Give Up On Me

126 24 1
                                    

Benda tipis itu terus bersuara, menunjukkan panggilan dari nomor yang sama sejak tadi pagi. Amber menatap nama panggilan kesayangannya itu dengan diam, tanpa berniat untuk mengangkatnya. Untuk beberapa menit ia menahan nafas, sudah lebih dari seminggu semenjak ia meninggalkan wanita itu dengan berdalih urusan pekerjaan, selama itu juga Amber tidak pernah menghubungi wanita itu dengan benar.

Amber selalu menyibukan diri seharian, bekerja tanpa henti hingga terkadang melupakan asupan nutrisi hingga malam hari. Lalu setibanya di kamar hotel tempat dirinya menginap, ia baru akan mengangkat panggilan dari wanita itu mengatakan jika dia sedang kelelahan dan butuh istirahat.

Sesungguhnya Amber tidak berbohong, ia benar-benar butuh istirahat, menenangkan pikirannya sejenak untuk semua tekanan yang dia dapatkan sekaligus secara bersamaan. Keluarga yang menentang hubungannya dengan Krystal, kenyataan tentang Minho yang tidak sebaik dilihat.

Akhirnya Amber mengetahui alasan wanita itu tidak pernah bisa menyembuhkan diri.
Bagaimana Krystal bisa terlepas dari masa lalunya ketika semua keburukan itu masih berkeliaran disekitarnya?

Mungkin Amber harus memberikan hadiah untuk Krystal karena bisa bersikap seolah Minho masih menjadi kakak terbaik setelah dulu pernah memasukkannya ke dalam rumah sakit jiwa, atau memberikan tepuk tangan paling keras kepada Minho karena masih bisa bernafas tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

Astaga, kenapa Minho begitu jahat pada wanita itu?

Amber tidak bisa memikirkan alasan yang paling masuk akal yang dapat membuat Minho melakukan hal sekejam itu, mengingat bagaimana Krystal selalu memuji, membanggakan bahkan berkata bahwa Minho adalah tumpuan hidup wanita itu.

Memang benar kata orang, jangan pernah percaya dengan sesuatu yang tampak baik di depan karena bisa saja ada yang salah dengan mereka.

Nama Kai terlintas di kepalanya. Seseorang yang juga andil dalam ketidakwarasan wanita itu. Pria yang sudah membuat Krystal mengandung anaknya. Hanya dengan memikirkan hal itu, Amber merasakan sedikit nyeri di bagian dada kirinya. Membayangkan jika wanita itu pernah mencintai seseorang lebih dalam sebelum bertemu dengannya, melakukan kegiatan sehari-hari dengan membawa buah hati mereka di dalam perutnya. Senyum wanita itu tidak pernah hilang selalu menunjukkan tawa pada Kai sambil mengelus perutnya yang sudah membesar.

Harusnya Amber senang, setidaknya dulu Krystal pernah bahagia meski tidak bersamanya, atau dia harus merasakan sedih karena sadar jika dulu tidak ada dirinya dalam hidup wanita itu?

Lalu sekarang, apa yang terjadi dengan anak mereka?
Mungkin suara yang sering didengar oleh Krystal adalah halusinasi dari anaknya yang sudah..

Ya Tuhan, apa yang Amber pikirkan. Bagaimana ia bisa berfikir jika wanita itu sudah menghabisi anaknya sendiri.

"Kamu tidak akan mengangkat telpon itu?"

Kata seorang wanita yang sudah duduk di ujung kasur, menatap Amber yang masih betah telungkup diatas tempat tidur sambil terus melihat pada ponselnya yang terus berburnyi.

Pria itu menghela nafas, melirik malas wanita itu. Hal terburuk dari segala yang terburuk yang datang menimpanya adalah, masa lalunya datang kembali.

"Kalau kamu tidak berniat mengangkatnya, lebih baik sekarang kamu mandi. Kita sudah memiliki janji untuk makan dengan orangtuaku dan orangtuamu nanti" kata Irene lembut.

Amber tetap diam dalam posisinya, tidak berniat mendengarkan perkataan wanita itu karena fokusnya sekarang sedang tidak dalam kondisi baik jika Krystal masih terus menghubunginya. Sekarang dia merasa seperti sedang berselingkuh dibelakang Krystal, namun ini juga salahnya karena berakhir memilih bersama dengan Irene. Bukan sepenuhnya keinginannya, karena ia sendiri tidak begitu sadar ketika mendapati wanita itu berada di dalam apartementnya tadi malam.

Saved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang