Majapahit |18

1.2K 153 3
                                    

Hayam Wuruk Point of View

Pagi itu, saat Aku melihat Nada dan Adanu berjalan bersama rasanya Aku marah sekali. Aku sudah mengungkapkan perasaanku pada Nada, tapi dia tidak memberikan tanggapan apapun. Aku mengerti mungkin dia terkejut karena Aku terburu-buru, tapi Aku tidak lagi bisa menahannya.

Aku cemburu? Ya jelas saja Aku cemburu, melihat perempuan yang Aku cintai berjalan dan tertawa bersama pria lain, rasanya menyesakkan.

Saat sidang pengadilan, mendengar alasan Mpu Ranalawa membuatku marah bukan main. Dia menghina Nada didepanku dan didepan banyak orang, dia bahkan tidak mengenalnya tapi berani sekali melakukan hal buruk padanya. Aku akui memang pernikahanku dengan Sudewi bukanlah atas dasar cinta, tapi Aku rasa tidak mungkin jika Sudewi tidak bahagia. Aku menyayanginya dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kebahagiaannya. Hidup bersama selama bertahun-tahun  dan memiliki satu orang Puteri ternyata tidak cukup membuktikan kalau pernikahan kami bahagia dan baik-baik saja.

Bukankah hal yang wajar jika seorang Raja memiliki lebih dari satu istri? Aku tahu Sudewi pasti merasa sedih ketika mengetahui kalau Aku dekat dengan Nada, tapi percayalah tidak ada sedikitpun niat untuk melukai hatinya.

Nada adalah jawaban atas doa dan pintaku pada Yang Kuasa, sejak menikah dengan Sudewi Aku selalu memohon agar Aku bisa hidup bahagia dengannya atau jika bisa Aku ingin seseorang yang dapat membuat hatiku bergetar saat melihat senyumnya, dan hal itu Aku temukan pada Nada.

Melihat dia lari keluar dari ruang sidang istana sambil menangis, hatiku terluka. Aku ingin mengejarnya tapi larinya sangat cepat, ketika Aku hendak menghampirinya ternyata Adanu ada disana, lagi-lagi dadaku sesak. Aku terlambat, Nada telah berbagi kesedihannya pada Adanu bukan padaku.

Saat ini Aku tidak bisa egois, Aku tahu Nada sangat terluka dan dia butuh sandaran. Siapapun itu, sekarang ini dia pasti hanya ingin didengarkan dan ditenangkan. Baik Adanu atau Aku sama saja, yang penting Nada bisa tenang dulu dan berdamai dengan keadaan, Aku akan menemuinya nanti
Saat ini Aku butuh bicara dengan Sudewi.

Aku berjalan untuk menemui Sudewi, dia mungkin belum tidur. Dan benar saja saat Aku sampai dikamar dia masih terjaga.

"Sudewi, kenapa Kau belum tidur?"

"Kangmas, Kau? Ehm tidak tahu kenapa Aku tidak bisa tidur. Rasanya seperti ada hal buruk yang terjadi, Aku gelisah sejak tadi,"

"Sudewi, maukah Kau mendengarkan Aku malam ini?"

"Tentu saja, Kangmas. Kapanpun Aku akan mendengarkanmu, ada apa?"

"Berjanjilah untuk baik-baik saja setelah mendengar ini ya?"

"Kangmas, Kau membuatku takut,"

"Sudewi, Aku tahu Kau sangat menyayangi Pamanmu Ranalawa. Kau bahkan sangat dekat dengannya, tapi apa Kau selalu menceritakan setiap hal yang terjadi diistana ini kepadanya?"

"Paman Ranalawa? Tidak, Kangmas. Bahkan Aku hanya bertemu dengannya ketika dia datang kesini saja, selebihnya Aku tidak pernah berkirim surat atau kabar dengannya,"

"Sungguh?"

"Sungguh, Kangmas. Aku tidak pernah berbohong padamu, setelah sekian lama Aku baru bertemu dengannya lagi tadi pagi saat perayaan. Aku sangat merindukannya, memangnya ada apa Kangmas sampai Kangmas bertanya seperti itu?"

"Sudewi maafkan Aku, tapi Pamanmu adalah dalang dibalik konspirasi kebakaran gudang rempah itu,"

"Apa?! Bagaimana mungkin Paman pelakunya?!"

"Sudah Aku duga Kau akan bersikap begini,"

"Tapi kenapa Paman melakukannya, Kangmas? Kenapa dia sampai melakukan itu?"

Majapahit | Cinta Tanpa Akhir (Selesai - Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang