Dewa siuman setelah tiga hari tidak sadarkan diri di ICU. Adalah keajaiban ketika ia memperoleh kembali kesadarannya dan membuka mata di saat tim medis rumah sakit sudah mewanti-wanti pihak keluarga untuk berlapang dada dan bersiap untuk kemungkinan terburuk.
Bintang yang tiga hari itu tidak cukup tidur bergetar begitu mendengar kabar tersebut. Sudah tiga hari itu pula gadis itu membolos sekolah dan menemani Dewa dari luar ruang ICU, bersama dengan ibu Dewa dan Langit. Saat dokter keluar dan mengabarkan perkembangan kondisi Dewa, ibu Dewa menangis bahagia. Langit yang sedang berada di rumah saat itu untuk mengambilkan baju ganti untuk ibunya, bergegas kembali ke rumah sakit ketika dikabari perihal tersebut.
Hanya keluarga yang diperbolehkan masuk menengok, maka Bintang tetap menunggu di luar saat ibu Dewa masuk ke dalam ruang ICU. Tidak lama setelah ibu Dewa masuk, Langit datang. Ekspresi di wajahnya tampak tidak terbaca. Entah kaget, tidak percaya, senang. Saat Bintang melihat ke arahnya, ia membuang muka. Cowok itu menjaga jarak sambil menunggu ibunya keluar dari ruang ICU. Mereka berdua tidak saling tegur sapa sejak malam itu.
Saat ibu Dewa keluar, senyumnya merekah, kemudian menghambur memeluk Langit. Air matanya merembes di sudut matanya. Bintang dapat merasakan kelegaan dari wanita itu. Dengan begitu, gadis itu tersenyum. Rasanya ada separuh beban yang diangkat dari pundaknya. Bintang lalu mengambil tasnya, menyampirkannya ke pundak, dan berniat pulang. Setidaknya ia bisa beristirahat sebentar sebelum menjenguk Dewa lagi.
"Bintang."
Panggilan tersebut membuat langkah kaki Bintang terhenti. Didapatinya ibu Dewa berderap ke arahnya, lalu tahu-tahu saja wanita itu memeluknya. Bintang tersentak, tidak menduga. Awalnya gadis itu ragu-ragu, namun ia balas melingkarkan kedua lengannya di tubuh wanita itu.
"Makasih, Nak," kata ibu Dewa.
Bintang yang masih dalam rengkuhannya menggeleng pelan. "Saya nggak bikin apa-apa, Tante," jawabnya.
Kemudian ibu Dewa menarik diri dan memegang kedua bahu Bintang, menatap gadis itu lurus-lurus, sembari sesekali merapikan helai rambut panjangnya yang berantakan. "Kamu sering-sering main ke sini, ya? Dewa pasti senang lihat kamu."
Bintang mengangguk. "Saya pasti bakal sering ke sini, Tan. Sampai Dewa sembuh."
Setelahnya, Bintang pamit, meninggalkan ibu Dewa dan Langit di depan ruang ICU. Rasanya lega mengetahui Dewa sudah membaik dan ibunya tidak menyimpan amarah terhadapnya. Namun masih ada satu yang membebani Bintang.
Langit. Cowok itu bahkan enggan menatap matanya.
***
Langit menatap punggung Bintang yang berangsur-angsur menjauh. Rambut panjangnya yang tergerai bergoyang seiring langkah kakinya. Sebagian dari diri Langit itu menyusul dan menawarinya tumpangan pulang. Namun sebagian lainnya berkeras bahwa gadis yang hampir mencelakai adiknya itu pantas diberi pelajaran.
"Kamu kenapa?" tanya Mama, begitu melihat pandangan Langit terpaku ke sosok yang sudah hilang di belokan koridor tersebut.
Langit menggeleng. "Dewa gimana, Ma?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Kata Dokter, kalau hasil pemeriksaannya sudah keluar dan kondisinya sudah stabil, Dewa sudah bisa pindah ke kamar rawat besok."
Langit menghela napas lega. Cowok itu kemudian duduk di kursi tunggu, Mama mengekori di belakang.
"Kamu pulang aja," saran Mama. "Sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang
Подростковая литератураMasa kecil yang bahagia hanya isapan jempol untuk Bintang, sebab di hidupnya, masa itu diisi dengan perselisihan kedua orang tuanya-ibu yang berteriak marah, ayah yang ringan tangan, sumpah serapah, piring pecah, pintu yang dibanting kasar, ayah yan...