Sampah.
Benar, setumpuk nasi tak berlauk ini cuma sampah di mata Tara.
'Liat, Ra. Masih ada kerikilnya. Nasinya gak putih pula. Anjir keliatannya masih setengah mateng tuh.'
Dipupuk dengan kata-kata Jean, rasa keengganan Tara untuk menyentuh makanan di hadapannya makin menguat. Tapi tubuhnya berkhianat, raungan kecil itu menggema di ruangan besar sunyi itu.
"Makanlah jangan manja." Ujar Refal dengan tenang.
Tara membuang nafasnya. Bagaimana bisa tuan putri ini makan makanan tak layak ini? Ia yang sejak lahir disuapi dengan sendok emas kali ini harus membuang harga dirinya? Ia lebih baik pingsan kelaparan.
Pada akhirnya ia berdiri menatap nyalang Refal atau bisa juga dipanggil Ethan tengah duduk diatas kap mobil tua sambil memakan coklat.
"Kau! Berani-beraninya membuat seorang bangsawan terhormat sepertiku harus makan beras mentah ini.""Refal, ini penghinaan." Lordy pun ikut terpancing.
Laki-laki itu berdecih, lalu turun dari kap mobil dengan gaya arogannya. Namun suara pintu yang terbuka dengan terburu-buru membawa suhu dingin dari hujan di luar. Laki-laki gemuk itu nampaknya terburu-buru menghampiri Refal.
"Bos nyonya Aeden.."
Muka Refal memucat seketika, ia berlari keluar ruangan dengan meninggalkan Tara, Lordy, dan Ellya dengan tangan terikat di depan. Pelayannya yang ceroboh pun ikut pergi begitu saja.
Untuk pertama kalinya Tara begitu bersyukur atas kehadiran Aeden yang biasanya terasa seperti membawa kutukan kematian.
"Kau mau bebas, kan? Kemarilah." Ia belum sempat menoleh ketika mengatakan itu, ia masih berusaha berdiri dari posisi duduknya yang tak nyaman.
Namun tanpa sepengetahuannya Lordy sudah membuka ikatan di tangan Ellya. Gadis itu cuma diam, ia bahkan tak membantah, meraung ataupun mengutuk Refal seperti yang ia dan Lordy lakukan.
"Lepaskan aku." Ujar Lordy usai melihat Ellya yang berhasil membuka ikatan di kakinya.
Bagus.. sekarang Tara bisa yakin kalau ia akan ditinggal disini sendirian. Tidak apa, siapa yang peduli dengan duo bucin beban itu, bahkan Tara akan pergi dan lepas sendiri tanpa bantuan mereka.
Namun meski otaknya berusaha meyakinkan seperti demikian, hatinya terasa sakit. Matanya memanas, emosinya terasa tak stabil karena kejadian belakangan ini. Setetes air mata tiba-tiba terjatuh dari pelupuk matanya, dan ia cuma bisa menunduk menatap ikatan di tangannya yang membekas diatas kulit putihnya.
Dari dalam dirinya Jean cuma mendesah, tak tahu harus mengatakan apa untuk membuat emosi Tara lebih baik.
Kemudian seperti mendapat sentuhan hangat ajaib oleh malaikat, sentuhan dari tangan mungil itu menghangatkan hatinya. Ellya menatapnya dengan yakin dan berani, seolah memberikan semangat pada Tara bahwa mereka akan terbebas sebentar lagi. Tangan kecilnya yang tampak kurus dan rapuh itu ternyata lebih kuat daripada yang terlihat, melepaskan ikatan kasar ditangannya.
Mendapati sisa jejak kilauan air mata yang menuruni pipi Tara, Ellya tak bisa menahan tangannya untuk membersihkan kekacauan itu.
"Maaf, aku tak terbiasa melihatnu kacau." Ujarnya pada akhirnya.
Langkah ketiga anak kecil itu bahkan berjalan mulus dengan luangnya seluruh penjagaan. Entah kemana perginya laki-laki bayaran yang fisiknya tak tampak manusiawi itu.
Sedangkan di sisi lain pintu, anak laki-laki itu mendapat tamparan keras dari Mamanya. Namun ia cuma membisu, menerima omelan panjang lebar seolah sudah terbiasa. Ia cuma akan bangkit setelah jatuh, lalu dipukul lagi, jatuh lagi, dan bangkit lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream With Sleep
FantasyDream With Sleep adalah novel karya Bolli Ethan yang ke-3 sekaligus terakhirnya sebelum sang penulis wafat. Kabarnya, novel ini mencari tumbal kematian tiap tahunnya. Namun bagaimana jadinya jika ternyata dibalik kematian itu ada kehidupan baru yang...