Majapahit |24

1.1K 124 6
                                    

Saat Aku melangkahkan kaki keluar kamar, tiba-tiba ada seseorang yang menghentikan langkahku.

"Nyimas Nada, Kau mau ke mana?"

"Eh, salam, Yang Mulia Ratu." Kenapa ada Sudewi disini?

"Kau mau ke mana dengan pakaian tertutup seperti ini?

"A-aku mau ke lapangan belakang istana,"

"Lapangan belakang? Untuk apa?"

"Menemui Maharaja, Yang Mulia."

"Oh begitu. Kau pasti sudah ditunggu, ya olehnya?"

"Iya, Yang Mulia,"

"Baiklah, kalau begitu pergilah,"

"Apa Yang Mulia Ratu butuh sesuatu?"

"Ah tidak, kebetulan Aku lewat sini dan tidak sengaja melihatmu keluar kamar,"

"Ah baiklah, kalau begitu Aku permisi dulu, Yang Mulia."

Aku bergegas menuju ke lapangan kuda tadi, Aku cukup terkejut melihat Sudewi ada disana. Tapi dia mau apa lewat ke bagian kamar-kamar tamu? Ah sudahlah, lagipula dia, 'kan Ratu. Dia bisa pergi kemanapun yang dia mau.

Aku sampai di lapangan dengan napas memburu, capek juga jalan dari kamar kesini.

"Ras, katanya kau mau berganti pakaian tadi?" Hayam Wuruk heran melihatku masih mengenakan jarik dan selendang yang tadi.

"Ini, tinggal Aku buka saja. Tunggu disini, Aku mau melepasnya dulu," Aku berjalan sedikit bergeser kearah samping kandang kuda.

"Jangan mengintip!"

"Iya-iya baiklah!"  Kata Hayam Wuruk.

"Nah sudah, Ayo!" Aku menarik pergelangan tangan Hayam Wuruk, sedangkan dia hanya diam memperhatikanku dari atas ke bawah.

"Hey! Kenapa diam saja?" Aku melambaikan tangan didepan wajah Hayam Wuruk.

"Maharaja!" Aku menyentak tangannya.

"E-eh? Ehm, Ayo!"

"Kau kenapa diam begitu tadi?"

"Aku takjub melihatmu,"

"Eh? Maksudnya?"

"Kau tampak lain dengan pakaian seperti ini, maksudku terlihat lebih cantik. Aura-mu berbeda dengan ketika Kau menggunakan kemben dan jarik."

"Terima kasih. Ya, pakaian gadis-gadis di masa depan kurang lebih seperti inilah. Tapi bukannya Kau sudah pernah melihatku memakai ini? Waktu dipantai hari itu,"

"Ah iya, tapi tentu saja lain. Saat itu, 'kan Kau tidak sadarkan diri."

"Benar juga, sih. Ya sudah ayo berlatih!"

Aku berdiri disebelah Hayam Wuruk, memperhatikan dia mulai dari berinteraksi dengan Bidu sampai cara menaiki punggung Bidu.

"Kau harus menginjak bagian ini untuk naik, pegang talinya seperti ini. Lalu sedikit melompat, dan yap! Kau bisa duduk,"

"Apa dia tidak akan mengamuk?"

"Tidak jika kau berhati-hati dan bersikap tenang. Cobalah!"

"Pertama injak ini untuk naik, pegang talinya, lalu..." Aku mempraktikkan apa yang diajarkan Hayam Wuruk tadi.

"Lalu melompat sedikit, ayo 1..2..3!" Sambung Hayam Wuruk. Dihitungan ketiga, Aku berhasil duduk diatas punggung Bidu.

"Setelah ini bagaimana?"

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang