Karina melirik Giselle begitupula sebaliknya, mereka bingung karena sejak pagi kamu cuma melamun.
"Dia begadang deh kayaknya," bisik Giselle, diangguki Karina.
Sementara kamu yang bertumpu dagu dengan tatapan kosong, sesekali menghela napas. Rasanya masih sulit percaya dengan kejadian malam itu. Bahkan kemarin hari minggu kamu izin cuti kerja dengan alasan tidak enak badan, padahal hanya sedang tidak mood.
"Y/n, lo belum sarapan, ya?" tanya Giselle.
Kamu menggeleng pelan, memang kapan kamu pernah sarapan? Sejak dulu kamu tidak pernah sarapan saat ke sekolah, mungkin sekali-kali hanya makan roti.
"Jisung sama Jeongwoo ngajak ribut lagi ya?" tanya Karina yang kembali kamu jawab dengan gelengan.
Dua cewek itu bertatapan sekali lagi, lalu menghela napas, menyerah. Kalau sudah badmood seperti ini, kamu memang tidak bisa diganggu gugat.
"Kalau lo nggak enak badan mending ke UKS aja deh," usul Karina yang mentok tidak tahu harus melakukan apa lagi.
Kamu menatap Karina dengan tatapan setengah kosong. "Bener, Na," ucap kamu tiba-tiba, yang membuat Karina mengerutkan kening.
"Kemarin gue ke sirkuit--"
"Apa?!" Karina dan Giselle langsung menggebrak meja, tapi dengan cepat kembali duduk santai karena semua perhatian orang-orang di kantin tertuju pada kalian.
Kamu mengangguk. "Gue lihat Hyunjin. Emang kayak ciri-ciri yang lo bilang, dan--" Perkataan kamu tertahan, kamu menunduk. "Dia emang udah bener-bener berubah, gue kayak nggak ngenalin dia."
Karina menatap kamu iba, bahkan Giselle yang tidak tahu siapa orang yang kamu maksud juga ikut menatap prihatin.
"Sekarang lo udah lihat sendiri, udah percaya, kan? Lalu gimana keputusan lo? Mau tetep nungguin dia?" tanya Karina dengan nada berbeda, Karina memang selalu sewot kalau kamu sudah membahas Hyunjin.
"Gu-gue nggak tau," jawab kamu. "Semua emang udah terbukti setelah gue lihat langsung kemarin, tapi kenapa.... Gue masih nggak yakin?"
"Nggak yakin gimana sih??" Karina mulai kesal. "Udah jelas-jelas dia salah bukan memperbaiki semua malah kabur, sekarang malah jadi berandalan tukang balapang kayak gitu. Orang kayak dia yang lo harapin? Sebenarnya lo ini setia apa bego sih?"
Tepat setelah itu kantin riuh karena ada 5 cowok yang datang, kamu melirik ke pintu masuk, tatapan kamu langsung bertemu dengan Yoshi yang bediri paling depan, bersebelahan dengan Soobin. Tapi setelah itu kamu langsung beralih natap Giselle yang makan di depan kamu.
Kening kamu berkerut karena cewek itu diam aja. "Tumbenan kalian berdua diem aja, nggak ikut teriak-teriak?" tanya kamu.
Giselle dan Karina natap kamu, lalu menggeleng bersamaan, terlihat murung dan lemas.
"Nggak dibolehin sama doi, kenapa gue jadi sedikit menyesal ya nerima dia," jawab Giselle, cemberut.
Kamu mendesis. "Ya mending sama yang pasti-pasti aja lah daripada ngejar mereka yang dikejar satu sekolah."
"Heh! Lo ngomong kayak gitu merasa nggak ngelakuin hal yang sama? Lo juga masih nungguin Hyunjin yang nggak ada kepastiannya, segala nolak pula waktu ditembak cowok."
Kamu mendelik menatap Karina yang kini memasang wajah menantang, tapi yang dia katakan memang benar. Kamu menghela napas.
"Jadi gue nggak perlu nih dapetin nomer mereka?" tanya kamu sambil memainkan alis.
Giselle dan Karina melotot. "HARUS LAH!"
.
.
.
.
."Y/n?"
Kamu mengerjap saat sebuah tangan melambai di depan wajah kamu.
"Jangan ngelamun," ujar Bomin. "Lagi nggak enak badan ya?"
"Enggak kok," geleng kamu. "Ini gue ngerangkumnya juga udah selesai, tinggal jadiin ppt aja." Kamu mendorong buku catatanmu mendekat pada Bomin.
Bomin menerima buku itu, namun masih menatap kamu tidak yakin, apalagi kamu kembali melamun. Selama kerja kelompok, kamu memang tidak fokus. Sejak pagi tadi pikiran kamu ke mana-mana.
"Istirahat dulu deh." Bomin melirik jam tangannya. "Mau pesen minum apa? Gue yang bayar."
Kamu menggeleng cepat. "Gue bisa pesen sendiri nanti kalau haus, mending kita selesaiin ini deh supaya bisa cepet pulang. Udah kesorean juga."
Bomin menatap kamu. "Yakin? Lo kayaknya lagi banyak pikiran."
Kamu menunduk, memang.
"Atau lo pulang aja, sisanya biar gue yang kerjain di rumah, lagian lo udah ngerangkum banyak." Bomin mematikan laptopnya. "Ayo gue anter pulang."
"Nggak usah." Kamu beranjak. "Gue--"
Kalimat kamu tertahan karena ponsel di atas meja berdering, itu ponsel kamu. Nama Jeongwoo tertampil di sana, membuat kamu langsung menyambar benda pipih itu dan menggeser icon ponsel warna hijau.
"Hallo, Jeongwoo? Ada apa?"
"..."
"Bunda? Kok bisa? Sekarang kalian di mana?"
"...."
"Oke, kakak ke sana sekarang. Kamu sama Jisung tetap di sana ya!"
Sambungan terputus, kamu segera mengemasi barang-barang. Melihat kamu yang tampak buru-buru, Bomin hanya memerhatikan sampai kamu selesai beres-beres.
"Gue anterin," tawar cowok itu, memasukan laptop dan bukunya ke dalam tas.
"Nggak usah, gue bisa sendiri. Hati-hati pulangnya, Bomin. Gue duluan!"
Kamu melambaikan tangan pada Bomin, lalu berjalan cepat keluar dari cafe tempat kalian janjian untuk mengerjakan tugas sepulang sekolah tadi.
Pikiran kamu yang sudah berantakan semakin kalut karena mendapat kabar dari Jeongwoo tadi, tanpa bisa dikendalikan air mata bercucuran keluar dari sudut mata kamu.
Bunda pingsan kak, dari mulut sama hidungnya keluar darah!
"Bunda...."
.
.
.
.
."Jisung! Jeongwoo!"
Dua bocah laki-laki yang sedang duduk di kursi tunggu itu menegakkan kepala, mereka langsung berdiri.
"Kak Y/n!"
Kamu berjalan cepat menghampiri dua bocah yang masih mengenakan baju olahraga sekolah itu. Mereka pasti baru pulang dari ekstra basket.
"Bunda gimana? Kenapa bisa pingsan?" tanya kamu beruntun pada dua bocah itu.
Jeongwoo menunduk, lalu menggeleng. Saat kamu kenatap Jisung, bocah itu juga melakukan hal yang sama. Kamu menghela napas, merangkul keduanya yang juga merangkul kamu.
"Udah jangan nangis," ujar kamu menenangkan si kembar yang menangis. "Berdoa biar Bunda nggak kenapa-kenapa."
Tepat saat itu pintu putih ruangan terbuka, membuat kamu dan si kembar menoleh. Seorang dokter laki-laki paruh baya keluar dari ruangan itu dengan setengah wajah tertutup masker, membuat kamu harap-harap cemas.
"Dengan keluarga Ibu Hani?"
"Iya, dokter." Kamu maju menghadap dokter. "Saya putrinya. Bunda saya baik-baik saja kan?"
Dokter tidak langsung menjawab, pria itu menatap Jeongwoo dan Jisung bergantian, lalu kembali menatap kamu.
"Mari ikut saya ke ruangan, saya ingin membicarakan soal keadaan Ibu anda."
.
.
.
Tbc~MunLovea
Sabtu, 08 Mei 2021

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Meteor Garden - Kanemoto Yoshinori [SELESAI]✔
Fanfiction[IMAGINE PROJECT] Yang pasti ini bukan kisah manis masa SMA seperti drama Meteor Garden! #1 Imagine [18-04-2022] #1 Imagine [01-05-2022] #1 Imagine [15-07-2022] ⚠️ Imagine ⚠️ Pasangan di cerita ini murni untuk kepentingan cerita ⚠️ Apa pun yang ada...