[follow dulu sebelum membaca]
-selesai-
Widya memiliki hobi yang sama dengan kebanyakan wanita remaja pada umumnya, ia sangat suka dengan hal berbau romantis termasuk novel romantis. Suatu hari, sahabatnya merekomendasikan sebuah novel yang sedang h...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Putri!!"
Vanya memutar bola matanya begitu melihat Juna berlari dengan penuh kekhawatiran kearah Putri.
Kini Vanya berdecih remeh saat melihat betapa penuh kehati-hatiannya Juna saat berusaha menolong Putri.
Juna menatap Vanya, "Van! Bantuin dong!"
Vanya kini menurunkan tangannya yang sedari tadi bersedekap di depan dada. Tatapan penuh kejijikan kini tercurah penuh ke arah Putri sekarang.
Sungguh. Ia benar-benar tak tahu kalau ternyata bukan Vanya lah sang antagonis, tapi Putri. Okey, memang ia sudah punya feeling tentang itu, tapi Vanya sama sekali tak menyangka Putri benar-benar dalang dibalik semua ini.
Ia benar-benar menyesal sudah meminta maaf dan bersikap baik kepada wanita sialan itu. Tahu begini mending ia kasar saja dari awal.
"Van!" Bentak Juna lagi.
Namun bukannya menjawab. Vanya malah mengangkat kedua jari tangannya, yang sukses menampakkan sepuluh jari tangannya yang tertutupi oleh kuteks berwarna pink menyala.
"Aduh… sorry ya? Gua abis cat kuku nih. Gua gamau kuku gua ancur cuma buat ngebantuin cewe kaya dia" Ucap Vanya dengan sudut bibir yang terangkat.
Bagai terkena sambaran petir disiang bolong, Juna terdiam begitu mendengar balasan Vanya.
Tunggu…
Vanya tak kembali menjadi jahat kan?.
"Lagian kakinya juga gak patah kan? Bisa jalan kan. Manja banget" Gumam Vanya yang tentu saja bisa didengar jelas oleh Juna dan Putri.
"Lagian juga udah ada lu kan? Bantuin tuh. Pacarnya" Ketus Vanya kemudian berbalik dan menjalan menjauhi kedua pasangan serasi itu.
Vanya kembali berdecak kesal saat merasakan ada yang menarik tangannya. Dan tentu saja Juna lah yang menjadi dalangnya.
"Lepas" Ucap Vanya ketus.
Namun bukannya melepas, Juna justru mempererat genggaman tangan itu dan menarik tubuh Vanya dengan kasar sehingga membuat jarak diantara keduanya kian menipis.
Keduanya kini beradu tatap. Tapi bukanlah tatapan manis yang biasanya dilemparkan oleh sepasang kekasih, melainkan tatapan kejam nan dingin.
"Lu kenapa? Kenapa lu berubah?" Ucap Juna tanpa mengalihkan pandangannya kearah Vanya.
Sekali lagi Vanya merotasikan bola matanya, "Yang lu maksud berubah apa?" Ucap Vanya tak kalah tajam.
Vanya sedikit menyipitkan matanya seraya menahan rasa sakit saat Juna sekali lagi mengeratkan genggamannya.