Majapahit |23

1.1K 124 1
                                    

"Ras..." Hayam Wuruk bicara pada siapa? Aku menengok kesana kemari mencari siapa orang yang baru saja dia panggil, hasilnya nihil. Tidak ada siapapun kecuali kami berdua disini. Oh tidak, ada 2 orang Prajurit diujung jalan.
Tidak mungkin, 'kan dia bicara se-pelan itu pada orang yang berada jauh dari kami?

"Ras, kenapa kau diam saja?"

"Kau bicara pada siapa sih, Hayam Wuruk?"

"Ya padamu, siapa lagi?"

"Hah?"

"Iya, itu adalah panggilan say-

"Maaf, Yang Mulia, Nyimas. Ini air yang Nyimas minta," belum sempat Hayam Wuruk menyelesaikan kalimatnya, Ningrum datang membawa air minum yang Aku minta setelah pertemuan tadi.

"Ah, terima kasih, Ningrum. Letakkan saja disini,"

"Saya permisi, Yang Mulia, Nyimas." Kata Ningrum yang Aku balas dengan anggukan.

"Katakan, Hayam Wuruk. Kau tadi bicara pada siapa?"

"Padamu. Itu adalah panggilan sayangku untukmu,"

"Apa? T-tapi, Ras? Apa maksudnya?"

"Iya, gelar yang Aku berikan padamu, 'kan Saraswati Raani. Apa Kau tahu artinya?"

"Tidak,"

"Raani artinya adalah Ratu atau Permaisuri, Saraswati adalah lambang kecerdasan dan ilmu pengetahuan. Jadi, Aku akan memanggilmu Saraswati, boleh?"

"Eh? Ehm.. terserah padamu saja,"

"Kenapa wajahmu merah begitu?"

"Ti-tidak, mana ada merah!"

"Kau cantik sekali saat tersipu begitu,"

"Hayam Wuruk, hentikan! Aku maluuu!" Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku.

"Hahaha, iya baiklah. Aku akan berhenti,"

"Omong-omong, gelar yang kau berikan itu bagus, ya? Artinya juga sangat baik,"

"Tentu saja, semuanya untukmu harus yang terbaik,"

"Terima kasih banyak,"

"Sama-sama,"

"Ras, Aku sudah diskusi dengan semua petinggi istana, termasuk Mpu Yada dan Mpu Kisnori. Mereka bilang pembangunan gedung sekolah akan selesai sekitar satu purnama,"

"Satu purnama? Ah satu bulan?!"

"Oh, Kau menyebutnya satu bulan ya?"

"Iya, 30 hari,"

"Selama itu, Kau bisa menyiapkan dulu segala sesuatu yang akan diperlukan untuk mengajar. Jika perlu sesuatu katakan saja padaku,"

"Iya baiklah."

"Hayam Wuruk!"

"Hm?" Saat Aku panggil namanya, dia menoleh sambil mengangkat alisnya, menggemaskan sekali.

"Aku ingin belajar berkuda,"

"Berkuda? Untuk apa?"

"Kenapa Kau bertanya begitu? Ya, karena Aku ingin saja,"

"Tapi, Ras. Berkuda itu hanya untuk laki-laki, perempuan cukup duduk di tandu saja."

"Hayam Wuruk, Aku, 'kan sudah bilang laki-laki atau perempuan itu sama saja. Kenapa masih saja belum mengerti?"

"Baiklah kalau begitu, akan Aku ajarkan. Tapi Kau harus berhati-hati, berkuda cukup berbahaya jika tidak hati-hati."

"Iya, Aku mengerti. Kau tidak perlu khawatir, yang akan mengajariku, 'kan dirimu. Iya, 'kan?"

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang