14

1.4K 247 4
                                    

Perjalanan pulang dari Istana Whintar malam itu dihiasi keheningan. Baik Lordy maupun Tara sama-sama diam dan tak berminat membuka topik untuk mencairkan suasana. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing dan enggan mengurus urusan satu sama lain.

Bukahkah hal ini normal untuk pasangan yang dijodohkan dan tak punya rasa satu sama lain. Lordy begitu dingin dan Tara yang egois. Tak akan ada masa depan untuk mereka berdua.

Tiba-tiba ditengah keheningan dalam mobil, Lordy menatap Tara yang sibuk melamun sambil menatap keluar. Mengingat suatu hal yang sedari siang ingin ia bahas dengan Tara.

"Kita harus bicara."

Tara menoleh dengan tatapan malas. "Apa?"

"Tadi siang, apa yang kau lakukan pada Ellya?"

Tara mengendik sambil menatap luar. Ia benar-benar tak tertarik menanggapi Lordy dan tatapan curiganya. "Aku tak melakukan apapun."

Cowok itu nampak kesal karena Tara yang tak menanggapinya dengan benar. "Dengar Nona Tara, aku tak tahu apa yang membuatmu melakukan hal itu padanya. Tapi sebaiknya kau tak melakukannya untuk yang kedua kali."

Tara mendengus. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi cepat atau lambat.
Bucinnya Lordy dari novel saja terbaca menyebalkan, apalagi menanggapinya secara langsung. Tak heran Tara bisa membenci Ellya setengah hidup. Ia pasti mengira cewek itu yang membuat Lordy seperti ini. Pasalnya hampir 5 tahun jadi tunangan Lordy mereka memang tak pernah terlibat perdebatan sengit. Jangankan perdebatan, berbicara satu sama lain saja Tara yang harus membuka. Itupun terpaksa.

Ia menghela nafas, lalu menolah pada sang supir. "Pak Jo bisakah menutup pembatas kabinnya?" Ujarnya lalu menatap Lordy.

"Tidak. Biar dia mendengarnya." Cowok itu menatap Tara sengit sambil  menggebrak jok depan.

Ah.. tak bisakah pangeran muda ini paham kalau Tara tak memiliki banyak stok kesabaran?
"Dengar bodoh! Kalau kau tak tahu apapun kau tak seharusnya menuduh seseorang! Harusnya kau tanyakan sendiri pada gadismu yang sok polos itu, mengapa begitu banyak orang yang membencinya!"

'Yang jelas aku bukan salah satunya.' ujarnya dalam hati mewanti-wanti diri sendiri.

"Aku melihatmu mendorongnya, jadi aku bertanya padamu dengan baik-baik."

'Mana ada baik-baik nyet, itu tadi ngegas namanya! Wah darting gue.' dengar suara Jean yang sedang berkompor dengan api biru ini.

"Ya memang aku mendorongnya, tapi aku tak melakukan apa-apa padanya! Kau puas!"

"Kau pikir aku akan percaya mendengar ucapanmu? Tak melakukan apa-apa tapi mendorongnya? Kalau aku tak datang kau akan menyakitinya!"

Tara mengusap wajahnya kasar. "Terserah padamu!"

Cowok itu tertawa lirih seakan senang ia baru saja memenangkan perdebatan ini. "Aku peringatkan padamu jangan berani menyakiti Ellya sedikitpun! Atau-"

"Atau apa? Kalau kau menjanjikan pemutusan hubungan pertunangan kita, aku akan dengan senang hati melakukannya." Lordy bahkan terbungkam mendengar perkataan Tara barusan.
"Lagipula kau harus memikirkan perasaan tunanganmu, kalau itu bukan aku dan perempuan lain, tetapi kau mencintai seseorang dan bahkan membicarakannya secara terang-terangan di depan wajahnya, lalu menjemputnya di depan asramanya. Apa kau tidak punya otak untuk sekedar membayangkan perasaan tunanganmu hah?" Semburnya dengan penuh amarah.

Lordy jelas kehilangan kata-katanya. Ia tak lagi punya kalimat untuk mengembalikan semua anak panah yang baru saja ditembakkan Tara padanya. Tunangannya ini sama sekali tak tahu apapun tentang dirinya.

Dream With SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang