NAYLA - 54

4.7K 347 71
                                    

"Aku tidak ingin pernah menjadi dewasa, karena menjadi dewasa adalah yang hal menyakitkan."

_Nayla Shaquille Assadiq

Nayla turun dari taksi dengan bantuan dari budhenya. Setelah mengatakan bahwa ia ingin pulang ke rumah secepatnya pada dokter, Nayla diperbolehkan untuk pulang.

Ratih menuntun Nayla yang masih terlihat lemas dan kesulitan berjalan.

"Setelah ini kamu tidur ya, jangan banyak gerak. Inget kata dokter tadi 'kan?" Ratih tersenyum, mengusap pucuk kepala Nayla penuh sayang.

Nayla mengangguk lemah dan tersenyum tipis sebagai jawaban. Masih tak menyangka jika wanita yang selama ini sangat membencinya kini sikapnya berubah drastis. Namun Nayla bersyukur karena ia bisa merasakan bagaimana rasanya di sayang oleh seorang ibu.

Seperti doa-doanya yang dikabulkan, Nayla bersyukur atas itu. Ditengah kalut yang semakin berlarut, Nayla harap ia bisa bertahan hidup. Bayang-bayang kenangan lama masih terus menghantuinya di setiap malamnya. Ketika ia beranjak semakin dewasa, Nayla makin mendapatkan segala kesulitan. Semakin dewasa ia harus banyak diterpa masalah yang tidak bisa ia  keluhkan pada siapapun seperti waktu kecil.

Sejatinya Nayla tidak pernah ingin menjadi dewasa. Karena pada dasarnya hal itu sering kali membuatnya terluka.

Ketika Nayla ingin melangkahkan kakinya masuk ke dalam gerbang suara yang sangat kental di telinganya ia dengar. Nayla menolehkan kepala, benar saja orang itu datang setelah berkali-kali Nayla menolaknya. Setelah berkali-kali Nayla mengusirnya dari hadapannya kali ini sosok itu muncul.

Datang mengusik dan memancingnya untuk berisik.

Nayla menoleh pada Ratih, menyuruh wanita itu untuk masuk lebih dulu. "Budhe duluan aja, aku nggak papa."

Ratih tersenyum tipis, semoga saja baik Nayla dan Devano bisa menyelesaikan masalah mereka dengan baik-baik. Ia hanya tak ingin jika hubungan keduanya bertambah buruk karena kesalahpahaman yang ada.

Setelah memastikan Nayla baik-baik saja, Ratih melangkah untuk masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Membiarkan kedua insan itu untuk saling berbicara dan menyelesaikan semuanya.

Baik Nayla dan Devano keduanya beradu mata. Menyalurkan segala rasa yang ada melalui tatapan mata, tak kuasa kedua insan itu untuk tidak saling bicara. Walau rasanya sangat sulit untuk mengatakan sebuah kata.

"Nayla...." Devano berjalan mendekat, kali ini tak membiarkan Nayla untuk menghindar lagi.

Dengan satu tarikan Devano berhasil mendekap tubuh rapuh Nayla. Cairan bening itu keluar dari pelupuk matanya. Tentunya, Nayla bisa merasakan jika Devano tengah menangis.

Entah kenapa melihat itu membuat hatinya ikut tercubit, sedetik itu juga air matanya meluncur deras membasahi pipinya.

"Jangan...jangan pergi lagi." Suara Devano bergetar, sebagai seorang laki-laki Devano gagal menjaga seseorang yang ia sayang.

Tak peduli dengan rumah, harta, motor atau segala kemewahan yang selama ini Devano miliki, tentunya kehilangan seseorang yang ia sayang tentu lebih besar jauh di bandingnya.

"Lo yang maksa gue untuk pergi." Nayla melepaskan pelukan, menatap Devano dengan sorot terluka. "Pada dasarnya, semua sikap lo yang memaksa gue untuk menjauh. Semua segala rasa sakit yang lo beri...semuanya memaksa gue untuk pergi, Van."

Devano menggeleng, kali ini cowok itu terlihat sangat rapuh. "Lo segalanya buat gue, Nay."

Nayla tersenyum pahit. Kebohongan lagi, berapa banyak kebohongan yang cowok itu ucapkan?

NAYLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang