29. MOS Hari Terakhir

3.3K 469 123
                                    

"Lo telat." Langit berdiri di depan papan informasi, berkacak pinggang sambil melihat jam tangannya. Sudah lima menit dia berdiri di sana, menunggu Bintang yang katanya kelasnya baru saja selesai.

Bintang terengah-engah menghampiri kakak kelasnya itu. "Lo tahu sendiri kan kebiasaan Pak Nas kalo ngajar jam terakhir gimana," ujarnya seraya berusaha menormalkan napasnya yang satu-satu. "Suka lupa waktu."

"Hm."

Keduanya lantas melangkah meninggalkan papan informasi, menuju gedung di sayap kanan sekolah tempat ruangan OSIS berada. Sekarang sedang tidak ada rapat ataupun kegiatan OSIS lainnya, makanya ruangan tersebut kosong.

"Hari ini kita mau ngapain?" tanya Bintang. "Gue sudah lihat semua bagian sekolah, loh."

"Oh, ya?"

Bintang mengangguk. "Ngapain kita ke sini?"

Langit melangkah ke sudut ruangan OSIS, Bintang mengekorinya. Di sana terdapat ruangan kecil lainnya, disekat dengan dinding berwarna putih, senada dengan seisi ruangan OSIS. Pintunya yang tampak kokoh dicat berwarna hitam.

"Lo pasti belum lihat ini, kan." Langit membuka pintu bilik di sudut di ruang OSIS itu.

"Ini ruangan apa?" Bintang melongokkan kepala ke dalam ruangan tersebut. Isinya rak-rak yang sesak oleh dokumen di setiap sudut.

"Ruang arsip sekolah." Langit menjawab. "Sebenarnya nggak boleh sembarangan orang masuk sih, tapi lo nggak papa lah."

Bintang tersenyum mendengarnya. "Gue boleh masuk?"

"Silakan."

Gadis itu melangkah ke dalam seraya mengedarkan pandangannya di ruangan yang sempit itu. Tidak banyak yang bisa dilihat. Hanya rak-rak penuh dokumen.

Kemudian mata Bintang tertumbuk pada sebuah kotak besi di sebelah salah satu rak. Kotak tersebut tidak begitu mencolok karena sewarna dengan tembok di belakangnya. "Itu apa?" tanyanya pada Langit.

"Brankas OSIS," jawab Langit. "Dipakai buat nyimpan uang sumbangan untuk bazar amal OSIS akhir tahun nanti."

"Kenapa nggak bendahara aja yang pegang uangnya?"

"Udah jadi tradisi sekolah, semua uang sumbangan disimpan di brankas." Langit menjelaskasn. "Bendahara tugasnya ngatur keuangan event-event atau pemasukan dan pengeluaran OSIS, ribet kalau mau dicampurin sama sumbangan. Lagian lebih aman juga kan."

"Hmmm, gitu. Ini sekolah banyak banget ya tradisinya," gumam Bintang.

"Terus lo mau tahu apa spesialnya brankas ini?"

"Apa?"

"Passcode-nya diatur sama setiap ketua OSIS yang menjabat."

"Wah, berarti yang ngatur tahun ini lo ya?"

"Gue belum ganti."

"Loh, kenapa?"

"Nggak mau aja." Langit mengedikkan bahu. "Tapi sekarang gue mau ganti. Tanggal lahir lo berapa?"

"Kenapa harus tanggal lahir gue?"

"Kan suka-suka gue." Langit kemudian mengatur passcode brankas tersebut. Sebenarnya, tanpa Bintang jawab pun, Langit sudah tahu tanggal lahir gadis itu.

"Emangnya nggak papa gue tahu passcode-nya? Gue bahkan bukan pengurus OSIS," kata Bintang.

"Overthinking. Selama lo bisa jaga rahasia ya nggak papa, lah."

Langit melangkah keluar dari bilik itu setelah mengganti passcode brankas. Bintang mengikutinya di belakang. "Ya, tapi kan—" Bintang yang masih hendak protes berhenti ketika melihat seseorang yang dikenalnya berdiri di ruang OSIS. "Eh, Thalia. Udah kelar latihannya?"

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang