NAYLA - 45

3K 296 35
                                    

"Kuberi jeda pada semesta, ku biarkan luka ini kembali menganga. Hingga nanti akhirnya mungkin akan sembuh sendirinya."

_Nayla Shaquille Assadiq

"Lo kerja di kafe ini?"

Nayla menoleh ketika suara Alvaro kembali membuatnya tersadar dari lamunan. Berbekal cowok itu menemukan sebuah kontrakan akhirnya Nayla bisa tinggal. Jalan satu-satunya untuk menghidupi segala kebutuhannya adalah menjual motor satu-satunya. Namun Nayla adalah orang yang berpikir jauh ke depan, maka dari itu ia memutuskan untuk berkerja karena ia tak  ingin merepotkan orang-orang terdekatnya lagi.

"Kalo gue berhasil buat kafe ini rame dengan suara gue, gue boleh jadi penyanyi di sini. Setidaknya ini perkerjaan yang lumayan gue suka." Jawab Nayla, sembari matanya menatap ke sekeliling kafe.

Alvaro manggut-manggut, "Lo yakin ngga mau pake duit gue aja? Gue bisa bantu lo kok."

Nayla memandang Alvaro lalu tersenyum. "Ngga ada jaminan gue bisa balas semua jasa-jasa lo ke gue nanti, Roo. Ya walaupun gue tahu lo nggak akan nagih semua itu, tapi tetep aja gue ngerasa nggak enak sama lo."

Alvaro mengelus pucuk kepala Nayla lembut, "Iya udah terserah lo, jangan sungkan untuk minta bantuan ke gue kalo lo butuh ya. Gue bakal selalu ada."

Nayla mengangguk kecil, "Iya. Eh, Roo lo nggak ada niatan deketin para barista kafe ini gitu? Cantik-cantik loh, lumayanlah buat lo jadiin pacar."

Alvaro berdecak, "Males, kalo baristanya lo sih gue mau-mau aja. Mereka cantik sih, tapi tipe ideal gue bukan kayak mereka."

"Trus kayak apa?" Nayla menaikkan alis, penasaran atas jawaban Alvaro selanjutnya.

"Kayak lo."

Nayla tak menduga jika jawaban Alvaro akan menyulitkannya seperti ini. Matanya mengerjap beberapa kali, mencoba menetralkan jantungnya yang tiba-tiba berdegup sangat cepat.

"Nayla, ini waktunya lo manggung. Lo udah siap 'kan?" Suara salah satu barista memecah keheningan yang terjadi, Nayla menoleh ke arah Sisil lalu ia mengangguk.

"Udah kok, oke mulai sekarang ya?"

Sisil mengangguk, "Iya udah yuk, lo udah ditungguin."

Nayla mengangguk singkat, matanya menatap Alvaro sekilas. "Lo mau tetep di sini?"

Alvaro menggeleng, "Gue juga pengin liat lo nyanyi, berapa tahun gue ngga dengerin lo nyanyi? Kangen banget gue sama suara merdu lo."

Nayla geleng-geleng kepala, ia terkekeh pelan. Alvaro masih sama saja, lebay. Yang berlindung dibalik sikap cuek. Aneh.

"Yaudah ayo."

Mereka berdua berjalan menuju tempat Nayla manggung. Sedikit banyak pengunjung kafe yang datang, yang Nayla harap mereka dapat menikmati suaranya. Walaupun Alvaro bilang suaranya merdu tetap saja Nayla tidak yakin jika suaranya semerdu itu. Namun ia harus berusaha menampilkan yang terbaik.

Nayla menghembuskan napas. Dengan langkah panjangnya ia naik ke atas panggung. Tersenyum ramah pada pengunjung yang kini duduk menghadap ke arahnya.

"Untuk hari ini saya persembahkan sebuah lagu. Selamat menikmati suara yang mungkin tak semerdu yang kalian kira. Resapi dan nikmatilah." Nayla berucap, lantas sorakan tepuk tangan menggema dari para pengunjung.

Setelah mengatakan lagu apa yang ingin ia bawakan, suara alunan musik menggema. Nayla menatap Alvaro yang kini mengacungkan jempol sembari berteriak kecil menyemangatinya. Nayla membalasnya dengan senyum manis.

NAYLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang