Majapahit |41

764 95 11
                                    

Hayam Wuruk's Point of View

"Terima kasih, Sudewi. Terima Kasih banyak, semoga hidupmu selalu bahagia."

"Itu semua bukan apa-apa, Kangmas. Semoga hidupmu juga selalu bahagia,"

"Aku pergi dulu, ya?" aku menanggapinya dengan anggukan kepala.

Sepeninggal Sudewi aku berpindah ke kamar Saras, begitu aku masuk ke kamar itu aku langsung merasa sesak. Wanitaku terluka karena aku, kenapa aku bisa begitu gegabah mengatakan hal semenjijikan itu pada seseorang yang aku cintai? Aku duduk di atas ranjang yang biasa ditempati oleh Saras, harum tubuhnya menguar dari bantal dan juga kasur ini. 

tok..tok..tok..

"Masuk!" 

"Salam, Yang Mulia. Hamba diperintah oleh Paduka Sori untuk mengantarkan makanan untuk Yang Mulia." ucap seorang pelayan dengan nampan makanan di tangannya.

"Letakkan saja di sana!" Aku memintanya untuk menaruh makanan itu di atas meja, lalu pelayan itu pamit pergi.

Mataku tertuju pada hal lain di lantai dekat pintu kamar. Ada nampan makanan lain? Ah! tadi Saras masuk ke kamar ini dengan membawa nampan itu, aku ingat betul bagaimana dia bergegas menaruh makanan itu dan berlari memelukku, tapi aku malah membuatnya terluka. Aku terus menatap nampan tersebut, itu artinya Saras belum makan. 

tok..tok..tok..

"Masuk!" Siapa lagi sih?

"Salam, Yang Mulia. Maaf, Yang Mulia kami belum berhasil menemukan Saraswati Raani, kami sudah mencarinya keseluruh area sekitar istana tapi kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaannya,"

"Bod*h! Prajurit sebanyak kalian tidak berhasil menemukan seorang wanita? Dia pasti belum jauh, cari terus sampai kalian menemukannya! Aku tidak mau tahu, jangan kembali sebelum kalian berhasil membawa Saras ke hadapanku! Cepat!" 

"Maafkan aku, Ras. Aku berjanji akan menemukanmu, jika tidak maka aku akan tiada karena menyesal."  batinku. 

"Aku tidak bisa berdiam saja, aku akan mencarimu kemanapun kau pergi, Ras."

...

Pagi ini Nada hanya duduk di belakang rumah Mbah dan Eyang, pikirannya melayang entah kemana. Hatinya terlalu sakit untuk sekadar merindukan sosok lelaki tangguh penguasa Majapahit itu. Sudah berhari-hari sejak pertama kali ia datang ke rumah ini, Ningrum tidak datang membawakan barang yang ia minta. Nada khawatir dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Ningrum? Apakah dia baik-baik saja? atau dia terbunuh karena menyembunyikan keberadaannya? 

Kalian pasti bertanya-tanya kenapa Nada bisa tahu kalau ia sedang menjadi buronan saat ini, ya itu karena fajar berikutnya setelah Nada melarikan diri dari istana Hayam Wuruk membuat pengumuman besar-besaran bahwa siapapun yang berhasil membawa Nada kembali ke istana tanpa melukainya sedikitpun maka ia akan mendapatkan imbalan yang besar. 

Pada akhirnya, disinilah Nada. Hanya bisa berada di dalam rumah Mbah dan Eyangnya Ningrum saja, kedua orang tua itu sangat baik, mereka melindungi Nada dari kejaran para Prajurit. ya, bukan sekali dua kali prajurit-prajurit istana itu datang ke rumah ini, tapi Mbah dan Eyang selalu berhasil membuat mereka pergi tanpa melihat Nada, entah bagaimana caranya. 

"Nduk, ini ada surat. Bacalah, sepertinya ini buatmu karena Mbah dan Eyang tidak bisa membaca," Mbah menepuk pundak Nada yang sedang melamun di pintu belakang rumah.

"Surat ini dari siapa, Mbah?" tanya Nada.

"Mbah, ndak tahu. Tadi dibawa sama burung merpati, sekarang sudah terbang lagi burungnya, Mbah tinggal ya, Nduk, Mbah mau memasak air dulu."

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang