Kamu menghela napas lega karena akhirnya sampai di minimarket terdekat, hujan mulai turun saat kamu berjalan pulang tadi, dan lagi-lagi kamu nggak bisa naik angkot.
Kamu mengusap lengan yang terekspos bebas karena seragam yang kamu kenakan sekarang berlengan pendek, dan kamu tidak pernah pakai jaket kalau ke sekolah. Udara benar-benar dingin, dan kamu merutuki diri yang tidak membawa uang jajan lebih. Harusnya kamu beli kopi atau minuman hangat lain supaya tidak terlalu dingin seperti ini.
"Hei, temen sekelas."
Kamu terlonjak dan reflek berbalik, seorang cowok berjaket hitam baru saja keluar dari minimarket, membawa dua cup minuman yang tampak panas.
"Sini duduk," ajak cowok itu, lalu dia duduk di salah satu kursi yang disediakan minimarket. "Ngapain diem aja?"
Kamu melihat sekeliling, tidak ada orang. Apa benar cowok itu berbicara pada kamu?
"Gue ngomong sama lo, anak ipa satu, kan? Siapa nama lo?"
Kamu menunjuk diri sendiri, cowok itu mengangguk, kembali memberi isyarat agar kamu mendekat dan duduk di hadapan dia.
Kamu mengangguk pelan, dengan ragu berjalan mendekat dan duduk di kursi berbatas meja bundar dengan cowok itu.
"Nih minum kopi biar nggak kedinginan." Cowok itu menyodorkan satu cup yang tadi dia bawa. "Lo kenapa jam segini baru pulang?" tanyanya.
Kamu meraih cup berisi kopi itu dengan ragu. "Gu-- gue ada piket," jawab kamu, gagap.
Cowok itu menatap kamu sebentar, lalu tertawa kecil. "Biasa aja kali sama temen sekelas, berasa ngobrol sama anak presiden aja."
Kamu yang semula menunduk, menegakkan kepala. "Lo.... Soobin?"
Cowok itu tertawa. "Gue Bomin, masa udah lupa sih? Baru kemarin loh kita perkenalan sekelas."
Kamu terdiam, iya sih baru kemarin, tapi kamu tipe orang yang tidak bisa menghafal orang dengan cepat, setidaknya butuh beberapa hari untuk hafal nama dan wajahnya.
"Kaki lo nggak apa-apa, kan?" tanya cowok itu, membuat kamu reflek menunduk.
"Kaki gue emang kenapa?"
"Gue tadi pagi lihat kaki lo berdarah, tadi--"
"Ah, nggak apa-apa," sahut kamu. "Gue udah biasa luka-luka kayak gini, soalnya gue ceroboh hehehe."
Kamu tersenyum canggung, tadi pagi saat kejadian Bomin belum datang, dia nggak boleh tahu kalau yang membuat kaki kamu terluka karena kelakukan temannya.
Sementara Bomin terdiam, dia melihat kamu jatuh tadi pagi, dan dia tahu penyebab kamu jatuh, tapi sepertinya kamu tidak mau membahas itu lagi.
Setelah itu kalian hanya saling diam sampai hujan reda, kamu pamit pulang duluan karena sudah sangat sore, Bomin hanya mengangguk mengiyakan tanpa mengucapkan apapun lagi.
.
.
.
.
.Tok! Tok! Tok!
"Kak?"
Hachu!
Kamu menoleh ke arah pintu saat mendengar suara bersin, dengan segera kamu beranjak untuk membukanya. Jeongwoo berdiri di depan pintu kamu dengan badan menggigil.
"Astaga Jeongwoo, kamu kenapa basah kuyup begini? Jisung mana? Bibi mana?"
Jeongwoo menunjuk ke arah kamarnya dan kamar Jisung, membuat kamu langsung menoleh. Kamu langsung berjalan cepat menuju kamar Jisung, dan melihat Jisung meringkuk di bawah selimutnya dengan tubuh bergetar.
"Ya Allah, Jisung. Dek, kamu kenapa?"
Badan Jisung basah kuyup seperti Jeongwoo, mereka berdua pasti kehujanan. Kamu melihat Jeongwoo berjalan memasuki ruangan dengan tubuh lemas.
"Bunda mana? Kenapa kalian pulang jalan kaki sampai kehujanan begini?" tanya kamu pada Jeongwoo.
"Kami-- kami diturunin di tengah jalan kak," jawab Jeongwoo terbata.
Kamu menghela napas kasar. "Jisung, ayo ke rumah sakit dek. Kamu demam."
"Kak, tapi--"
"Kalian berdua harus ke rumah sakit sekarang juga, nggak usah mikir macam-macam, percaya sama Kakak."
.
.
.
.
."Jisung?"
Jisung membuka matanya perlahan, dia sempat pingsan saat sampai di rumah sakit. Kamu menghela napas lega, tangan kamu terulur mengusap puncak kepala Jisung.
"Kak."
"Iya? Mau apa? Masih pusing?"
Jisung menggeleng pelan. "Mau pulang," jawab Jisung, yang membuat kamu langsung terdiam.
Jisung menatap kamu memohon, kamu tau apa yang Jisung pikirkan sekarang, dia pasti memikirkan bagaimana kamu bisa membayar uang rumah sakit, apalagi Jeongwoo tadi juga diperiksa dan harus menebus obat.
"Jeongwoo mana, kak?" tanya Jisung, menyadari Jeongwoo tidak ada di sebelahnya.
Kamu menoleh, membuat Jisung juga ikut menoleh. Di sana terlihat Jeongwoo sedang tertidur meringkuk di atas sofa, memakai jaket tebal dan jaket kamu sebagai selimut.
Jisung menatap sedih saudara kembarnya itu, tadi Jeongwoo memberikan jaketnya pada Jisung karena Jisung tidak membawa jaket, tapi malah Jisung yang sekarang harus dirawat seperti ini.
"Kamu istirahat dulu ya, kakak ada urusan bentar." Kamu mengusap puncak kepala Jisung, lalu beranjak, keluar dari ruang rawat Jisung.
"ATM di mana ya?" Kamu celingukan.
Dug!
"Aduh!"
"Maaf-maaf."
Kamu menoleh, merasa tidak asing dengan suara itu. Seorang cowok berjaket denim tampak berjalan terburu-buru ke arah berlawanan dengan kamu. Kamu mengangkat bahu, kembali berjalan celingukan mencari di mana mesin ATM berada.
.
.
.
.
.Tabungan terakhir kamu sekarang benar-benar sudah habis, itu adalah tabungan yang kamu kumpulkan dari hasil kerja setiap libur sekolah, niatnya mau kamu pakai untuk memenuhi kebutuhan SMA.
Kamu menghela napas, sekarang bukan saatnya kamu meratapi rekening kamu yang kosong. Yang seharusnya kamu lakukan adalah berada di samping Jisung dan Jeongwoo, mereka membutuhkan kamu.
"Saya mohon selamatkan adik saya dok, berikan perawatan terbaik, saya nggak mau adik saya kenapa-kenapa dok."
Suara itu lagi, kamu menoleh. Cowok berjaket denim yang tadi menabrak kamu tampak berbicara dengan seorang dokter.
"Kemungkinannya sangat kecil, adik anda sudah koma hampir satu tahun, tidak ada--"
"ADA!" potong cowok itu cepat. "Adik saya masih bisa bangun! Saya tidak peduli berapapun biayanya, adik saya harus mendapat pengobatan terbaik. Adik saya akan bangun, dia akan sembuh!"
"Tapi--"
"Kalau Papa tidak mau lagi membayar biaya rumah sakit adik saya, maka saya yang akan tanggung semuanya," ucap cowok itu yakin. "Saya mohon, jangan hentikan perawatan saudara saya, dia masih bisa bangun, dia bisa sembuh. Saya mohon dokter."
Kamu membekap mulut, tidak menyangka dengan apa yang kamu lihat. Dengan langkah pelan kamu berjalan mundur, sampai punggungmu terasa menabrak sesuatu yang tentu saja bukan tembok.
"Ngapain lo di sini?"
.
.
.
Tbc~MunLovea
Kamis, 15 April 2021

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Meteor Garden - Kanemoto Yoshinori [SELESAI]✔
Fanfiction[IMAGINE PROJECT] Yang pasti ini bukan kisah manis masa SMA seperti drama Meteor Garden! #1 Imagine [18-04-2022] #1 Imagine [01-05-2022] #1 Imagine [15-07-2022] ⚠️ Imagine ⚠️ Pasangan di cerita ini murni untuk kepentingan cerita ⚠️ Apa pun yang ada...