Epilog

1.6K 93 11
                                    

Di suatu pagi yang dingin di kota Bandung, seorang perempuan berkuncir kuda tengah bersiap untuk berangkat bekerja. Mahika Nada Swastika. Ya, Nada telah kembali pada dunianya, pada keluarganya, pada rumahnya, pekerjaannya, dan tentu pada kenyataan hidup yang sebenarnya. 

Setelah berpamitan pada Mamanya, Nada segera melajukan mobil kesayangannya untuk membelah jalanan kota Bandung yang masih basah bekas hujan malam tadi. Sudah satu tahun sejak ia keluar dari rumah sakit dan kembali bekerja. Semua kenangan tentang hal itu tidak pernah terlewat sedikitpun dari kepalanya. 

Hari itu, Nada membuka matanya di sebuah ruangan yang terang dan di dominasi warna putih. Ia mendengar suara perempuan paruh baya yang begitu ia rindukan, perempuan itu menangis sambil mengucap syukur karena anak perempuannya yang tidak sadarkan diri selama satu minggu itu telah tersadar. Banyak pertanyaan dalam benak Nada, bagaimana ia bisa ada di rumah sakit? Kenapa waktunya pergi ke Majapahit selama bertahun-tahun itu hanya satu minggu masa depan? Orangtuanya mengatakan kalau mereka mendapat telepon dari kepolisian kalau putri mereka ditemukan tenggelam di laut. 

Nada mengingat semuanya, ya, semuanya. Saat malam itu ia menghanyutkan dirinya di Pantai Parangkusumo, saat ia mendengar janji manis seorang Maharaja Hayam Wuruk yang berjanji akan datang menjemputnya, saat ia merasakan dekapan hangat dan kecupan lembut Sang Penguasa Majapahit itu untuk terakhir kalinya sebelum ia harus menunggu entah sampai kapan. 

Saat terbangun dari komanya setelah sepekan, Nada langsung menangis. Ia menangisi semuanya, pikirannya berkecamuk. Ia merasa begitu jahat karena telah meninggalkan Hayam Wuruk, ia merasa bersalah karena membiarkan laki-laki yang dicintainya itu merindukannya, Nada juga merasa begitu kejam karena telah meminta Hayam Wuruk untuk mencari dan menyusulnya. Harusnya ia membiarkan Hayam Wuruk hidup bahagia dengan istri dan anaknya saja, 'kan? Lalu ia akan terluka menyimpan cinta dan menahan rindu ini sendirian? Tidak, Nada tidak bisa. 

Argh! Kenapa mencintai seseorang harus semenyakitkan ini? Pikir Nada. 

"Sampai kapan aku harus menunggu, Hayam Wuruk? Rindu ini benar-benar menyiksaku," Gumam Nada di tengah kegiatan mengemudinya.

"Apa kau akan benar-benar datang? Aku tidak ingin berharap banyak, lalu terluka semakin dalam." 

"Apapun itu, aku hanya ingin kau segera datang dan menepati janjimu itu. Aku terluka berpisah denganmu seperti ini." Nada mengecup cincin bermata hijau yang tersemat di jari manisnya itu, simbol pengikat antara dirinya dengan cintanya.

Nada menghela napas dan menghentikan monolognya ketika mobilnya berhenti di area parkir tempatnya bekerja. Hidup harus terus berjalan, dengan atau tanpa Hayam Wuruk.

Nada melangkahkan kakinya memasuki ruangan tempatnya bekerja.

"Selamat pagi Nadaaa!" Itu suara Bella, teman sekantornya yang cukup dekat dengan Nada.

"Pagi juga, Bell." Jawab Nada datar sambil menaruh tasnya di atas meja kerjanya.

"Duh masih pagi gini kok lemes banget, Neng. Lo sakit?"

"Nggak kok, Bell. Mood  gue lagi kurang bagus akhir-akhir ini."

"Kok bisa? Lo dighosting si Fikri, ya?" Perlu kalian tahu, Fikri itu teman satu kantor Nada yang kata Bella sih suka pada Nada.

"Aduh bukan itu, Bella. Gue lagi nggak mood aja, lagian gue nggak ada apa-apa kok sama Fikri."

"Oh yaudah bagus kalau gitu. Kalau si Fikri itu macem-macem sama lo, bilang aja sama gue, Nad!"

"Haha iya, Bell. Makasih ya." Bella ini cerewet, tapi baik hati.

Tidak lama kemudian, bel berbunyi nyaring menandakan waktu bekerja sudah dimulai. Nada segera menyalakan komputernya dan memulai pekerjaannya seperti biasa.

Belum lama Nada hanyut dalam pekerjaannya, Bella kembali bicara. Kali ini agak sedikit berbisik, karena jam kerja sudah dimulai.

"Nad, lo tau nggak sih?"

"Nggak."

"Ih gue belom ngomong apa-apa!"

"Tau apa sih?"

"Pak Adiwirata udah pensiun." Adiwirata adalah atasan Nada di kantor penerbitan ini.

"Loh, sejak kapan? Kok gue baru tau?"

"Lo kan sakit lumayan lama, Nad. Jelas aja lo nggak tau."

"Terus yang gantiin posisi Pak Wira siapa?"

"Katanya sih ada, hari ini dateng tuh penggantinya Pak Wira,"

"Anaknya bukan, Bell?"

"Bukan sih kayaknya. Anaknya Pak Wira 'kan jadi dokter dua-duanya."

"Iya juga sih ya."

"Tunggu aja, paling bentar lagi dateng deh orangnya."

Setelah itu, Nada dan Bella kembali larut dalam pekerjaan mereka masing-masing.

"Selamat pagi semuanya. Maaf mengganggu waktunya sebentar, sekarang kita diminta untuk berkumpul di lobby utama untuk menyambut kepala pimpinan kita yang baru menggantikan Pak Adiwirata. Terima kasih."

Semua pegawai di sana segera berkumpul di lobby utama untuk menyambut pimpinan baru mereka, termasuk Nada. Sebenarnya Nada tidak berminat sama sekali untuk mengikuti acara ini, tapi paksaan dari Bella dan juga rasa tanggung jawabnya pada perusahaan memaksanya untuk berdiri di lobby ini.

Bisik-bisik suara para pegawai Wanita mulai terdengar saat pria bertubuh tinggi, tegap, dengan rambut klimis memasuki lobby utama bersama dengan seorang pria yang Nada kenal sebagai Pak Adiwirata.

"Selamat pagi semuanya!" Sapa Pak Wira yang dijawab serentak oleh semua orang disana.

"Saya akan memperkenalkan pada kalian semua, pimpinan baru perusahaan ini. Beliau ini sudah lama tinggal di Singapura, dan kembali ke Indonesia untuk menggantikan saya memimpin perusahaan ini. Silakan perkenalkan dirimu." Pak Wira meminta pria itu untuk memperkenalkan dirinya di hadapan para pegawai, tapi Nada masih saja menunduk memainkan ujung sepatunya ke atas lantai.

"Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya Rajasanagara kalian semua bisa panggil saya Pak Raja. Saya disini akan menggantikan Pak Adiwirata memimpin perusahaan ini, saya harap kita bisa bekerjasama dengan baik." Saat mendengar suara dan nama itu, Nada langsung terhenyak. Kenapa suara dan nama pimpinan barunya itu sangat mirip dengan Hayam Wuruk? Ini sebuah kebetulan yang sangat tidak terduga. 

Nada langsung mengarahkan pandangannya pada pria bernama Raja itu, tapi sayang sekali posisinya tidak memungkinkan untuk melihatnya sebab terhalang oleh pegawai lain yang tingginya melebihi dirinya.

Keringat dinginlangsung keluar dari tubuh Nada, ia tidak ingin banyak menaruh harap. Selama ini rindunya sudah cukup begitu menyiksanya, jangan tambah lagi dengan sesuatu yang tidak memenuhi ekspektasi dan harapannya. 

Biarlah takdir berjalan dengan semestinya, Nada tidak akan berekspektasi apapun. Jika Hayam Wuruk dan dirinya memang ditakdirkan untuk bersama, sejauh apapun mereka berdua terpisah pada akhirnya mereka akan dipersatukan, bukan? Ini akan menjadi rahasia semesta, kau, aku, kita semua tidak ada yang mengetahuinya.

Selesai.


Semua yang tertulis dalam cerita ini adalah murni imajainasi penulis, bukan kejadian sejarah yang sebenarnya.

Thank You so much! 

With Love,

Mettadian.

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang