23.

543 131 21
                                    

"Jangan, Bun! Jangan pukul Jeongwoo! Pukul Jisung aja, Jisung yang salah!"

Kamu baru sampai di ambang pintu saat mendengar suara tangisan dan rintihan dari dalam. Tanpa menebakpun kamu sudah bisa tahu bagaimana situasinya, kamu langsung berlari masuk menghampiri sumber suara.

"BUNDA!"

Bunda Hani dan sikembar menoleh karena mendengar pekikan kamu, dua bocah laki-laki itu beranjak dan langsung berlari ke arah kamu, bersembunyi di belakang kamu.

"Udah berkali-kali Y/n bilang, jangan main kasar lagi sama mereka, mereka masih kecil, Bunda!"

"Jangan ikut campur, Y/n! Justru karena mereka masih kecil harus diajarin biar sopan!"

"Memang mereka ngapain sampai Bunda pukuli seperti ini? Mereka kan nggak--"

"Mereka nyuri uang saya!" potong Bunda, membuat kamu langsung terdiam.

Jisung dan Jeongwoo menggeleng saat kamu menatap keduanya bergantian, ketara sekali sorot ketakutan di mata dua bocah itu.

Kamu menghela napas. "Berapa uang yang diambil mereka, biar Y/n ganti," ujar kamu, tidak mau memperpanjang masalah.

Bunda malah tertawa meremehkan. "Mentang-mentang udah cari duit sendiri ya, sok banget kamu, emang kamu pikir dengan begini masalah selesai?" Bunda mengembil kayu rotan yang tergeletak di samping kakinya. "Kalau kamu mau saya maafin mereka, kamu tau betul apa konsekuensinya."

Kamu tidak terkejut lagi dengan kalimat itu, dan seperti biasa kamu tidak akan melawan.

"Kak." Jisung menahan lengan kanan kamu, bocah itu menggeleng.

Kamu menggangguk pelan membalasnya. "Jisung sama Jeongwoo ke kamar aja ya? Ganti baju terus istirahat, kalau belum makan kalian makan dulu," ujar kamu.

Jisung dan Jeongwoo kembali menggeleng tapi kamu menatap yakin pada mereka.

"Nanti Kakak janji ajak kalian makan di luar lagi, sana keluar dulu. Kakak mau ngomong sama Bunda."

"Jangan kebanyakan drama! Cepat kamu sini."

Kamu menoleh pada Bunda yang tampak mulai kesal, lalu kembali menatap Jisung dan Jeongwoo.

"Kakak nggak akan kenapa-kenapa, janji."

.
.
.
.
.

Kamu meringis saat merasakan perih di permukaan kulit kedua lengan kamu, punggung kamu juga sakit karena hukuman dari Bunda Hani tadi. Bukan pertama kali hal ini terjadi, tapi kamu tidak juga kebal dengan rasa sakitnya.

Setiap Bunda marah pada si kembar, kamu selalu melindungi dua bocah itu agar tidak bernasib sama seperti kamu yang selalu kena pukul.

Sebenarnya kamu ingin membawa mereka pergi dari tempat ini, tempat yang rasanya tidak seperti rumah untuk kalian. Tapi kamu sadar, kamu belum bisa menanggung kehidupan mereka hanya dengan kerja sambilan, apalagi kalian masih sekolah.

Tok! Tok!

Kamu menoleh saat pintu kamar diketuk, sesaat kemudian pintu dibuka perlahan. Jisung tampak menjembulkan kepala dari celah pintu, membuat kamu tersenyum tipis.

Jisung berjalan mendekat dengan ragu, ia duduk di samping kamu yang kini duduk pada tepian ranjang. Tangan kamu terulur mengusap puncak kepalanya.

"Kenapa belum tidur?" tanya kamu, membuat Jisung menoleh.

Perhatian Jisung teralih pada lengan kamu, tangannya ganti terulur mengambil kedua tangan kamu, dan perlahan menyibak lengan panjang piama tidur yang kamu kenakan.

Bukan Meteor Garden - Kanemoto Yoshinori [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang