Majapahit |42

737 110 6
                                    

Setibanya Nada dan Eyang di pasar, pedagang yang pertama mereka tuju adalah pedagang kelapa. Eyang butuh santan untuk membuat kue pesanan pelanggan itu. Lalu sayup-sayup Nada mendengar pembicaraan 3 orang laki-laki yang berada tak jauh dari posisinya dan juga Eyang.

"Kerajaan kita berada dalam bahaya!" ucap salah satu pria diantara mereka, dengan rambut diikat. 

"Bahaya bagaimana? Bukankah semuanya baik-baik saja?" sahut yang lain.

"Iya, Maharaja juga ada di istana, bahaya apa maksudmu?"

"Hey kalian berdua belum tahu?"

"Tahu apa?"

"Maharaja Sri Rajasanagara sakit keras!" Saat mendengar ucapan pria itu, sontak perhatian Nada langsung mengarah pada 3 orang lelaki itu sepenuhnya.

"Maharaja sakit keras? Sakit apa?" Tanya salah satu lelaki itu.

"Aku tidak tahu pasti Maharaja itu sakit apa, tapi aku dengar sakitnya parah sekali sampai tabib terhebat dari negeri Tiongkok juga didatangkan tapi Maharaja belum juga sembuh," Nada membatin mendengar itu. 

"Hayam Wuruk sakit keras," batin Nada.

"Sejak kapan Maharaja sakit? Kenapa aku baru dengar kabarnya, ya?"

"Sudah lebih dari satu purnama, aku juga mendengar kabar ini dari temanku yang bekerja sebagai prajurit di istana,"

"Semoga Maharaja cepat sembuh dan kembali memimpin kerajaan kita seperti sedia kala."

"Ya semoga saja. Jika Maharaja sakit maka musuh akan mudah menyerang kerajaan kita."

"Iya benar."

...

Nada's Point of View

Aku benar-benar terkejut ketika mendengar kabar bahwa Hayam Wuruk sakit, apalagi katanya sakitnya sudah lebih dari sebulan. Sebenarnya aku sudah tidak ingin lagi peduli padanya, aku ingin membuangnya jauh dari pikiranku dan hari-hariku. Tapi mendengar bahwa ia sakit dan keadaannya mengkhawatirkan aku jadi memikirkan kondisinya. Bagaimanapun pria itu sudah sangat berbaik hati memberikanku kehidupan yang layak di Majapahit.

"Nduk, kamu dengar pembicaraan orang-orang di pasar tadi?" Tanya Eyang saat kami sedang mengolah kue pesanan.

"Soal apa, Eyang?" tanyaku.

"Maharaja sedang sakit keras, Nduk." 

"Iya, Eyang aku tidak sengaja dengar." jawabku tidak bersemangat.

"Apa kamu merasa kasihan ketika mendengar kabar itu?"

"Iya, Eyang. Maharaja itu pelita kerajaan Majapahit yang luas ini, bagaimana seluruh kerajaan akan bersinar terang jika pelitanya redup?"

"Eyang tahu itu, Nduk. tapi maksud Eyang bukan itu."

"Lalu apa, Eyang?" tanyaku bingung.

"Hatimu, Nduk. Eyang paham kalau kamu merasa gelisah sekarang, apa kamu masih belum ingin kembali?"

"Aku tidak tahu, Eyang. Aku bingung, hatiku masih terlalu sakit jika mengingat hari itu."

"Coba kamu buka sisi lain dari hatimu itu, Nduk. Sisi yang berisi cinta, kasih sayang, lemah lembut. bukan sisi yang gelap, penuh dengki, amarah, dan dendam."

"Akan aku pikirkan, Eyang. Terima kasih banyak sudah memperlakukan aku dengan baik, Eyang."

"Sama-sama, Nduk. Eyang senang ada kamu disini, jadi ada teman dan ada yang bantu Eyang."

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang