5

2K 269 6
                                    

Bosan. Setelah ini apa? Bagaimana keadaan Jean? Apa ia mati? Apa mungkin ia mati saat tidur karena kekenyangan? Aish...

"Selamat siang sayang..."

Tara mengangkat kepalanya, menatap wanita yang tengah duduk menyilangkan kaki di sofa. Wanita itu tersenyum, lalu membuka lengannya untuk menerima pelukan dari putri kecilnya.

"Siang Mama." Perry dan Hera yang sebelumnya berjalan di belakang Tara membubarkan diri dan kembali ke ruang mereka masing-masing. Membiarkan nona muda mereka menikmati kasih sayang dari orang tua yang jarang ia dapatkan.
"Mama tidak bekerja?" Tanya gadis kecil itu sambil mendongak menatap wajah mamanya."

"Hari ini mama harus menyiapkan banyak hal untuk makan malam dengan keluarga kerajaan." Wanita itu mengelus-elus rambut hitam Tara dengan lembut.

"Oh.." Diana mengangkat satu alisnya ketika mendapat respon tak memuaskan dari anak tercintanya.

"Tumben Tara kecil kita tidak antusias?"

"Mengapa aku harus antusias?"

"Pangeran Lordy mungkin?"

Tara berkedip pelan. Ah.. benar saja, dirinya kan memang bucin Lordy. Tapi sebenarnya ia tak menyukai anak itu saat ini, ia bahkan tak benar-benar tau rasanya menyukai seseorang kecuali karena otak perempuan dewasa yang terus membandingkan kecantikan wanita lain dengan Reana. Menyebalkan. Ia bahkan jadi tau macam-macam kalimat umpatan. Lebih parahnya lagi ia jadi nyaman bertindak tanpa aturan.

"Entahlah..." Ia mengendikkan bahunya, lalu kembali memeluk erat Mamanya. Ia bahkan tak ingat kapan terakhir kali ia bermanja ria.
"Aku cuma ingin cepat dewasa."

Diana terkekeh, lalu makin memeluk erat putri sematawayangnya.
"Kamu akan tetap jadi putri kecil bagi kami." Ujarnya sambil mengecup pucuk kepala putrinya.

Mengakhiri percakapan hangat antar keduanya, Tara pamit ke kamarnya untuk mengganti baju. Ia berjalan perlahan menaiki tangga tanpa gairah hidup, terlihat menyedihkan.

Memangnya apa yang membahagiakan di dalam hidupnya? Memiliki status bangsawan tingkat tinggi? Bahkan dibalik status itu ada banyak beban yang harus ia tanggung. Dulu ia mungkin begitu mendamba untuk bisa jadi mempelai Lordy dan hidup bahagia mendampinginya untuk menduduki tahta kelak. Namun mengetahui akhir mengerikan yang tertulis untuk dirinya sendiri beberapa tahun dari sekarang, ia bahkan tak punya selera makan.

Lantas pada siapa ia harus menyalahkan? Dirinya sendiri yang memang terlahir begitu arogan? Atau pada penulis sialan yang menjadikannya tokoh antagonis tanpa belas kasih?

Setidaknya pria tua bangka itu bisa memberikan ending bagus dimana ia tak perlu hamil dan bunuh diri. Lagipula dimana keadilannya? Ia bahkan melewati masa buruknya sendiri, mengapa dalam novel tak dijelaskan bagaimana tekanan yang ia rasakan sejak dini?

Otak kecilnya yang sedang dalam masa pertumbuhan terasa berat saat ini. Layaknya beban politik negara tengah digantungkan padanya. Tentu saja berat, ini mengenai hidup dan matinya. Sekali lagi bukankah kisahnya begitu menyedihkan?

***

"Bangun anak babi!"

Kelopak matanya terbuka mendengar bisikan pelan dari bibir Laura. Ya, setidaknya ia bisa sopan saat membangunkan. Berikan nilai 100 untuk sopan santun Laura yang masih ingat bahwa temannya ini punya penyakit jantung. Jangan lupa beri minus untuk sikapnya yang kurang ajar.

Jean mengucek matanya perlahan merasakan sisa-sisa kantuk masih mendominasinya.

"Lo abis ngatain ayah bunda gue babi?"

Dream With SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang