Majapahit |14

1.3K 166 2
                                    

Aku menengok ke kanan dan kiri mencari Hayam Wuruk, agak sedikit panik karena Aku tidak mengenal siapapun disini.

Sampai tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari arah belakang. Aku terhenyak kaget, perlahan Aku membalikkan tubuhku. Aku gemetar bukan main, takutnya itu adalah bandit atau preman pasar yang tadi kulihat di ujung jalan.

1, 2, 3!

"Nada!"

"Hayam Wuruk?! Astaga Kau darimana? Aku mencarimu daritadi!" Karena masih dalam keadaan shock Aku refleks memegang erat jemari Hayam Wuruk.

"Hey ada apa? Maaf-maaf tadi Aku pergi ke arah sana. Ini lihat apa yang Aku beli untukmu," Hayam Wuruk menangkup sebelah pipiku lalu menunjukkan sesuatu yang sejak tadi dia sembunyikan dibelakang tubuhnya.

"Apa ini?"

"Selendang ini akan terlihat sangat cantik jika dipakai olehmu yang cantik juga,"
Dia membentangkan selendang berwarna navy dengan sedikit aksen bunga putih diujungnya.

"Wah cantik sekali, terima kasih banyak!"

"Kau suka?"

"Hm, sangat suka!"

"Sudah Aku duga, Kau akan menyukainya karena kau adalah perempuan sederhana. Tidak terlalu suka kemewahan, benar?"  Aku hanya mengangguk menanggapi ucapannya, toh itu memang benar.

"Lihat apa yang Aku beli untuk Puterimu! Bagaimana?"

"Luar biasa, dia akan terlihat sangat cantik memakai ini."

"Benar! Ayo kita kembali, Hari sudah menjelang sore. Kau bilang Mahapatih akan kembali 'kan? Ayo!"

"Tunggu dulu, pakai ini. Seperti ini," Hayam Wuruk menyampirkan selendang itu pada leherku, jadi kedua sisinya menggantung indah sampai kepinggangku.

Diperjalanan kembali ke istana perhatian kami teralihkan pada seorang gadis kecil yang kupikir usianya baru 6 tahun. Gadis itu dibentak, dimarahi, bahkan dit*ndang oleh seorang pria paruh baya penjual beras.

"Pergi Kau gadis bod*h! Tidak akan ada sumbangan untuk gadis tidak berguna sepertimu!" Teriak Pria itu sambil mendorong bahu gadis kecil itu sampai dia terhuyung dan ditangkap oleh Hayam Wuruk.

"Kau baik-baik saja Nak?" Tanya Hayam Wuruk pada gadis itu. Dia tidak menjawab, hanya mengangguk sambil menangis.

"Tuan, apa salahnya? Apa dia mencuri barang jualanmu?" Hayam Wuruk terlihat tenang, tapi Aku tahu dia sangat marah.

"Bukan mencuri, Tuan! Dia ini terus saja meminta sumbangan setiap hari, membuat kepalaku pusing!"
Dia tidak sadar bahwa yang mengajaknya bicara adalah seorang Maharaja.

"Lalu kenapa Kau menendang dan mendorongnya? Kalau kau tidak mau atau tidak bisa memberi sumbangan tidak apa, katakan baik-baik tidak perlu bersikap kasar seperti ini," nada bicara Hayam Wuruk tetap tenang tapi menakutkan.

"Cih! Gadis kasta rendah, miskin, tidak berpendidikan seperti dia tidak pantas diperlakukan seperti manusia!"

"Keterlaluan Kau!" Hayam Wuruk sudah akan memberikan bogem mentah pada pria itu, tapi Aku menahan tangannya.

"Sudahlah Tuanku, jangan membuat keributan. Tenangkan dirimu," Aku mengusap tangan Hayam Wuruk, dan menyebutnya 'Tuanku' karena apalagi yang harus aku katakan? Kami sedang dalam masa penyamaran.

"Kau mau menghajarku?! Silakan! Berani sekali Kau, memangnya kau ini siapa hah?! Bertingkah seperti Maharaja saja, Cih!"

"Kau akan lihat apa yang bisa Aku lakukan padamu!"
Hayam Wuruk beralih pada gadis kecil yang sedang menangis dalam pelukanku.

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang