25: Mimpi |S3 (Revisi)

2.9K 670 308
                                    

Happy reading ❤️

***

[Name] membelakkan kedua matanya ketika melihat pemandangan di depannya. Eren sudah tersungkur ke tepi atap akibat hantaman dari Levi. Mikasa terlihat berusaha melawan Levi. Floch salah satu prajurit baru tampak berusaha menghentikan Mikasa. Erwin terbaring sekarat dengan pendarahan hebat di bagian perut. Berthold yang tak sadarkan diri dengan kondisi tangan dan kaki yang terpotong. Yang terakhir, Armin, tubuh pemuda tersebut sudah sepenuhnya gosong, membuat jantung [Name] serasa mencelos.

"Armin, kau sudah mati ...?" tanya gadis itu dengan kedua matanya yang membelak.

Armin benar-benar mengorbankan dirinya dan penilaian [Name] tidaklah salah akan hal tersebut. Tatapan Armin yang yakin untuk mengorbankan dirinya benar-benar terjadi.

Namun, suasana semakin menegangkan ketika Mikasa mencoba membrontak dan berusaha merebut serum titan dari Levi dan berusaha membunuh Floch yang menghalanginya. Hange dengan sigap menahan gadis tersebut.

"Mikasa! Kita masih membutuhkan Erwin!" ucap Hange sembari berusaha membawa Mikasa menjauh.

"Hange?!" Levi tersentak kaget sembari kembali duduk. Pria berusia 26 tahun tersebut terlihat sudah kelelahan dengan hal yang ia lewati. Menghabisi titan-titan dan hampir membunuh Beast titan bukanlah hal yang mudah.

"Kita tak boleh membiarkan api harapan di dalam dinding itu padam!" tambah Hange. Masih berusaha menahan Mikasa yang membrontak dan mulai menangis.

"Hal itu .... Armin juga bisa melakukan itu!" sentak Mikasa dengan isak tangisnya.

Mikasa tidak ingin kehilangan Armin. Karena impian Mikasa adalah ia ingin selalu berada di dekat Eren, Armin dan [Name] di dunia yang kejam, tetapi juga indah ini.

"Benar. Armin memang berbakat. Tapi, kita masih membutuhkan kemampuan memimpin Erwin untuk-" Perkataan Hange terpotong ketika Mikasa mencengkeram tangan Hange yang menahannya dengan kuat. Setelah berhasil melepas cengkraman Mikasa, Hange kembali melanjutkan kalimatnya. "Aku juga memiliki orang-orang yang ingin kubangkitkan. Ada ratusan. Sejak aku bergabung dengan Pasukan Pengintai, aku mengalami perpisahan setiap hari. Tapi, kau mengertikan?" tanya Hange. Mikasa mulai berhenti membrontak meski tangisan gadis tersebut masih terdengar.

"Kita memang akan berpisah dengan semua orang suatu saat nanti. Ini memang berat sampai kita tak bisa menerimanya. Sangat sulit untuk menjaga kewarasan dalam situasi seperti ini. Menyakitkan. Sangat menyakitkan. Aku tahu itu." Hange memeluk Mikasa. Berusaha membuat gadis tersebut untuk tenang. "Aku tahu itu. Meski begitu kita harus tetap melangkah ke depan."

[Name] bergeming di posisinya ketika mendengar penuturan Hange. Ia melihat Levi yang bersiap membuka kotak berisikan serum. Gadis tersebut mengambil bilah pedangnya dan mengarahkannya kepada Levi. Ia melangkah, mendekati Levi dan menatap pria tersebut dengan tatapan kelamnya.

"[Name]! Apa yang kau lakukan?!" Jean meneriaki [Name], tetapi diabaikan begitu saja.

"Kapten, apa anda tahu sesuatu tentang laut? Sejauh apapun kita melihatnya, itu akan membentang sampai melewati cakrawala. Seperti danau yang sangat luas. Armin, laut yang ada di sisi lain dinding ... suatu saat ... kami akan mengunjunginya. Kami sudah berjanji malam itu. Armin memiliki mimpi. Dia menaruh harapan besar kepada mimpinya dan sekarang berikan serum itu kepadaku!" ujar [Name] dengan rahang yang menegas.

Gadis tersebut sudah menyodorkan pedangnya dan menatap tajam pada Levi yang juga menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajamnya. Jean berusaha menjauhkan [Name] dari Levi, tetapi [Name] tetap teguh pada pendirian dan berakhir mendorong pemuda tersebut ke belakang.

𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌𝐒 𝐀𝐍𝐃 𝐆𝐎𝐀𝐋𝐒 || AOT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang