****
Sehabis mengganti pakaian Renata, Dilla keluar menuju lantai bawah berniat membawakan teh hangat untuk Renata. Tapi matanya menangkap siluet Mavin yang sedang duduk di ruang tengah. Dilla tampak tak menghiraukan pria itu. Yang jelas dia harus membuatkan Renata teh hangat, karena dari tadi gadis itu terus menggigil dan meracau kedinginan. Padahal ia sudah menyelimutinya dengan selimut setebal mungkin.
"Teh buat siapa?"
Mavin menoleh mendapati perempuan itu sedang berjalan sambil membawa segelas teh hangat.
"Renata, dia terus kedinginan. Jadi gue buatin teh hangat"ujar Dilla.
"Buat gue mana?"
"Ada tuh"tunjuk Dilla kearah dapur.
"Bahan-bahanya, tinggal bikin"setelah itu Dilla melanjutkan langkah nya menuju kamar Renata. Mavin yang mendengar hal itu, hanya mendengus sebal.
Dilla menaruh teh hangat nya di atas nakas dekat ranjang Renata. Gadis itu terus menggigil, bibirnya tidak pernah berhenti bergerak. Dia tidak tega melihat Renata seperti ini.
"Ayo Ren bangun,gue bawain teh hangat. Siapa tau rasa dingin lo bisa hilang" Renata sama sekali tidak merespon. Berbicara saja dia tidak kuat. Tubuhnya seakan lemas. Di tambah kepalanya yang terus berdenyut.
"Astaga! Tubuh lo panas banget! "Dilla meringis. Saat telapak tangannya bersentuhan dengan dahi Renata.
"LO DEMAM!" seru Dilla panik saat sadar. Ia segera berlari keluar kembali menuju arah dapur. Dan di sana Mavin terlihat sedang menyeduh teh hangat.
"-Mana i-tu apa kain cepet!!!"sahut Dilla terburu-buru. Hingga Mavin kemudian mengerutkan kening nya.
"Apa sih! Ngomong yang jelas, kain apaaan? Buat apa?"cerca Mavin.
"Renata demam! Cepet ambilin kain anjir!" saking panik nya. Dilla bahkan sampai mengumpat.
Mavin melototkan matanya. Dengan cepat ia membawa kain dari lemari dan membasahkan nya lewat keran air. Bergegas menuju ke arah kamar Renata. Dilla tidak langsung mengikuti Mavin. Dia sibuk mencari P3K memilih obat guna menurunkan panas. Dan tak lupa segelas air.
Keduanya tampak panik, panasnya sama sekali belum turun. Mavin sudah berkali-kali mencelupkan kainnya ke dalam wadah kecil. Begitu pula obat yang dibawa oleh Dilla. Obat itu sama sekali tidak berefek. Setelah beberapa saat Renata meminumnya.
Lalu Mavin membuka kedua mata Renata yang tengah terpejam. Memeriksanya.
"Kita ke rumah sakit sekarang. Ini bukan demam biasa!"seru Mavin setelah mengecek kedua mata Renata. Jangan lupakan bahwa pria itu mengambil jurusan kedokteran. Tentu saja dia paham gejala apa yang di rasakan adiknya. Oleh sebab itu ia harus cepat-cepat membawa Renata ke rumah sakit. Sebelum terlambat.
Dengan cepat Mavin meraih tubuh ramping Renata. Menggendong nya menuju mobil dan disana sudah ada Dilla di bagian kemudi.
"Ayo cepat Dil!!!"
Dilla segera menancapkan gasnya menuju Rumah sakit. Beruntung sekarang sudah malam. Tak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Gadis itu kembali menancapkan gasnya di atas rata-rata. Air matanya lolos begitu saja, sejak tadi ia berusaha menahannya. Berpura-pura kuat supaya Renata tidak semakin menangis. Namun melihat Renata yang terus merintih kesakitan. Itu semakin membuat benteng pertahanannya runtuh.
"Bang... K-epala gu-e sa-kit ba-nget"rintih Renata. Setengah sadar. Saking hebat rasa sakit di kepalnya. Gadis itu bahkan sampai terisak menangis di dada bidang abangnya.
"Tahan bentar gue mohon... Buruan Dill Renata dia kesakitan!!!"bentak Mavin tak sadar. Dia kalang kabut. Melihat Renata yang terus mengeluh kesakitan di bagian kepalanya. Mavin menatap Renata, dia juga merasakan sakit ketika melihat Renata yang sudah terpejam. Entah pingsan atau apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENATA ✓ {END}
Teen Fiction[Belum di Revisi] Cowok itu berkali-kali berhasil membuat Renata bahagia sekaligus sakit secara bersamaan. Akan kah Renata akan terus bertahan dengan perasaannya?? Ayo baca ceritanya kalau mau tau kelanjutannya,Tapi jangan lupa tinggalkan jejak set...