NAYLA - 20

3.1K 307 10
                                    

"Bunda, kenapa aku harus dilahirkan jika kehadiranku tak diinginkan?"

_Nayla Shaquille Assadiq

Jika saja pembantu rumahnya tidak mengecek kamar Nayla, mungkin itu hal terbesar yang akan disesali Jevan.

Sikapnya keterlaluan, ia akui. Seharusnya dia tidak bersikap kasar pada Nayla. Ia kembali membuat gadis itu merasa kecewa. Mungkin juga rasa percaya yang gadis itu torehkan padanya hilang karena sikapnya kemarin.

"Saya sudah memperingatkan, kalau pasien begini terus. Ketergunjangan mentalnya dapat membuatnya melakukan hal yang nekat. Sulit mengekspresikan emosi dapat membuatnya beralih untuk melukai diri sendiri. Saya mohon jangan sampai kejadian terus terjadi berlarut-larut, pasien bisa saja nekat untuk mengakhiri hidupnya." Ucap sang dokter yang menangani Nayla.

Dokter tersebut menatap pasien yang bernama Nayla dengan kasihan, hal ini bukan hal yang baru lagi baginya. Ia sering sekali menangani kasus seperti ini, itu sebabnya ia tidak ingin jika Nayla akan berakhir seperti pasien-pasiennya sebelumnya.

Sangat disayangkan, peran orang tua dalam hal ini sangat dibutuhkan. Anak-anak perlu dukungan mereka bukan siksaan ataupun tekanan.

Sebesar apapun kesalahan anak, orang tua tidak boleh sampai meluapkan emosi yang berlebihan atau membuat anak merasa tertekan.

Mereka hanya perlu didukung, disayangi bukan dihakimi apalagi sampai disakiti. Mereka hanya butuh kehangatan keluarga, bukan hal yang lain.

"Beri saudaramu kehangatan," ucap sang dokter lalu pergi keluar ruangan.

Jevan memandang Nayla yang masih saja betah memejamkan mata, hingga tak sengaja Jevan lihat samar-samar tangan Nayla yang bergerak disertai dengan matanya yang terbuka perlahan.

"Nayla," namun Nayla dengan cepat menjauhi kontak mata.

Jevan menghembuskan napas, "Ma-"

"Bang Jev mau bilang maaf? Basi." Nayla lebih dulu memotong perkataan Jevan.

Sorot matanya dingin, namun Jevan bisa melihat banyak kesedihan di sana.

"Abang harus bilang apa selain maaf, Nay? Maafin sikap kasar abang kemarin sama kamu, abang benar-benar minta maaf." Jevan menunduk, perasaan bersalah tersebut kembali muncul dan membuat dadanya sesak.

"Percuma, semua orang bilang maaf sampai beribu-ribu kali. Namun, itu gak nutup kemungkinan untuk mengulangi kesalahan yang sama lagi." Nayla masih tetap setia dengan nada dinginnya.

"Abang tahu, abang kerlaluan kemarin. Tapi abang nggak bisa biarin kamu nyakitin mama, anak mana yang gak kasihan ibunya mau dibunuh di depan matanya sendiri?"

"Bukan aku! Nayla gak pernah berpikir untuk bunuh budhe!" Nayla berteriak, masih tidak terima dengan tuduhan Jevan.

Bahkan Jevan masih mengira jika kemarin Nayla berusaha melenyapkan budhenya. Nayla sungguh tidak percaya, seseorang yang selama ini ia percayai penuh malah berbalik tidak mempercayainya.

Kenapa ini begitu menyakitkan?

Jevan menggenggam tangan Nayla namun tak sempat karena gadis itu menghindar.

"Pergi," tuturnya dingin.

Tak ada pergerakan dari Jevan membuat Nayla terpaksa berteriak, "Pergi! Aku bilang pergi! Nayla gak mau ketemu abang lagi!"

Jevan menggeleng, merasa tidak terima dengan apa yang gadis ucapkan. Dadanya terasa sesak, kini kepercayaan gadis itu runtuh.

"Pergi atau Nayla yang pergi dari sini?"

NAYLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang