3

2.1K 308 9
                                    

Siang itu, bel yang mengakhiri jam pelajaran akhirnya berbunyi. Kebanyakan siswa nampaknya lega dan cepat-cepat ingin segera pulang. Berbeda dengan Tara yang sebenarnya malah malas pulang.

Jiwa 17 tahunnya ini ingin sekali hangout dan sekedar jalan-jalan. Dulu di kehidupan yang sebelumnya, ia punya Laura yang selalu siap menerima ajakannya kemanapun ia pergi. Berbeda dengan disini, rasanya Tara selalu cemas akan apa yang akan terjadi esok. Hal menyedihkan lainnya adalah fakta bahwa ia tak punya teman.

Satu persatu teman sekelas Tara mulai meninggalkan kelas. Kini mungkin tinggal dirinya yang duduk diam di kursi sambil menatap kotak pensil.

Takk..

Tapi nampaknya dugaannya salah. Ia tampaknya cukup buruk dalam memperhatikan sekitar, sehingga tak menyadari bahwa ia tak sendirian di kelas. Ada Ellya yang baru saja menjatuhkan botol air minumnya. Botol itu menggelinding hingga ke bawah kursi Tara.

Mereka berdua bertatapan. Ellya dengan tatapan ketakutannya, sedangkan Tara tengah keheranan dengan sikap anak itu. Tangannya terulur meraih botol biru bergambar kartun itu, kemudian mendekati Ellya untuk memberikan botolnya.

"Ini milikmu kan?" Tanyanya basa-basi.

'Iyalah, punya siapa lagi. Orang cuma dia yang dikelas ini.' Tak perlu mendengarkan sisi menyebalkan Tara. Sebenarnya ia anak baik kok.

Anak itu menerimanya dengan dua tangan. Wah.. Tara yang memberikannya dengan satu tangan jadi merasa agak gimana gitu..
"Te-terima kasih." Ujarnya dengan sedikit tergagap.

Merasa tak nyaman dengan perlakuan Ellya, Tara berdecak. "Aku mengingat semua yang kulakukan, dan aku minta maaf. Jadi berhenti takut padaku! Aku tak akan menggigit mu."

Setelah mengucapkan itu, Tara berlalu. Segera dikemasnya buku-buku yang berserakan diatas meja kedalam tas dan meninggalkan Ellya yang masih berdiri di samping mejanya.

Disisi lain Ellya yang tak terbiasa menerima kebaikan dari Tara merasa sangat aneh. Ia sungguh senang Tara bisa bersikap lebih manusiawi padanya, tapi label kejam yang ia sematkan pada teman sekelasnya itu cukup sulit untuk menghilang.

***

Minggu sore itu, Tara ikut dengan kedua orang tuanya untuk menghadiri pesta pertunangan salah satu keluarga bangsawan. Awalnya ia menolak dengan alasan ingin belajar. Tapi Papa dan Mamanya tentu saja menang berpendapat ketika menyangkut-pautkan dengan kerinduan mereka pada putri semata wayangnya ini. Tara akui ia lemah jika seseorang memohon padanya.

Sejak ia kecil, ia memang jarang menghabiskan waktu dengan dengan kedua orang tuanya. Mereka berdua begitu sibuk dan banyak menghabiskan waktu di istana kerajaan untuk mengurus masalah politik, serta mengharuskan dirinya tinggal bersama para pelayan.

Ia tahu dirinya kesepian, jauh didalam lubuk hatinya, ia ingin bisa bermain dengan kedua orang tuanya. Sekedar keluar untuk kemping dan bercanda bersama. Berbeda sekali dengan kehidupan Jane, ia malah memiliki Ayah dan Bunda yang akan selalu stay di sisinya kapanpun ia mau.

Kadang dirinya malah sampai merasa risih, apalagi bagaimana bunda tercintanya begitu posesif saat ia pulang sekolah terlambat. Wanita itu akan mengingatkannya 3 kali sehari untuk minum obat, menjaga pola makan, dan tidak melakukan aktivitas yang berat.

Kemudian ia menyadarinya, Tara dan Jean adalah dua sisi yang berbeda dari koin yang sama.

Terlalu sibuk membandingkan kehidupannya, ia tak sadar bahwa mobil yang ia tumpangi berhenti di depan tempat acara.

"Mari sayang.." Tara tersenyum melihat pemandangan romantis yang dipamerkan kedua orang tuanya.

Tapi setelahnya Tara berdecak kesal, Tadi katanya ingin keluar bersama sebagai keluarga, namun sekarang malah ia yang ditinggalkan. Baru keluar dari mobil saja, kedua orang tuanya sudah dikerumuni orang-orang yang ingin menyapa.

Dream With SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang