Majapahit |12

1.5K 169 5
                                    


"Hey Maharaja! Aku bukan tipe wanita seperti itu ya! Lagipula 'kan sudah kukatakan bahwa terlalu percaya diri itu tidak baik. Sudahlah aku mau makan buah bersama Ningrum! Permisi Yang Mulia Maharaja Sri Rajasanagara,"  Nada meninggalkan ruangan itu dengan bersungut-sungut yang mengundang kekehan dari Hayam Wuruk.

"Apa tadi katanya? Tipe? Hal apa itu?" Gumam Hayam Wuruk.

...

Hari sudah malam, bulan bersinar sangat terang seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun Aku tetap tidak bisa tidur, karena besok adalah hari pengiriman rempah ke Inggris. Setelah semua yang terjadi, rasanya seperti tidak percaya kalau Aku benar-benar telah melakukan semua yang terbaik yang Aku bisa.

Aku berdiri dibalik jendela kayu yang kubiarkan terbuka, menatap langit malam berhias bintang dan bulan. Menikmati sapuan angin menerpa wajahku.

"Kenapa belum tidur?" Aku terhenyak kaget saat suara itu membuyarkan tatapanku pada bulan.

"Hayam Wuruk, kau membuatku kaget saja!"
Ya, si pemilik suara itu adalah Hayam Wuruk, dia datang ke kamarku malam-malam begini? Apa yang akan dipikirkan orang-orang nanti?

"Haha, Maaf-maaf. Kau belum menjawab pertanyaanku,"
Hayam Wuruk berdiri tepat disebelahku.

"Tidak tau, tidak bisa tidur saja," ucapku tanpa memalingkan wajahku dari langit.

"Kau sendiri? Kenapa masuk ke kamar seorang gadis tengah malam begini?" Sambungku.

"Aku juga tidak bisa tidur makanya Aku berjalan-jalan diluar sambil bercengkrama dengan rembulan, dan Aku melihat jendela kamarmu terbuka. Jadi, Aku pergi kesini."

"Tapi ini tidak benar Hayam Wuruk, bagaimana omongan orang lain nanti?" Aku tidak pernah berduaan dikamar bersama laki-laki selain Papa.

"Siapa yang berani membicarakan seorang Maharaja, Nada?"

"Terserah kau saja lah," Nada menyerah.

"Benda apa yang kau pegang itu Nada?" Hayam Wuruk melirik kearah ponsel yang tadi sempat kugunakan untuk memotret bulan.

"Ini? Ini namanya ponsel, tadi aku mengambil gambar bulan yang bersinar sangat indah. Lihat ini!" Aku menunjukkan foto bulan yang tadi ku ambil.

"Wah, hebat sekali! Bagaimana bisa?"

"Ya, ini namanya teknologi. Aku tidak bisa menjelaskannya padamu, intinya kemajuan di masa depan seperti ini." Aku bingung bagaimana cara untuk menjelaskannya pada Hayam Wuruk.

"Masa depan sepertinya menakjubkan ya?"

"Begitulah. Oh ya Hayam Wuruk, berdirilah disana menatap bulan! Aku akan mengambil gambarmu." Aku mundur beberapa langkah kebelakang.

"Seperti ini?"  Hayam Wuruk berdiri menatap bulan dan siap untuk aku potret.

"Iya, tahan sebentar 1, 2, 3!" Aku berhasil memotretnya, menampilkan siluet lelaki gagah dan begitu kharismatik.

"Sudah?"

"Hm, lihat ini!" Aku menunjukkannya.

"Luar biasa! Tidak bisakah kita ada dalam satu gambar bersama?"

"Bisa saja, tunggu sebentar!"
Aku berjalan ke arah kasur dan menyimpan ponselku disana dengan disandarkan pada bantal, Aku mengaktifkan timer lalu berlari ke arah Hayam Wuruk dan tidak sengaja tersandung kain jarik yang kugunakan. Sehingga tubuhku limbung, Hayam Wuruk memegang pinggangku dan tanganku refleks berpegang pada pundaknya. Cekrek!  Astaga pose keromantisan yang tidak disengaja.

"Maaf-maaf aku tersandung tadi," Aku segera berdiri dengan benar.

"Kau baik-baik saja?"

"Ah tentu saja! Mari kita ulang dengan gaya yang benar!"

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang