32. Kesepian

864 79 1
                                    

“Orang yang hidupnya kesepian, biasanya nakal, karena itulah cara mereka membahagiakan diri sendiri.”


Suasana ruangan yang hanya berisikan Disha dan Erland ini tampak sangat sepi sekali. Disha ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia tidak tahu harus mulai dari mana, sedangkan Erland sekarang tengah berbaring, dan menutup kedua matanya dengan lengan kanannya.

Saat ini benar-benar awkward sekali. Apalagi sebelumnya Disha kan sedang marah pada Erland, itu sebabnya Erland tidak mau memulai percakapan, dan lebih baik diam, agar dia tidak mengganggu Disha.

Disha yang tadi berbaring di kasur yang satunya, merubah posisinya menjadi duduk, lalu membuka tirai penghalang antara kasur yang Disha tempati dan kasur yang Erland tempati.

Disha berdeham untuk membuat suasana tidak terlalu awkward, sekaligus berhasil membuat Erland membuka tangannya yang menghalangi kedua matanya, dan Erland segera merubah posisinya menjadi duduk, berhadapan dengan Disha.

Disha menatap sinis Erland lebih dulu, membuat Erland tertawa gemas melihatnya.

"Kenapa ketawa?" tanya Disha kesal.

"Gak, lo lucu aja kalau lagi marah," jawab Erland.

"Ck. Kak lo bisa gak sih serius, lo tahu kita hampir aja di pecat dari beasiswa! Lo ngerasain gak sih, apa yang gue rasain saat Pak Davin bilang mau cabut beasiswa kita?" tanya Disha mengoceh.

"Gue sih biasa aja," jawab Erland santai.

Disha berdecak kesal. "Iya lo biasa, lo kan anak direktur sekolah ini, pasti biasa lah!" cibir Disha, membuat Erland makin gemas melihat wajah Disha yang kesal.

"Lo nguping ya tadi?"

Disha membelalakkan matanya, sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Gue... Gue gak nguping kok, gue kan punya telinga, jadi gue gak sengaja dengar!" jawab Disha angkuh.

Erland mengacak-ngacak rambut Disha gemas, membuat Disha kembali marah, karena hal itu yang paling tidak disukai Disha.

"Jangan rusak rambut gue!" pekik Disha kesal.

"Iya-iya, maaf," ucap Erland sembari tertawa kecil.

Disha menghela napasnya, sembari mendelik kesal pada Erland.

"Eh, by the way, gue tadi agak sedikit dengar soal adik lo yang sakit! Lo punya adik?" tanya Disha agak bodoh. Tentu bodoh, dia bilang soal adik Erland yang sakit, lalu kenapa Disha malah bertanya lagi apakah Erland punya adik.

Erland berpikir sejenak. "Dia bukan adik... Maksudnya dia adik... Eh, enggak, maksudnya dia anak Papa sama... Sama orang yang udah rebut Papa dari nyokap gue, dan hasilnya dia!" jawab Erland berbelit-belit.

"Ribet banget, tinggal bilang adik tiri aja susah banget,"

"Gue gak punya adik,"

"Dia itu adik tiri lo, dia juga darah Papa lo, Kak!"

"I don't care, because..." Erland menggantungkan ucapannya.

"Karena apa?" tanya Disha.

"Karena mereka bukan keluarga gue,"

"Kenapa gitu?"

"Ya bukan keluarga aja, kalau gue anak si kepsek, harusnya akui aja gue sebagai anaknya, kenapa harus banget jadiin gue babu, yang harus jagain anak cewek kesayanganya itu,"

"Lo jangan gitu, Kak, gue yakin Pak Davin itu ingin yang terbaik buat adik lo, dan satu-satunya supaya adik lo mau berobat, ya alasannya adalah lo!"

KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang