24

1.5K 231 10
                                    

Gadis di sudut angkringan itu menatap horror es krim yang tersaji di hadapannya. Memastikan sekali lagi bahwa daun mint diatas es krimnya bisa dikunyah atau tidak. Takutnya itu hanya tiruan plastik untuk mengecohnya.

"Itu bisa dimakan bego."

"Gimana rasanya, Lau?"

"Ya kaya daun." Cewek itu nyengir sambil memakan es krim oreo miliknya.

Jean sendiri yang tak minat memilih menatap sekitarnya. Terlalu ramai. Tapi wajar saja, tempat ini sangat terkenal di kalangan remaja seperti mereka. Tempat yang bersih, nyaman, mudah dijangkau, serta spot-spot foto yang aesthetic menjadi daya tarik utama tempat ini.

Matanya lalu menyorot sepasang muda mudi yang duduk beberapa meja darinya, bukankah mereka terlihat begitu manis. Melihat bagaimana tatapan hangat cowok itu pada sang cewek membuatnya mengingat seseorang. Namun ia tidak yakin. Kann... Jean jadi ingin punya orang yang bisa diajak bucin seperti itu juga.

"Duh gemes banget sama mereka berdua."

Mendengarnya Jean menoleh. "Mereka siapa?"

"Itu Ko Steve sama Ci Lim, dulu kakel kita."

"Lah masa?"

"Langgeng banget ya. Iri banget liat mereka uwu gitu, mana ko Steve ngeliat Ci Lim kek ughh banget gitu."

"Like she's his world."

Jean tertawa kecil, lalu mulai menyuap es krimnya. "Rasanya kaya pasta gigi." Gumamnya.

Sedetik kemudian ia menatap pintu keluar, mengingat lagi kata-kata yang sulit dicerna oldh otak cerdasnya. Pria itu tadi, teman Werza dan Ethan, seorang pakar politik dengan kantung mata besar dibawah matanya, bernama Rowind Rongard. Tampaknya begitu berpengalaman dengan ilmu hitam dan sejenisnya. Mungkin seharusnya ia jadi dukun saja daripada jadi pakar politik.

~flashback

"Bagaimanapun saya masih gak menyangka kalau seorang pendiam seperti Ethan mau melakukan hal sejauh itu." Ujarnya sambil membenarkan kaca matanya yang hampir melorot.

Tatapannya sendiri tertuju pada kopi hitam miliknya yang masih mengepulkan uap panas entah apa yang ia pikirkan, mungkin mengenai kenangannya dengan Ethan yang tak banyak atau malah penyesalan yang tak bisa ia ungkapkan, entahlah.

Jean sendiri yang duduk manis di kursi samping Laura tak tampak tertarik dengan kata-katanya. Sejujurnya ia tak begitu yakin apa pembicaraan mereka hari ini akan bisa membantunya di kemudian hari.

Nanti malam, sesampainya di alam mimpi ia harus dihadapkan dengan seberapa keras kepala tuan putri keluarga Valerie. Tara pasti akan tetap bersikeras menyelamatkan Kelly disaat Jean sendiri tak yakin apakah hal itu akan berhasil.

Senggolan dari lengan Laura di tangannya membuat Jean kembali ke dunia nyata. Setidaknya ia akan mencoba mendengarkan.

"Jadi pada dasarnya bayarannya bukan jiwa melainkan raga."

Ini tadi orangnya udah ngomongin apa aja? Batinnya gemas. Tiba-tiba sudah sampai raga. Ibarat Alfa sensei yang baru menjelaskan sin cos tan dan tiba-tiba sudah sampai turunan fungsinya. Kalau sudah begini Jean merasa sangat dungu.

"Jadi apa yang terjadi pada sang jiwa sendiri, Mr?"

Pria itu menyesap kopi hitam pesanannya sejenak.
"Beberapa tokoh menyatakan kalau mereka akan berjalan-jalan di dunia sampai hari yang tak bisa ditentukan."

"Serius?"

Lihat seberapa antusiasnya Laura, padahal biasanya Jean yang sangat tertarik dengan hal-hal tak masuk akal seperti ini.

Dream With SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang