31: Berbicara |S4 (Revisi)

3.3K 585 453
                                    

Happy reading ❤️

***

"Menahan para Relawan Anti-Marley? Aku tak percaya komandan Pyxis akan memakai taktik tangan besi seperti itu." Pemuda berambut moca yang kini wajahnya ditumbuhi janggut tipis berujar dengan kepala yang tertunduk. Kedua mata tajamnya memperhatikan meja kaca yang terletak dihadapannya dengan kening yang berkerut.

"Kita, Pasukan Pengintai berhubungan baik dengan mereka. Itu sebabnya mereka tak memberitahu kita sebelumnya," sahut Armin. Pemuda yang kini sudah memangkas rambut bobnya menghela nafas, sedikit menaikkan lengan baju biru langitnya.

"Kurasa mereka tak punya pilihan lain. Kita masih belum tahu persis apa yang direncanakan oleh Zeke. Jadi, kita berada dalam situasi yang cukup rumit. Dan tiba-tiba Eren mulai setuju dengan rencana Zeke. Apa yang mungkin sudah Eren bicarakan dengan Zeke selama kontak mereka di Marley? Hanya mereka berdua yang tahu pasti," tambah Jean.

[Name] mendongak. Menatap Jean yang masih menundukkan kepalanya lalu merapatkan cardingan rajut coklatnya sehingga menutupi tubuhnya. Gadis berambut hitam pendek yang sengaja ia gerai menghembuskan nafas. "Bahkan gelagat Eren sudah terlihat ingin seperti mengkhianati militer," sahut [Name]

"Teman-teman." Sontak panggilan Connie membuat [Name], Jean, Armin dan Mikasa yang berada di ruangan tempat biasa mereka berkumpul menoleh. Memperhatikan pemuda berambut tipis yang tengah berdiri di depan jendela dengan tatapan bencinya. "Apa dia mirip Eren bagi kalian? Menurutku tidak. Pria itu bukan Eren. Jika dia lebih memilih kakaknya daripada kita-"

"Lalu kenapa?" Mikasa kembali menoleh ke depan dan memotong perkataan Connie dengan cepat.

"Kita harus bersiap untuk membunuhnya dengan tangan kita sendiri-"

"Aku tak akan membiarkan kau melakukan itu!" Lagi, Mikasa memotong perkataan Connie dengan nada bicaranya yang meninggi.

Connie menoleh, menatap Mikasa dengan kedua matanya yang membelak dan rahang yang mengeras. "Apa kau juga memihaknya, Mikasa?"

Pertanyaan Connie sontak membuat gadis berambut pendek yang dipangkas seperti pria tersebut menunduk. Mikasa memainkan jari-jemarinya di atas pahanya. "Kurasa itu tak akan terjadi. Eren lebih memedulikan kita daripada orang lain. Aku yakin kalian juga sadar akan hal itu. Mungkin itu sebabnya dia lebih agresif kepada semua orang selain kita. Aku yakin itu karena perasaannya terlalu kuat-"

"Itu salah. Sekuat apa pun kau, dirinya di masa lalu selalu menjauhkanmu dari garis depan. Tapi, dia mengirim Armin menghancurkan pelabuhan dan memanggil dirimu serta [Name] ke medan perang. Begitupun dengan orang yang dia bilang penting baginya. Aku, Connie dan Shasa." Jean menyela sembari mendongak dan menatap Mikasa.

"Itu pasti karena dia mempercayai kita!" sentak Mikasa. "Faktanya, dia tak akan bisa melakukan apa pun jika kita tak menyelamatkan dirinya."

"Dan Shasa tak perlu mati," imbuh Connie cepat. "Mikasa, menurutmu apa yang Eren lakukan saat Shasa meninggal? Menurutmu dia menangis? Menurutmu dia frustasi?" Connie melemparkan pertanyaan yang membuat Mikasa bungkam untuk membela Eren ditengah-tengah perdebatan.

"Connie, hentikan." Jean mencoba untuk menghentikan Connie yang terlihat tersulut oleh emosinya.

"Badebah itu tertawa." Sontak [Name] membulatkan kedua matanya terkejut ketika mendengar ucapan Connie. "Aku bertanya-tanya apa yang dia anggap lucu. Bagian mana tentang kematian Shasa yang lucu? Beritahu aku, Mikasa, kenapa Eren tertawa? Kau tahu segalanya tentang Eren kan? Katakan!"

[Name] menghela nafas sembari mengusap wajahnya. "Eren menanggung beban yang lebih berat daripada kita dan sudah pasti dia frustasi. Cukup susah untuk menjaga kewarasan disituasi seperti ini," imbuh [Name].

𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌𝐒 𝐀𝐍𝐃 𝐆𝐎𝐀𝐋𝐒 || AOT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang