Majapahit |17

1.3K 163 0
                                    

"Bagaimana Mpu Ranalawa? Apalagi yang akan kau katakan sebagai pembelaan diri?"

"Yang Mulia, ini semua tidak benar! Mereka berdua berbohong, hey anak kecil jangan bicara yang tidak-tidak ya!"

"Apa mungkin, anak sekecil itu berbohong? Didepan seorang Maharaja pula, jangan mengelak lagi akui saja!" Hayam Wuruk mulai terlihat naik pitam.

"Aku tidak melakukan apapun, Yang Mulia! Aku bersumpah demi kesucian keponakanku Sudewi!"

"Hentikan! Jangan berani-berani menyebut nama Ratu Majapahit untuk perlakuan bejat seperti ini!" Meledak sudah amarah yang sedari tadi ditahannya.

"Adanu! Bawa masuk saksi terakhir!"

Saksi ketiga itu masuk, dia adalah seorang pria yang tangan dan kakinya dirantai. Dia masuk dengan pengawalan dua orang prajurit disisi kanan dan kirinya.

"Dengar Mpu Ranalawa, setelah mendengar kesaksian dari pria ini, Aku jamin Kau tidak akan bisa berkata apapun lagi untuk membela dirimu sendiri!"

Semua orang yang ada dalam ruang sidang itu hanya bisa diam, karena suasananya sangat menegangkan. Akupun begitu, baru kali ini Aku melihat Hayam Wuruk se-marah itu.

"Kau! Katakan siapa dirimu, dan apa peranmu dalam kebakaran itu!" Hayam Wuruk menunjuk pria yang sedari tadi tertunduk itu.

"A-aku Kirtiman, Aku adalah anak buah Mpu Ranalawa," pria itu mengangkat kepalanya, dan lemaslah tubuh Mpu Ranalawa.

"Malam itu Aku dan empat orang temanku yang lain mendapat perintah dari Mpu Ranalawa untuk membakar gudang rempah diistana Majapahit, Kami tidak tahu apa tujuannya, Kami hanya dibayar dan disuruh untuk melakukannya. Kami kira Kami sudah cukup cepat untuk bisa melakukan aksi itu dan melarikan diri, tapi Aku tertangkap setelah empat orang yang lain membunuh salah satu prajurit yang mengejar Kami ke arah hutan. Ampuni Aku, Yang Mulia. Aku mengakui kejahatanku, Aku bersedia berada dalam tahanan seumur hidupku tapi jangan bunuh Aku,"  Pria bernama Kirtiman itu gemetar hebat, dan menangis tersedu sedan.

"Bagaimana Mpu Ranalawa? Apalagi yang akan Kau katakan? Anak buah mu sudah tertangkap basah!"

"Ampuni Aku, Yang Mulia. Maafkan Aku!" Akhirnya dia minta maaf dan tidak lagi mengelak, mari kita dengar apa alasannya.

"Katakan apa alasanmu membakar gudang itu?! Kenapa Kau bisa melakukan hal serendah itu?! Kau ini Pamannya Ratu Majapahit, apa terlintas di pikiranmu kalau kebakaran itu bisa saja melukai keponakan dan cucumu?! Apa alasannya Ranalawa?! KATAKAN!"

"Aku melakukannya demi kebahagiaan keponakanku, Yang Mulia! Aku akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya!"

"Apa yang Kau katakan? Kebahagiaan seperti apa? Apa menurutmu selama ini Paduka Sori tidak bahagia?! Lalu apa hubungannya dengan gudang rempah itu?!"

Aku semakin tidak mengerti, kalau Mpu Ranalawa menyayangi Paduka Sori, lalu kenapa dia membakar gudang rempah itu? Padahal itu adalah upaya untuk kesejahteraan kerajaan yang dipimpin suami keponakannya.

"Tidak! Kau tidak pernah mencintai keponakanku Maharaja! Kau tidak pernah membalas cintanya yang tulus, selama ini dia sudah cukup menderita hidup bersama denganmu, lalu perempuan itu datang dan menambah luka dihati Sudewi!"
Aku terkejut saat Mpu Ranalawa menunjuk Aku, Aku salah apa?

"Apa salahnya?! Kau bahkan tidak mengenalnya, Ranalawa!"

"Apa salahnya? Cih! Dia datang entah darimana, lalu merebut hatimu hanya dalam hitungan hari, Maharaja! Sudewi saja yang sudah mendampingimu bertahun-tahun tidak pernah mendapatkan cinta darimu, lalu sekarang Kau memiliki wanita lain?! Bayangkan bagaimana terlukanya keponakanku itu, Maharaja!"

"Cukup Ranalawa! Hentikan omong kosong mu itu! Atau akan Aku pengg*l kepalamu saat ini juga!" Mahapatih Mada  berdiri dan mengeluarkan pedangnya.

"Aku sama sekali tidak takut, Mahapatih. Aku rela melakukan apapun untuk keponakanku. Sungguh malang nasibmu keponakanku, suami yang selama ini kau harapkan cintanya malah memilih wanita lain,"

Aku tidak tahu lagi harus bereaksi seperti apa, Aku tidak seburuk itu. Rasanya tubuhku sudah sangat lemas. Aku ingin pulang, memeluk Mama dan Papa.

"Tahu apa Kau tentang kehidupan istana, Ranalawa?! Jangan melewati batasanmu, atau Kau akan merasakan akibatnya!" Hayam Wuruk mulai memerah, dan mengepalkan jari-jarinya.

"Aku tahu, Maharaja! Aku tahu! Saat Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi, Puteri Dyah Nertaja, dan Kau tidak bisa menjalankan perdagangan dengan Inggris bukannya meminta Sudewi untuk melakukannya, Kau malah memilih Perempuan tidak jelas itu! Saat Kau sedang tidak bertugas, Kau lebih memilih untuk menghabiskan waktumu dengan Perempuan itu! Bukan dengan istri sah dan anakmu!"

Aku hanya bisa diam menahan tangis dan sesak dalam dadaku, bila tidak ada orang disini sudah pasti Aku akan berteriak sekencang mungkin, rasanya ingin lari dari sini. Pergi yang jauh, hingga tidak bisa ditemukan.

"SUDAH CUKUP RANALAWA! KAU BENAR-BENAR TELAH MELEWATI BATASANMU!" Suara Hayam Wuruk menggelegar bagai petir saat badai.

"Prajurit! Bawa dia ke penjara bawah tanah! Biarkan dulu dia disana, sampai nanti akan kuputuskan hukuman yang tepat untuknya!"

"Sidang Aku tutup, silakan kembali keruangan masing-masing!"
Setelah Hayam Wuruk menutup sidang, Aku langsung berlari dari sana. Kemana saja, pokoknya Aku ingin lari.

"Nada, tunggu! Tunggu dulu Nada!" Hayam Wuruk berusaha mengejarku, tapi Aku telah melesat sangat jauh.

Aku berlari terus sampai di taman istana, Aku duduk dibawah pohon kantil. Tidak peduli kalau ada lelembut atau semacamnya, Aku sedang kalut saat ini.

Aku memeluk kedua kakiku dan menenggelamkan wajahku diatas lutut, menangis sekuat yang Aku bisa.

"Kenapa Aku tidak bisa bahagia? Disini atau di masa depan, Aku selalu berada dalam kondisi yang sulit dan terhimpit. Aku ini bukan wanita serendah itu! Hayam Wuruk mencintaiku dan Aku tidak pernah meminta atau memaksanya sama sekali!"

"Aku diminta melakukan perdagangan itu oleh Ibunda Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi, Aku tidak pernah memaksa untuk diberikan tugas itu, bahkan Aku menolak!"

"Kenapa?! Saat Aku mulai nyaman dengan sosok laki-laki yang mampu mengayomi dan melindungiku, kenapa semua ini muncul? Aku tidak pernah berniat jahat sama sekali! Apa salah dicintai seorang Maharaja?!"

"Nada!" Suara itu mengalihkan perhatianku, kalau kalian pikir itu adalah Hayam Wuruk, kalian salah. Itu adalah Adanu.

"Adanu? Kenapa Kau kesini? Aku sedang ingin sendiri, tolong pergilah!"

"Nada, bisakah saat ini Aku menjadi temanmu? Seorang teman harus saling membagi suka dan luka nya satu sama lain, fungsi dari seorang teman adalah mendengarkan dan berbagi jalan keluar. Kau bisa menceritakan semuanya padaku kalau Kau mau, lupakan segala peraturan kerajaan tentang Seorang Rakryan dan temannya Maharaja. Saat ini Aku adalah temanmu,"

"Adanu, Aku tidak tahu dosa apa yang telah Aku perbuat sampai Aku menerima penghinaan sebesar ini. Dipermalukan di sidang istana, dihadapan banyak orang. Bahkan untuk kesalahan yang tidak pernah Aku mengerti,"

"Kau tidak bersalah, Nada. Pada dasarnya jika seseorang membencimu, dia tidak butuh kesalahan yang Kau lakukan untuk bisa menghancurkanmu,"

"Tapi bahkan Kami tidak saling mengenal, kenapa dia tega melakukan itu? Aku tidak mengerti sama sekali, Aku kacau sekali saat ini Adanu. Aku ingin pulang menemui Ayah dan Ibuku, tapi Aku tidak bisa,"

Adanu menarik kepalaku untuk bersandar pada bahunya, Aku tidak memikirkan apapun saat ini, Aku hanya butuh sandaran. Aku sedang hancur.

Dibelakang sana, Hayam Wuruk yang tadinya mau menghampiri Nada, mengurungkan niatnya. Karena dia melihat perempuan yang dia cintai, sedang berbagi luka dengan pria lain. Kau terlambat Hayam Wuruk.







Tbc.

Semua yang tertulis dalam cerita ini adalah murni imajinasi penulis, bukan kejadian sejarah yang sebenarnya.

-Mettadian

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang