lo sendiri," kata Disha pada dirinya sendiri.
Disha melihat jam pada handphone nya. "Udah terlalu malem, gue harus balik, belajar, istirahat yang cukup, dan lupain semua ini," lanjutnya. Disha lalu berjalan pulang menuju asrama.
***
20 menit sebelum bel masuk, membuat gerbang awal maupun belakang dipenuhi para murid yang baru saja berdatangan.
Koridor-koridor juga dipenuhi langkah-langkah kaki menuju tempat tujuan masing-masing. Dan jangan lupakan kantin yang tidak mungkin kosong di pagi hari. Bahkan lapangan saja sudah di isi beberapa siswa yang bermain basket.
Seperti Erland, yang terpaksa datang pagi-pagi karena malas bertemu orang-orang rumah, dan akhirnya ia bermain basket bersama ketiga sahabatnya dan juga beberapa murid lainnya agar ia tidak merasa bosan, itung-itung olahraga pagi juga, lebih tepatnya ingin tebar pesona.
Suara mesin motor yang berdatangan, membuat beberapa orang beralih melihat asal suara, setelah itu mereka kembali melakukan aktivitas masing-masing.
Arkan yang baru saja datang, segera memarkir motornya dan segera turun dari motornya. Setelah itu, Arkan pergi menuju kantin, berniat membeli sarapan karena ia tidak sempat sarapan di rumah, bahkan tidak sempat menunggu Maminya yang tengah menyiapkan bekal untuknya.
Lebih tepatnya Arkan capek diperlukan bak anak kecil terus, sampai pagi-pagi ia harus sarapan dan menunggu Maminya menyiapkan bekal makanan untuknya di sekolah, padahal ia bukan anak TK lagi yang butuh bekal makanan. Mangkanya ia sebenarnya kabur.
Arkan membeli roti dan sebotol air minum, lalu duduk dan memakan rotinya itu.
Erland menoleh ke arah kantin dan ia melihat Arkan yang tengah duduk sendirian. Erland menyeringai, mengingat ia tahu kalau beberapa hari lalu mungkin sampai saat ini, Arkan tidak punya teman, yang artinya Erland tahu kalau Aldo dan Erik menjauhi Arkan.
"Woi!!" Randi menepuk bahu Erland menyadarkan lelaki itu yang terdiam dengan smirknya melihat ke arah kantin.
"Lo ngapa ngelamun pagi-pagi gini? Kesambet lo nanti," kata Ihsan merasa heran.
Erland menggerakkan kepalanya, seolah memberi kode pada kedua temannya itu untuk melihat ke arah kantin, ia juga berkata, "Noh liat!"
Randi dan Ihsan sama-sama menoleh ke arah kantin, mereka lalu mengerutkan dahi bersama-sama karena merasa tidak mengerti maksud dari Erland.
"Lo senyum-senyum barusan karena lo tertarik sama si Arkan?" tanya Ihsan terdengar bodoh.
Erland menghela napasnya gusar. "Maksud gue tuh dia lagi duduk sendirian, gak ada temen, paham lo?" ucap Erland kesal.
"Ohh... Maksud lo itu, gue kira lo tertarik sama dia, secara dia gak kalah gantengnya sama lo," ucap Ihsan dengan wajah polosnya yang segera dapat tatapan tajam dari Erland.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar
Teen FictionDua gadis kembar yang terpisahkan sejak bayi, kembali bertemu ketika mereka sedang duduk di bangku SMA. Namun, pertemuan mereka tidak membuat mereka berdua sadar, jika sebenarnya mereka itu saudara kembar yang terpisahkan. Mereka hanya tahu, bahwa d...