⚠️ Mengandung Spoiler Manga ⚠️
Happy reading ❤️
***
Ledakan terlihat dari kejauhan. Semakin jauh kapal bergerak menjauhi pelabuhan, maka semakin mengecil ledakan tersebut terlihat melalui netra mata kelabunya. [Name] terdiam pada posisinya. Menyaksikan ledakan yang lambat laun menghilang dari pandangannya.
Kedua mata sayunya terlihat membelak bersamaan dengan air mata yang turun melalui mata kirinya. Bibir melengkung ke bawah. Tangan tampak memegang sapu tangan pemberian Magath dengan kuat. Dada terasa sesak saat realita kembali membuat [Name] merasa jatuh untuk kesekian kalinya.
Mimpinya untuk bertemu dengan ayahnya berhasil ia capai. Ia berhasil bertemu dengan ayahnya meski waktunya begitu singkat. Hanya saja, ia tidak membalas pelukan sang ayah yang di mana, memeluk ayahnya dulu adalah hal yang sangat ingin [Name] lakukan ketika pertama kali mereka bertemu. [Name] ingin memeluk, bukan dipeluk. Namun, setidaknya ... pelukan itu terasa sangat hangat.
"Hange-san ...." Tiba-tiba [Name] memanggil Hange yang berdiri di sampingnya. Hange menoleh, ia menatap [Name] dengan wajah terkejutnya. "Apa ayahku sudah mati?" tanya [Name].
Pertanyaan yang sama, pertanyaan yang selalu ia lontarkan ketika kehilangan seseorang yang berharga baginya ia lontarkan kembali membuat Hange tersentak dan memejamkan matanya. Hange menghela nafasnya, membawa gadis tersebut ke dalam pelukannya. Wanita berkacamata tersebut mengusap pelan pundak [Name].
"Yah, dia sudah mati," jawab Hange. Tak perlu basa-basi yang membuang waktu. Hange tahu jawaban seperti apa yang [Name] inginkan.
[Name] terdiam pada posisinya. "Kenapa?" Pertanyaan tersebut terlontar dan terdengar sangat hampa. "Apa aku tak bisa bersamanya lebih lama lagi? Kami baru saja bertemu. Maksudku, kenapa semuanya begitu cepat? Sedari kecil, yang aku inginkan hanya seorang ayah. Lalu, ketika aku mendapatkannya kenapa aku harus kehilangannya lagi? Ibu, Ellie, James, Hannes-san, Sasha, Eldric, dan sekarang ayahku? Kenapa mereka meninggalkanku? Apa pada akhirnya akan begini? Hange-san, mengapa kau diam?"
Hange yang mendengar pertanyaan beruntun dari [Name] hanya bisa bungkam. Yelena, Onyankopon, Pieck, Gabi dan Jean yang masih berada di luar serta menyaksikan ledakan tadi pun juga hanya bisa diam. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan [Name].
Hange melepaskan pelukannya dan mengusap pundak kanan [Name]. "Tuan jendral mengorbankan dirinya agar kita bisa menyelamatkan dunia. Lakukanlah hal yang membuat pengorbanannya tidak sia-sia, [Name]. Semuanya, ayo kita masuk."
Hange mengintrupsi sembari meninggalkan [Name] dan masuk ke dalam anjungan yang merupakan tempat roda kemudi atau ruang komando kapal saat ini. Yelena dan Onyankopon menyusul bersama Pieck dan Gabi. Sehingga menyisahkan [Name] dan Jean berdua.
[Name] menoleh, ia tatap Jean dengan kedua matanya yang membelak. "Kenapa kau tidak masuk?" tanya gadis tersebut dengan nada bicaranya yang terdengar lelah. Setelah ini semua, jelas ia lelah.
Pemuda bertubuh tinggi tersebut memegang pembatas kapal lalu menatap lurus ke depan. "Hanya ingin menikmati udara segar sebelum udara ini terkontaminasi oleh mayat manusia yang akan segera berserakan." Jean menjawab pertanyaan [Name] dengan tenang.
[Name] memejamkan matanya sejenak. Ia menarik nafasnya lalu menghembuskannya secara perlahan. Udara ini benar-benar menenangkan. Hanya saja, udara ini tak mampu membuat suasana hatinya kian membaik.
"Kau harus selalu mempersiapkan diri untuk segala hal yang terjadi nantinya, [Name]," imbuh Jean.
[Name] membuka kedua matanya secara perlahan. Ia mendongak dan menatap langit yang masih terlihat cerah dengan tatapan penatnya. Angin berhembus dengan pelan, membuat rambut yang tidak ikut terikat bergoyang pelan mengikuti arah angin berhembus.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌𝐒 𝐀𝐍𝐃 𝐆𝐎𝐀𝐋𝐒 || AOT
FanfictionApa kau pernah memiliki mimpi dan tujuan di dalam hidupmu? Gadis yang minim rasa kemanusiaan ini juga memiliki mimpi dan tujuannya sendiri. *** Lahir dengan masa lalu yang abu-abu membuat [Name] bermimpi untuk mencari kebenaran mengenai siapa ayahny...