Bintang mendorong pintu ruang rawat Oma dengan pelan agar tidak menimbulkan suara yang menganggu, siapa tahu neneknya itu sedang tidur. Tapi ternyata tidak. Oma sedang menonton TV. Ia menoleh, lalu tersenyum pada Bintang. "Kok baru pulang?" tanyanya sambil melirik jam dinding di ruangan tersebut. 06.30. Bintang tidak pernah pulang lewat dari pukul lima selama Oma dirawat di rumah sakit.
Bintang berderap masuk, lalu meletakkan seluruh barang bawaannya di meja di samping TV. "Aku tadi pulang dulu, ngambil baju buat Oma," jawab Bintang. "Sekalian beli makan malam. Oma pasti bosan makan makanan rumah sakit, kan? Ini aku bawain sup jagung sama perkedel kentang."
Oma tertawa. "Nggak jauh beda sama menu makanan rumah sakit," komentarnya.
"Tapi seenggaknya, makanan ini nggak se-steril makanan rumah sakit," tutur Bintang, dengan tawa berderai. "Makan aja, Oma. Aku tau Oma kangen banget sama perkedel kentang."
Bintang mengeluarkan sup jagung dan perkedel kentang ke piring plastik plastik yang dibawanya.
Oma memperhatikan meja tempat gadis itu meletakkan barang-barang bawaannya. Meja itu tampak penuh, karena piring bekas makan siang tadi belum diambil kembali oleh perawat. Di samping itu, pembungkus bekas obat belum dibersihkan. Dan sisanya adalah barang bawaan Bintang tadi; Plastik makanan, piring plastik, tas pakaian dan ... sebuket bunga?
"Baby's Breath?" tanya Oma, saat Bintang dengan hati-hati meletakkan piring berisi makanan ke nakas di samping tempat tidurnya.
Bintang mengangguk. Ia lalu membantu Oma untuk duduk di atas tempat tidurnya.
"Dari siapa?" tanya Oma lagi sambil memandang Bintang. Gadis itu seolah menolak menatapnya.
"Dewa."
Seulas senyum seketika terbit di bibir Oma. Matanya memicing kepada cucunya itu, siap menggodanya. "Pilihannya bagus. Baby's Breath. Lambang kepolosan, kesucian, kemurnian cinta."
Bintang diam saja. Ia menarik satu kursi ke dekat tempat tidur Oma lalu duduk disana untuk menyuapi Oma.
Oma menghadapkan tubuhnya pada Bintang. "Dewa ngasih kamu bunga dalam rangka apa?"
"Nggak tau," jawab gadis itu. Ia masih saja menolak untuk menatap Oma dan berpura-pura sibuk menyendok sup jagung dari piring plastik di tangannya. "Buka mulut, Oma," ucapnya sambil menyodorkan sesendok sup jagung pada neneknya itu.
Oma tidak menggubris sup jagung itu, tahu persis bahwa hal itu hanya akal-akalan Bintang untuk mengalihkan pembicaraan. Senyum di wajah Oma kian melebar. "Kamu beruntung dekat sama cowok kayak dia," ucap Oma. "Jangan disia-siain, dong. Ntar nyesal."
"Oma apaan sih," Bintang berdecak sebal. "Makan dulu, Oma."
Melihat reaksi Bintang, Oma semakin semangat menggodanya. "Dewa suka kamu, ya?"
"Oma, ah!" Bintang meletakkan piring makanan Oma ke nakas, lalu membuang muka, melancarkan aksi ngambek. Tawa Oma berderai saat itu juga.
"Oma setuju kalo kamu sama Dewa," ucap Oma. "Dia baik."
Bintang berani bersumpah wajahnya sekarang sudah semerah pantat bayi. "Kalo Oma nggak mau makan, aku yang makan, nih," katanya.
"Jangan dong," protes Oma. "Suapin Oma, cepat."
"Ih, Oma manja," kata Bintang. Meskipun begitu, ia mengambil piring makan tersebut lalu menyendokkan sesuap pada Oma.
"Dewa baik, ya." Oma membuka topik pembicaraan yang sama, tapi kali ini tidak dengan nada bercanda lagi. Tidak ada lagi niatan untuk menggoda. "Oma aja yang baru berapa kali ketemu dia tau kalo dia baik."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang
Novela JuvenilMasa kecil yang bahagia hanya isapan jempol untuk Bintang, sebab di hidupnya, masa itu diisi dengan perselisihan kedua orang tuanya-ibu yang berteriak marah, ayah yang ringan tangan, sumpah serapah, piring pecah, pintu yang dibanting kasar, ayah yan...