1

3K 323 5
                                    

Gelap dan dingin. Hanya itu yang bisa Jean sebutkan untuk mendeskripsikan dirinya saat ini. Apa ia sudah mati? Dan benar saja, tak ada satu hal pun yang bisa ia jadikan patokan tentang apa dan dimana ia berada sekarang.

Semuanya terjadi tiba-tiba, ketika sesuatu menarik dirinya. Rasa sakit itu kembali bersamaan dengan berbagai jenis hal yang tak ia pahami. Ia seperti tersengat listrik.

Layaknya menonton film, ia disuguhi berbagai macam adegan dengan kilat, hal itu lewat saja dalam sekejap. Jean bahkan tak sempat berpikir apapun ketika rasa sakit yang lebih besar datang menghantamnya.

Sakit dan sesak. Ia ingin lepas dari semua ini seperti beberapa saat yang lalu. Tapi tidak bisa, sakitnya bahkan makin terasa mengikat. Apa ini namanya azab kubur? Jean sungguh menyesal belum mengucapkan selamat tinggal kepada kedua orang tuanya serta Laura. Belum lagi dosa-dosanya yang setumpuk gunung everest.

Sebuah cahaya terang mendekat dengan pelan. Awalnya tak begitu menggangu, namun lama kelamaan cahaya itu begitu menyilaukan. Hingga tanpa sadar ia mulai dilahap seutuhnya.

"Hah.." ia terengah.

Gadis itu terbangun dengan wajah pucat dan nafas tak teratur. Wajah yang pertama ia lihat adalah dua orang dewasa yang berlinang air mata.

"Tara..." mereka berdua memanggilnya serentak.

Rasanya ia sangat lelah dan lemas. Apa yang sebenarnya terjadi? Sayangnya sebelum dirinya bisa menerima penjelasan, lagi-lagi ia harus kembali pada kegelapan.

***

Sesuatu di depannya ini terlalu menyilaukan, hingga mau tak mau ia harus membuka matanya sambil membiarkan pupilnya yang berusaha menyesuaikan cahaya masuk ke mata.

Atap. Itu atap kamarnya. Luas, dan memiliki banyak hiasan ornamen yang cantik.

Halus, lembut, hangat? Itu cuma tangannya yang berada dalam selimut dan tengah mengusap-usap bed cover. Rasanya berbeda, namun ia jelas tahu kalau ini miliknya.

Tunggu? Miliknya? Sungguh?

Manik hitamnya mulai memindai seisi ruangan yang kini ia tempati. Kamar ini luas, ranjangnya lebar, kumpulan boneka di lemari kaca itu juga banyak. Tidak! Ini jelas bukan kamarnya. Sejak kapan kamar yang tadinya berwarna putih itu kini berubah menjadi pink? Dan lagi kemana tumpukan komik favoritnya berada?

Tapi ia ingat kalau ini memang kamarnya. Ia jelas mengingat banyak hal yang ia lakukan didalam sini, mulai dari merajuk, menangis, marah, makan, tidur.

Ya tuhan, kenapa seperti ini?

Ia menghela nafas, lalu mencoba berdiri. Namun sesak sakit di dadanya membuatnya berhenti. Pada akhirnya ia kembali berbaring sambil memikirkan apa yang tengah terjadi.

'Klekk'
Suara pintu yang didorong itu berhasil menarik perhatiannya, sehingga ia kembali terduduk menatap wanita yang mengenakan seragam itu.

Ia bisa menangkap raut terkejut dari wajahnya. "Nona muda Tara sudah siuman? Saya akan memanggilkan tuan dan nyonya."

Wanita itu tadi memanggilnya apa? Nona muda Tara?

Tara?

Siapa Tara?

Tentu saja itu dirinya.

Benarkah namanya adalah Tara? Sejak kapan? Ingatannya jelas masih segar bagaimana Reana meneriakkan namanya. Jean.

Itu dia!

Hey, namanya Jean Wiederson, bukan Tara! Siapa wanita kurang ajar yang memanggilnya Tara barusan?

Dream With SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang