39. Mulai Baru

186 10 6
                                    

Bintang melangkah memasuki gerbang sekolahnya yang baru. Hari pertama, lagi. Aneh rasanya merasakan sensasi hari pertama bersekolah lagi di saat semester sudah akan berakhir. Bintang mengenggam erat-erat strap ranselnya. Ia benar-benar memulai hidup di sini.

Sekolah barunya tidak seluas sekolah yang lama. Hanya empat gedung bertingkat tiga yang mengelilingi satu lapangan luas—yang merupakan gabungan dari lapangan basket, lapangan futsal, juga lapangan upacara. Tidak ada koridor terlarang untuk anak baru, tidak ada rumah pohon di halaman belakang sekolah, tidak ada ruang auditorium yang luas.

Bintang melangkah ke gedung di sebelah kanan, karena saat menyelesaikan administrasi kemarin, ia diberitahu bahwa ia akan masuk kelas X IPA 3 dan rumpun kelas X IPA berada di gedung kanan.

"Bintang!"

Deg.

Jantung Bintang berdegup lebih cepat mendengar panggilan tersebut. Suara itu begitu familiar di telinganya, ia bahkan tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang memanggilnya. Kejadian ini persis seperti hari pertamanya bersekolah dulu. Sosok yang memanggilnya terengah-engah menghampirinya. "Dipanggilin dari tadi," kata orang itu.

Bintang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Entah kenapa, melihat Thalia di sini membuatnya merasa aman. Menemukan sosok familiar di antara semua yang asing seperti menemukan sumur berlimpah air di tengah padang pasir.

"Eh, eh, kok nangis?" Thalia panik ketika Bintang mulai terisak. Gadis itu segera memeluk Bintang erat, sembari mengelus pelan punggungnya.

"Kok lo bisa di sini?" tanya Bintang.

"Gue kan dikeluarin dari sekolah juga," jawab Thalia.

"Kenapa masuk sekolah ini juga?" Dengan pandangan yang masih buram dengan air mata, ia menatap temannya itu penuh selidik. "Lo ngikutin gue, ya?"

"Nggak banyak yang nerima murid baru di akhir semester gini, Bintang," kata Thalia memberi alasan. "Tapi memang, sih, firasat gue lo bakal sekolah di sini karena sekolah ini juga dekat dengan rumah sakitnya Dewa."

Benar. Salah satu pertimbangan Bintang memilih sekolah itu adalah rumah sakit tempat Dewa dirawat berada tidak jauh dari sana. Dengan begitu, ia bisa dengan lebih leluasa berkunjung setelah jam pulang sekolah atau sesekali membolos sekolah untuk tidur siang di ruang rawat Dewa. Bintang telah membayangkan itu semua saat ia menyelesaikan administrasi.

"Kita sekelas?" tanya Bintang.

Saat Thalia mengangguk mengiyakan, Bintang senang bukan main. Ini betul-betul awal baru yang baik buatnya.

***

"Mau gue jemput?" tanya Langit di seberang telepon. Jam pelajaran baru saja usai. Bintang tengah menutup buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas ketika ponselnya berbunyi dan nama Langit tertera di sana.

"Emang nggak ada les hari ini?" tanya Bintang. Setahu Bintang, jadwal Langit menjelang ujian akhir makin padat. Itulah sebabnya ia jarang mendapati Langit di ruang rawat Dewa karena cowok itu baru akan pulang ketika jam besuk telah usai.

"Ada sih," kata Langit. "Tapi hari ini pengen bolos dulu deh, kayaknya. Capek. Mau istirahat."

"Ya udah."

"Ya udah apa nih? Dijemput apa nggak?"

"Iya, jemput."

"Oke." Meski tanpa melihatnya, Bintang dapat merasakan Langit tersenyum saat mengucapkannya. "Gue ke sana sekarang."

Bintang mengiyakan dan menutup sambungan telepon.

"Kak Langit?" tanya Thalia yang juga baru selesai mengepak isi tasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang