2

2.3K 313 7
                                    

'Tukk.. tukk.. tukk..' anak itu mengetuk-ngetuk kan pensilnya pada meja. Dihadapannya telah tersaji sekotak bekal berisi beberapa potong sandwich yang tampak mewah. Intinya seperti mengingatkan kalau dirinya ini berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya.

Ya.. maaf-maaf saja kalau di kehidupan sebelumnya dia ini sering kekurangan uang jajan.

Tara sendiri sama sekali tak tertarik memakan roti lapis sayuran. Iya, ia ingin nasi goreng. Dengan bumbu micin dan ekstra bawang goreng. Ah.. ia juga ingin udang goreng serta sosis yang selalu dibawa Laura. Ngomong-ngomong disini ada mie instan tidak? Ia juga ingin mie goreng atau ramen.

"Silahkan, nona muda." Ujar pengasuhnya mempersilahkan.

Tara menatap sekitarnya, dimana hampir setiap penghuni kelas ini punya setidaknya satu orang pelayan, kecuali anak kecil yang duduk di kursi paling ujung. Itu Ellya. Makan sendirian dengan lahapnya meski dengan lauk pauk sederhana.

Dulu saja waktu ia masih sekolah dasar pada kehidupan sebelumnya, ia akan makan bersama teman sebangkunya. Mereka akan mulai berbagi cerita sambil bertukar lauk. Beda sekali dengan sekolah ini. Tentu saja ini konyol, ia tak yakin kalau dirinya sudah duduk di kelas 5. Rasanya ia masih seperti anak TK.

Menatap makanannya lagi, Tara menggeleng sambil melepas celemek yang terpasang pada lehernya.
"Aku tak mau makan." Ujarnya sambil bangkit berdiri. Bertingkah sedikit tak apa-apa kan? Lagipula ia memang belum lapar.

"Tapi nona.."

"Pergilah. Aku sedang tak ingin makan apapun. Bawa juga kotak bekalnya."

"Nona muda.."

"Aku tak akan mati hanya karena melewatkan makan siang." Ujarnya kesal sambil kembali duduk dan melipat tangan. Ini pasti kebiasaan jiwa bocil manja 11 tahunnya.

Kedua pengasuh itu tak bisa melawan perintah dari anak majikan mereka. Sehingga mau tak mau mereka berdua keluar sambil membawa kotak bekal yang belum tersentuh itu.

Tara merebahkan kepalanya keatas meja. Ia merindukan kantin sekolahnya, Laura, Reana, Tom (kucing peliharaan sekolah), dan masih banyak hal lainnya. Disekolah ini mereka tak memiliki kantin, alasannya karena setiap siswa diwajibkan membawa bekal dari rumah.

Setelah lima belas menit, pengasuh dari masing-masing siswa mulai keluar dari kelas. Meninggalkan siswa-siswi yang mulai ramai dan bergurau satu sama lain. Tara sendiri memilih memejamkan mata sambil meredakan nyeri yang menyerang kepala bagian depannya. Pasti waktu transfer jiwa kemarin, ada sebagian otaknya yang tertinggal atau terlewat. Kalau bukan karena itu, ini pasti efek samping mempercayai dongeng konyol yang kini ia jalani.

"Nona Tara." Panggil Seran. Tara yang sebelumnya memejamkan mata kini terjaga sambil menatap anak itu.

"Apa?" Tanyanya tanpa senyum.

"Anda bilang ingin bermain dengan Ellya, jadi kami hanya mengingatkan." Ujarnya sambil menunjuk Ellya yang tengah dipegangi kedua tangannya oleh dua anak lainnya.

'Bunda... aku pengen pulang. Aku gak mau punya teman nakal gini.' Ia membatin sambil menoleh. Tepat disampingnya Ellya menunduk pasrah tanpa perlawanan. Seakan hal seperti ini sudah lumrah dan biasa untuk ia terima.

Tara berdiri dari duduknya, lalu menatap lekat Ellya yang tampak menahan tangis. Kalau itu adalah dirinya waktu sekolah dasar, ia tak akan segan memukul siapapun yang merundung nya dan menggebuk nya dengan kursi. Lagipula apa-apaan anak-anak ini? Mereka saling merundung satu sama lain? Masih kecil saja kelakuan mereka seperti ini, bagaimana jika sudah besar? Mau jadi kriminal?

Dream With SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang