Majapahit |3

2.5K 245 10
                                    

"Ayahanda!" Seorang gadis kecil berlarian diikuti oleh dua orang pelayan yang terlihat kelelahan mengejarnya.

"Ayahanda!" Dia menghampiri Hayam Wuruk dan memeluk kakinya. Apa tadi katanya? Ayahanda? Ah jadi dia sudah menikah dan punya anak.

"Ada apa putri ayah yang cantik? Kenapa kau berlarian begini?" Hayam Wuruk menangkup wajah anak itu.

"Aku tidak ingin makan itu ayah! Aku ingin makan ayam bakar, bukan sayuran!" Gadis itu merengek pada Ayahnya.

"Jadi dia adalah putrinya Hayam Wuruk dan Sudewi? Kusumawardhani?" Batinku.

"Kamu harus makan putriku, kalau tidak bagaimana kamu akan tumbuh jadi penguasa hebat seperti Ayahanda mu ini?" Hayam Wuruk begitu menyayangi putrinya.

"Tuan Puteri yang cantik, apa kau tahu? Di luar gerbang istana banyak anak-anak yang tidak bisa makan karena tidak punya makanan sama sekali jadi, selagi kita masih punya makanan untuk dimakan kita tidak boleh menolaknya," aku berusaha membujuknya.

"Benarkah itu Bibi?" Ah dia menggemaskan sekali.

"Benar sekali Tuan Puteri, jadi apa kau mau makan sekarang?" Tanyaku padanya.

"Iya Bibi, tapi maukah Bibi menyuapiku?"

"Ah tentu saja anak manis, ayo duduk dibawah pohon itu!" Aku mengajaknya kebawah pohon Kantil. Hayam Wuruk mengikuti kami dari belakang.

Aku mulai menyuapinya di bawah pohon Kantil itu sambil menceritakan beberapa dongeng yang pernah kubaca saat mengedit beberapa bacaan di kantor.

" Bibi! Bibi ini berasal dari mana? Aku baru pertama kali melihat Bibi di sini, apa Bibi temannya Ayahanda? Bibi terlihat sangat cantik." Ya ampun anak kecil tidak pernah bohong 'kan?

"Terima kasih anak manis. Bibi berasal dari Sunda, untuk itu kamu bisa menanyakannya langsung pada Ayahandamu itu,"

"Ah baiklah, Ayahanda! Apa Bibi cantik ini adalah temannya Ayahanda?"

"Ya Tuan Puteri ku, dia memang teman Ayahanda, atau bahkan lebih dari teman," duh dia ini kenapa sih? Dari tadi selalu membuatku ambigu.

Lebih dari teman itu kan bisa apa saja, ah aku ini tamu. Ya tamu, lebih dari teman 'kan?

Selesai menyuapi Kusumawardhani ternyata hari sudah menjadi gelap aku memutuskan untuk kembali ke kamar.

"Hayam Wuruk ini sudah malam Aku ingin beristirahat,"

"Baiklah kalau begitu tapi Nada, bukankah kamu tadi ingin mengatakan sesuatu? katakanlah! aku akan mendengarkannya,"

"Tidak Hayam Wuruk ini sudah cukup larut sebaiknya kita kembali. kita bisa bicara besok,"

"Ah baiklah kalau begitu mari kuantar,"

"Tidak perlu Hayam Wuruk kau bisa kembali ke kamarmu dan beristirahat aku bisa sendiri,"

"Apa kamu hafal jalan kembali ke kamarmu?"

"hehe tidak sih," aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal sama sekali.

"Dasar kau ini, ayo!" Dia mengacak rambutku dan terkekeh manis. Tolong ya dikondisikan hatinya!

Di tengah perjalanan ada seorang pria dewasa yang berpenampilan rapi, Maksudku dia terlihat seperti anggota kerajaan. Dia menghampiri Hayam Wuruk dan menunduk hormat.

"Salam Yang Mulia,"

"Ya Bahuwirya, katakan ada apa kau menemuiku malam-malam begini?"

"Yang Mulia, orang-orang dari Kerajaan Inggris akan tiba di Majapahit besok pagi tapi penerjemah kita belum kembali dari penaklukan bersama Patih Mada, bagaimana ini Yang Mulia?" Sepertinya dia memang anggota kerajaan, atau Menteri dimasa depan.

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang