Yooooo!!!! Sori lambat update, yaaa :D kemaren- kemaren ada TO, so, yeah. Thanks buat yang udah vomment, ya! :D hope you like this chapter!!!
Di helikopter, Melody pergi ke pojokan dan duduk memeluk lutut. Ia memikirkan tentang apa yang akan terjadi terhadap Nash. Ia merasa agak marah dan sedih karena Rita tak membiarkan helikopter untuk menembaki sekelompok anak remaja yang ada di hotel itu. Namun Melody tahu bahwa itulah yang terbaik. Ia harus menyelamatkan Nash dengan mengikuti rencana dari Falcon.
Ia memandangi tubuh Bob yang tergeletak di sampingnya. Ia masih belum sadarkan diri, tentu saja. Rita dari tadi juga memandangi Bob dan Melody secara bergantian. “Tenanglah, kita akan menyelamatkan Nash, kau tahu itu,kan?” kata Rita. Melody mengangguk pelan. Beberapa detik kemudian, Melody berkata kepada Rita, “Jangan terlalu sering menatap Bob!”
Alis Rita mengerut, “Apa?” Melody memutar kedua bola matanya, “Aku bilang, jangan terlalu sering menatap Bob, ” Rita masih terlihat bingung, “Memang kenapa?” “Karena aku yang memandang Bob pertama kali!” balas Melody. Rita memutar kedua bola matanya, “Kau bercanda? Aku bahkan tak menyukainya, Melody. Lagipula akulah yang pertama kali melihatnya dibanding dirimu,” Melody yang awalnya merasa sangat sedih merasa lebih baik.
“Yah, maksudku bukan melihat secara harfiah. Namun, memperhatikan,” balas Melody dengan malu. “Yah, pokoknya nanti begitu ia dibawa ke lab dan percobaan berhasil kau bisa bersama dengannya, kan?” kata Rita. Mereka berdua pun tersenyum.
***
Cam telah mengikat Nash di sebuah kursi dan meletakkannya di tengah- tengah kamar. Bim, Wendy, Cam, dan Trilly (yang belum sadarkan diri) sedang berkumpul di kamar Cam. Trilly masih tergeletak di ranjang. Cam duduk di lantai karpet dan memandangi Nash dan Trilly secara bergantian. Ia terlihat cemas.
“Aku tak yakin apakah ikatan itu cukup bagi Nash,” kata Bim. Wendy melemparkan kacang polong ke kepala Bim. "Apa?” tanya Bim kesal sambil mengelus kepalanya. “Ini bukan saatnya untuk bercanda, kau tahu!” jawab Wendy. “Aku bahkan tak bercanda!” balas Bim. “Kalian berdua, ayolah! Hentikan!” kata Cam dengan lesu. Mungkin Cam mulai menyadari bahwa Falcon itu benar- benar kejam terhadap mereka semua. Dengan cara tertentu.
Wendy tidak tahu harus melakukan apa. Ia sebelumnya telah berganti pakaian. Begitu juga dengan Bim dan Cam. Mereka telah berkumpul di kamar Cam sejak sejam yang lalu dan masih terasa sunyi. “Kita harus memikirkan cara untuk membawa Bob kembali,” usul Wendy.
Bim duduk disebelah Wendy di ranjang. Bim menunjuk ke arah Trilly yang terbaring di belakang mereka. “Kurasa kita harus menunggunya untuk bangun. Trilly tak akan suka ketika mendengar bahwa Bob telah dibawa pergi,” lanjut Bim. Wendy terdiam. Ia menatap snack kacang polong yang ia genggam di tangannya. Snack yang biasanya terasa enak tersebut entah kenapa tidak terasa terlalu menarik untuk saat ini.
“Kita harus menunggu kepastian tentang di mana Bob berada,” kata Cam. “Kalau begitu kita yang harus mencarinya, bukan?” tanya Wendy. Kemudian, Bim meminta snack yang sedang dipegang Wendy, dan melemparkan beberapa butir kacang polong ke kepala Nash. “Apa- apaan?” tanya Wendy kesal. “Habisnya ia menyebalkan sekali. Wajahnya seakan- akan terlihat bahagia padahal Bob telah ditangkap!” kata Bim. “Itu sangat konyol! Berhenti, oke? Kau hanya membuang- buang makanan,” protes Wendy.
Bim terlihat sangat jengkel namun ia menahannya. Ia menggumam, "Kalau saja mau, sekarang aku akan menarik semua rambutmu," namun ternyata terdengar oleh Wendy. "Memangnya kenapa kau tidak mau?" tanya Wendy kesal. Bim terlihat kaget, "Karena, um, karena... kau pasti akan menangis bila aku melakukannya!" Bim bingung harus bagaimana menjawabnya. "Konyol," balas Wendy sambil memutar kedua bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empty Street
Science Fiction'Saat melihat pemandangan di luar, lututnya tiba- tiba melemas dan ia pun terjatuh pelan di depan pintu' Wendy Train terbangun suatu pagi dengan menyadari beberapa hal yang ganjil. Orang tuanya sedang pergi ke negara lain dengan alasan pekerjaan, ja...