Suara senandung lirih Tara melantun dari celah bibirnya yang terbuka, hanya sebuah melodi menyedihkan yang kebetulan ia ingat dari dunia nyatanya. Bulu matanya yang seperti kipas bergetar pelan, terangsang oleh syaraf otaknya yang terganggu kala ia tengah berusaha merilekskan pikiran.
Tokk tok...
"Nona Muda." Nyanyian Tara terjeda.
Ia membuang nafasnya kasar. Moodnya benar-benar buruk untuk sekedar menjawab panggilan Perry. Ia berbaring di atas bed nya sambil menatap langit-langit kasar. Rambutnya tertiup angin dari jendela yang sengaja ia buka lebar. Ia harap angin itu bisa mendinginkan kepalanya.
Kesal sekali! Sampai rasanya Jean ingin menyerah dan membiarkan hidup Tara berjalan seperti apa yang tertulis dalam novel. Pada akhirnya sekeras dan sekuat apapun ia menolak, semuanya tak berjalan seperti keinginannya. Tara tetap akan menjadi tunangan Lordy.
Bodoh, harusnya ia mendengarkan apa kata guru agama. Jodoh, kelahiran, dan kematian itu milik tuhan. Tak akan bisa berubah.
"Nona Muda, saya akan masuk."
Tara menoleh sekilas, mendapati Perry yang masuk dengan membawa gaun kecil yang seukuran dengan tubuh mungil Tara.
"Nona harus mencoba gaunnya.""Hei Perry, kau tau?"
"Tidak, Nona."
Iya, guenya belum ngomong lo nya udah jawab, ya jelas gak tau! Lawak banget ni orang.
"Dengarkan dulu!"
"Ah... Iya maafkan saya."
"Aku tidak mau jadi tunangan Lordy."
"Tapi anda harus nona."
Tara terdiam, lalu menatap lagi keluar jendelanya. Siapa yang peduli dengan hidup Tara? Kalau orang tuanya saja tak peduli kenapa Jean harus peduli? Ia tak punya cukup alasan untuk melakukannya, sebab sekalipun mati sebagai Tara ia yakin masih akan tetap hidup sebagai Jean Wiederson.
Ugh... Namun meski begitu siapa yang ingin menjalani hidup sebagai karakter jahat dengan akhir menyedihkan seperti Tara?
Kemudian Tara duduk.
"Hei, Perry. Kapan kau menikah? Apa kau sudah punya calon suami? Apa tampan? Kaya? Keluarga bangsawan?"Wanita itu cuma menggeleng. "Saya sudah berjanji akan melayani nona hingga akhir hayat."
Tara menutup mulutnya. "Perry, menikahlah denganku!"
Perry yang sedari tadi tertunduk tentu saja sontak mendongak dengan raut wajah terkejut menatap Tara. Dengan tatapan 'nih bocah mabok amer?'
"Kau bilang mau melayaniku sampai akhir hayat kan? Jadi ayo ke kuil dan segera menikah."
Perry mengulum bibirnya menahan tawa. Mungkin ajakan Tara yang memang bercanda terdengar lucu di telinganya.
"Nona apa yang anda katakan.""Perry, mukamu memerah. Kau tersipu. Kau pasti menyukaiku ya..." Tara menaik turunkan alisnya menggoda maid barunya yang baru bekerja beberapa tahun belakangan.
"Nona, anda harus mencoba gaun untuk pesta nanti malam."
Merasa tak digubris sontak tara duduk sambil melipat tangan dan lututnya seperti tengah pundung. "Perry, kau baru saja menolak lamaranku. Jadi jelaskan mengapa kau menolaknya."
Perry menggeleng frustasi. Kenapa majikannya belakangan ini makin merepotkan?
"Tentu saja ada banyak alasan nona. Pertama, anda adalah majikan saya yang saya layani. Kedua, kita sama-sama perempuan. Ketiga, umur kita terpaut begitu jauh."Tara bertingkah seolah ia tersakiti dan berpura-pura memijit dahinya. "Perry, kau sungguh jahat. Bukankah cinta tak memandang fisik, gender, jabatan, pangkat, agama, suku, ras, pekerjaan, kasta, bahasa, umur, negara, kebangsaan, dan kebangsawanan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream With Sleep
FantasyDream With Sleep adalah novel karya Bolli Ethan yang ke-3 sekaligus terakhirnya sebelum sang penulis wafat. Kabarnya, novel ini mencari tumbal kematian tiap tahunnya. Namun bagaimana jadinya jika ternyata dibalik kematian itu ada kehidupan baru yang...