18

1.5K 232 17
                                    

Malam itu begitu dingin, ketika Tara sempat berpikir berulang-ulang sebelum mengetuk pintu kayu dihadapannya. Tepat sedetik setelah ia mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, seseorang dari dalam menarik pintu menampakkan wajah pemilik kamar yang tampak pucat dengan gaun tidur berwarna baby blue.

"Oh, Nona Tara."

'Kok protagonis di novel gak ngotak si baiknya. Udah di lempar bola sekeras itu dia kagak marah.'

'Tentu saja karena itulah dia jadi protagonis, bodoh.'

"Aku datang bukan karena khawatir."

Ellya mengangkat sebelah alisnya bingung. Bukankah Tara tak tampak biasa? Lagipula ia juga tak berpikir Tara datang untuk menjenguknya. Tidak dalam 100 tahun kedepan.

"Silahkan masuk." Ia membuka lebar pintunya, mempersilahkan tuan putri itu untuk masuk ke dalam kamarnya. Meski ia sedikit tak percaya diri, takut Tara akan semakin menghinanya. Mengingat semua barang dalam kamarnya tak semahal dan semewah miliknya.

Gadis itu duduk di kursi kayu samping ranjang, sambil terus menatapnya. Ellya tentu saja makin kikuk. Ia sama sekali tak tahu apa yang Tara inginkan.

"Aku tak akan minta maaf, itu bukan kesengajaan."

"Saya pikir karena itu bukan kesengajaan, seharusnya.." Ia menarik lidahnya, takut untuk melanjutkan kata-katanya.

Kesal? Tentu saja. Ellya juga manusia biasa yang begitu sensitif. Ia punya batas kesabaran, terlebih lagi menghadapi Tara yang labilnya mengalahi balita. Siapa yang tak kesal kalau ada bola panas yang mengenai muka cantikmu? Kemarilah dan Ellya akan menumbalkannya pada Tara.

"Minta maaf? Kalau itu maumu aku minta maaf." Dengar bagaimana kalimat angkuh itu terucap tanpa penyesalan? Begitulah Tara yang Ellya tahu.

Ia cuma tersenyum tanpa berani menatap iris hitam yang menatapnya dengan tajam. Serius, apa yang Tara mau?

"Ngomong-ngomong apakah anda perlu sesuatu sehingga repot-repot menemui saya?"

Gadis itu nampak menghela nafas sambil memijit pelipisnya frustasi. "Berhenti bicara formal dan apa kau yang melaporkanku?" Ujarnya sambil mengeluarkan amplop berstempel komite disiplin sekolah mereka.

Ellya nampak terkejut. "Aku tak melakukannya."

Tentu saja, ia kan sudah bilang. Ellya protagonisnya, ia tak akan mau repot mencari masalah dengan penjahat dalam hidupnya. Hidupnya sudah ribet bahkan tanpa direcoki maupun merecoki Tara.

Tara kemudian berdiri, "aku akan kembali. Kau bisa beristirahat lagi." Namun kemudian ia berhenti ketika tangannya sudah berada diatas knop pintu. "Kau seharusnya menjaga kesehatanmu, bola sepelan itu seharusnya tak membuat seseorang pingsan. Jadi berhenti belajar hingga tengah malam."

Kan.. Ellya sudah bilang kalau Tara benar-benar tak bisa ditebak.

"Kau seharusnya tak peduli pada seseorang yang kau benci kan?" Terlambat, pintu kamarnya sudah ditutup rapat dari luar. Entah Tara mendengarnya atau tidak.

***

"Dia.. seingatku Nona Tara berada di tim genap, tapi tiba-tiba ia berada di tim ganjil. Sebelum latihan pengambilan nilai juga ia menyeret Ellya keluar lapangan."

'Oh, jadi ini tikusnya?'

'Ini si bangke yang satu asrama sama kita gak si, Ra.'

'Oh ya? Jadi apa aku pernah mengganggunya dan membuat mentalnya terguncang?'

"Nona Tara apakah ada sanggahan?" Pembimbing Tata tertib beralih menatap Tara.

Dream With SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang