5. Persis

6.8K 792 18
                                    

"Bintang."

Bintang yang duduk hanya dengan beralaskan tanah dan rumput kering di lapangan itu mendongak, mencari si sumber suara. Langit sudah berdiri di hadapannya, sebelah tangan anak itu disembunyikan di balik badan lengkap dengan seringai lebar di wajahnya, membuat Bintang segera menghapus air matanya yang sejak tadi terus merembes keluar. "Kamu ngapain disini?" tanya gadis kecil itu sembari bangkit dari posisi duduknya.

"Nyariin kamu," jawabnya. "Aku mau kasih kado."

"Apa?" tanya Bintang penasaran.

Langit tersenyum kecil. "Tutup mata dulu."

"Apaan, sih." Bintang mendelik.

"Mau kado, nggaak?"

"Iya, iya." Bintang akhirnya menurut. Pelan-pelan, ia menutup kedua matanya. "Udah beluuum?"

Langit meraih pergelangan tangan kanan Bintang perlahan, lalu menyematkan hadiahnya disana. "Udah," jawabnya sesaat kemudian.

Gadis kecil itu membuka mata dan segera menilik pergelangan tangan kanannya. Disana terpaut gelang putih dengan motif bintang-bintang kecil yang saling terkait dengan seutas tali putih tipis yang membuatnya tampak sederhana namun manis.

Gelang. Warna putih. Motif bintang. Persis seperti yang diinginkannya.

Bintang menatap gelang itu dan Langit secara bergantian. Matanya kini kembali disesaki oleh air mata-namun dengan alasan yang sama sekali berbeda dengan air mata yang tumpah tadi.

"Selamat ulang tahun, Bintang."

***

11:52 PM

Bintang melirik jam digital di nakas, lalu mendesah pelan. Malam sudah selarut ini, namun ia belum bisa memejamkan mata. Usaha yang dilakukannya untuk masuk ke alam mimpi sejak tadi hanya berujung dengan kilasan-kilasan balik tentang masa kecilnya. Alhasil ia hanya berbaring di atas tempat tidurnya, menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya.

Semua gara-gara cowok itu.

Bohong kalau Bintang bilang ia tidak mendengar teriakan cowok itu. Ia mendengarnya-bahkan dengan sangat baik dan jelas.

By the way, gue bukan Setan. Gue Langit.

Apa dia beneran Langit? Bintang bertanya dalam hati. Sesaat kemudian, ia membalik posisi tubuhnya ke sebelah kanan, lalu kembali berpikir. Bukan, bukan. Maksudnya, apa dia Langit yang itu?

Langit. Langit. Langit.

Bintang menyebutkan nama itu berulang-ulang, tanpa suara. Hanya ingin mengetes bagaimana rasanya menyebutkan nama familiar yang tidak pernah lagi ia sebutkan itu. Nama itu masih familiar di bibirnya dan ada gelenyar aneh yang timbul saat menyebutkannya.

Gelenyar aneh dari masa lalu. Mungkin itu yang orang-orang sebut dengan kenangan. Nostalgia. Atau apapun namanya.

"Langit," Bintang berucap, kembali membalikkan tubuhnya dalam posisi telentang, sembari memandang kosong ke atas. "Itu beneran kamu?"

Hening.

Pertanyaan itu mengambang dan tidak menemukan jawaban. Hanya bunyi bip dari jam digital yang menunjukkan tepat tengah malam yang terdengar. Bintang menghela nafas panjang dan menutup mata pelan-pelan.

Entah berapa lama kemudian sampai akhirnya rasa kantuk menguasai lalu membawanya memasuki alam mimpi.

***

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang