29

1.2K 224 10
                                    

Tara mengusap telinganya, gatal sekali. Tidak, tapi jangan ada yang berpikir kalau ia korengan, ia seorang bangsawan terhormat putri jaksa penuntut yang agung. Jelas korengan akan minder untuk sekedar dekat-dekat denganya. 2 hari sejak kemarin ia harus menerima omelan penjaga asrama, pertama karena telat datang dan yang kedua karena botol anggur.

Padahal Tara kan sudah bilang akan menggantinya. Tapi wanita itu tetap mengomelinya.

Tara menatap sebungkus coklat yang tadi siang diberikan Lordy padanya. Tidak, itu untuk Ellya, bukan untuk dirinya. Tapi rasanya ia tak rela Ellya makan sesuatu pemberian Lordy.

'By the way, lo tau gak sih. Harusnya abis ini hubungan Lordy sama Ellya tuh makin deket?'

'Oh ya?'

'Bakalan lebih romantis ke intim gitu.'

'Hentikan aku sedang tak ingin membicarakan hal-hal jorok.'

Tara sontak berdiri, lalu buru-buru keluar kamar mengabaikan ocehan Jean yang mau sekeras apapun ia mencoba, ia akan tetap mendengarnya sendirian.

Tepat ketika ia membuka pintu kamar, Meira baru saja keluar dari kamar Ellya. Ia tertunduk melihat Tara yang menatapnya tajam. Sebenarnya Tara masih dendam karena anak itu bersekongkol dengan Lordy untuk menjatuhkannya.

"Selamat malam, Nona Tara."

Tara cuma mengangguk, lalu menggeser dengan sedikit kasar tubuh gadis itu untuk memasuki kamar Ellya.

"Apa kau melupakan sesuatu, Mei?" Tanya Ellya masih dengan tubuh berjongkok, tengah mencari-cari sesuatu dalam lemarinya.

Tak mendengar jawaban dari temannya, Ellya berbalik. Sedikit terkejut mendapati Tara yang sudah berdiri di belakangnya. Ia pun menunda kegiatannya untuk mencari boneka kelinci kesayangannya.

"Oh, Tara.. aku sudah baikan."

"Aku tidak tanya."

Ellya merengut. Melihat gadis itu mengambil nampan berisi gelas dan botol kotor. Ia seketika bangkit dan mengambil alih nampan itu.

"Tidak Tara, jangan merepotkan dirimu. Aku akan membawanya ke belakang."

"Memangnya kau siapa bisa memerintahku?"

Ellya jelas tak habis pikir sama sekali. Pada akhirnya ia mengalah karena gadis itu menyabet dengan penuh tenaga nampan di tangannya. Pandangannya lalu tertuju pada sebungkus coklat diatas meja.

"Ini coklat siapa?" Tanyanya sambil menatap punggung Tara yang berada di ambang pintu.

"Orang gila memberikan itu padaku tadi siang. Sebaiknya kau membuangnya, aku takut ada zat kimia di dalamnya."

Ellya tertawa. Serius Tara lucu sekali.

***

"Apa kau mau menurut apa kata Mama mu?" Wanita itu berdesis, mengelus perlahan rambut klimis putranya yang sudah rapi.

"Apa akan membuat perbedaan kalau aku tak menurut?"

"Dengar, Mama melakukan ini untukmu. Demi masa depanmu."

Restoran yang mereka kunjungi semakin ramai, beruntungnya mereka berdua berada di sudut, dimana tak banyak orang yang akan berlalu lalang dan mendengar pembicaraan mereka.

Anak laki-laki itu pada akhirnya mengangguk, ia tak punya pilihan.

"Apa Mama akan bahagia?"

Dream With SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang